TRIBUNHEALTH.COM - Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang bernama Corynebacterium diphtheriae.
Difteri pada anak bisa disebabkan karena banyak hal, mulai dari kekurangan gizi baik hingga riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
Biasanya menyerang faring, laring, hidung, dan juga pada kulit.
Difteri bisa menyebabkan kematian dan bisa dicegah dengan melakukan imunisasi.
Difteri dapat ditularkan dengan cepat melalui kontak fisik dengan seseorang yang terkena difteri.
"Difteri ditularkan melalui droplet, melalui percikan air ludah, batuk, muntah, dan melakukan kontak langsung terhadap penderita difteri," ungkap dr. Leni Ervina.
Baca juga: Mengenal Penyakit Thalasemia, Kurangnya Sel Darah Merah dalam Tubuh
Baca juga: Mengenal Penyakit Sindrom Karpal Tunnel atau Carpal Tunnel Syndrom (CTS) dan Gejala-gejalanya

"Bakteri dari difteri ini bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama, meskipun di tempat kering bakteri ini tetap bisa bertahan dalam waktu yang lama," lanjut dr. Leni Ervina.
Difteri bisa menyerang anak-anak dan orang dewasa.
Angka kematian yang paling banyak terjadi pada usia 5 tahun yang mencapai angka sekitar 10 persen.
Difteri yang menyerang orang dewasa juga bisa menyebabkan kematian dengan angka sekitar 20 persen pada usia 25 tahun atau di atas 40 tahun.
Karena anak memiliki sistem imun paling rentan, maka penyakit ini sering terjadi kepada anak-anak.
Baca juga: Kenali Penyakit Epilepsi dan Berbagai Macam Gejalanya
Baca juga: Mengenal Pubertas pada Anak Perempuan dan Laki-laki, Simak Ulasan Dokter Berikut Ini
Dilansir dari Youtube TribunLampung, berikut adalah gejala terjadinya difteri menurut dr. Leni Ervina:
- Batuk
- Bersin
- Nyeri tenggorokan
- Demam tidak lebih dari 38,5 derajat
- Terjadi pembesaran pada leher
- Apabila sudah parah terjadi konstruksi pada saluran pernapasan, sehingga menyebabkan sesak napas dan berhenti napas.
Baca juga: Asupan Sahur dan Berbuka yang Tepat Untuk Penderita Diabetes
Baca juga: Mengatasi Trauma Anak Terhadap Dokter Gigi Bersama Dokter Gigi drg. R. Ngt. Anastasia Ririen
"Dan yang paling khas pada pemeriksaan klinis, didapatkan pseudomembran yang berwarna putih keabuan, dan jika diangkat akan mudah berdarah," terang dr. Leni Ervina.
Apabila ditemukan terjadinya gejala difteri pada anak, anak harus segera dibawa ke dokter.
"Karena jika terjadi difteri, pada hari pertama sudah menekan angka kematian 1 persen. Sehingga ketika terjadi difteri harus segera dibawa ke dokter. Hal ini akan bisa menyelamatkan hidupnya," ungkap dr. Leni Ervina.
"Jika tidak segera ditangani, hal ini bisa menyebabkan kematian sekitar 50 persen dari penderita," lanjutnya.
Semakin cepat terdiagnosa, semakin cepat tata laksana, maka akan memberikan harapan hidup yang tinggi pada penderita difteri.
Baca juga: Mengenal Penyakit Usus Buntu atau Apendisitis, Tanda-tanda hingga Penyebabnya
Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Pola Asuh Terhadap Anak

Penyakit difteri menekan angka yang sangat cepat dalam kematian.
dr. Leni Ervina menjelaskan tentang difteri yang terbagi menjadi 3 klasifikasi:
1. Suspect difteri
Suspect difteri ditandai dengan batuk, demam, adanya pseudomembran yang berdarah.
Karena hal ini, suspect difteri harus segera dilakukan tata laksana.
2. Probable difteri
Terjadi gejala difteri dan telah melakukan riwayat kontak dengan penderita difteri kurang dari 2 minggu.
Baca juga: Penyebab Terjadinya Gerakan Tutup Mulut (GTM) atau Mogok Makan pada Anak
Baca juga: Tips Menjaga Kesehatan Gigi Pada Anak
3. Konfirmasi difteri dengan laboratorium
Pada difteri jenis ini, klinisnya tidak ditemukan gejala.
Tetapi pada hasil laboratorium menunjukkan adanya difteri.
Penyakit ini bisa dicegah dengan imunisasi.
"Jadi ketika anak terkena difteri harus ditanyakan riwayat imunisasinya, apakah imunisasi tersebut lengkap atau tidak. Karena difteri ini biasanya terjadi kepada anak yang tidak melakukan imunisasi yang tidak lengkap," terang dr. Leni Ervina.
Baca juga: Ini Cara Mencegah Gigi Berlubang pada Anak Sejak Dini
Baca juga: Memahami Masalah Gigi Hitam pada Anak Bersama Dokter Gigi drg. R. Ngt. Anastasia Ririen
Penanganan pasien difteri bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan tata cara umum dan tata cara khusus.
"Tata cara umum biasanya dilakukan dengan memberi cairan atau infus dan juga diberitahukan kepada keluarga tentang penularan difteri supaya tetap menjaga kebersihan," ungkap dr. Leni Ervina.
Tata cara khusus biasanya dilakukan dengan pemberian anti difteri serum.
"Pada hal ini dosis pemberian difteri serum dosisnya disesuaikan dengan lokasi yang terkena difteri. Setiap lokasi difteri memiliki dosis pemberian difteri serum yang berbeda-beda," terang dr. Leni Ervina.
Baca juga: Mengenal Penyakit Lambung Kronis (GERD) dan Cara Mecegahnya
Baca juga: Mengenal Kelainan Kulit Melasma dan Pemicunya
Komplikasi terjadinya difteri akan menyebabkan beberapa hal sebagai berikut:
- Menyebabkan kelainan jantung
- Menyebabkan gagal ginjal
- Saluran napas tertutup
- Kehilangan kemampuan bergerak (lumpuh)
- Infeksi pada paru-paru
Baca juga: Penyebab Scleroderma dan Faktor Risiko yang Perlu Diketahui
Baca juga: Makanan Asam dan Cara Menyikat Gigi yang Salah Bisa Menjadi Penyebab Gigi Sensitif
Pencegahan terjadinya difteri dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Vaksinasi difteri yang diberikan lewat imunisasi DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis) sebanyak lima kali saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4-6 tahun.
- Vaksinasi difteri yang diberikan lewat imunisasi Td atau Tdap untuk anak usia di atas 7 tahun dan harus diulang setiap 10 tahun sekali, termasuk orang dewasa.
Baca juga: Tips Hindari Tubuh Lemas Selama Berpuasa di Bulan Ramadhan
Baca juga: Tips Mengatur Pola Tidur saat Berpuasa di Bulan Ramadhan
Baca berita lain seputar kesehatan di sini
(Tribunhealth.com/Irma Rahmasari)