TRIBUNHEALTH.COM – Tuberkulosis (TB/TBC) merupakan penyakit menular, arus globalisasi transportasi dan migrasi penduduk antar negara membuat TBC menjadi ancaman serius.
Itulah mengapa pentingnya TBC untuk dieliminasi.
Perlu diketahui bahwa pengobatan TBC tidak mudah dan sebentar.
Tuberkulosis yang tidak tertangani sampai tuntas menyebabkan resistansi obat.
Tuberkulosis menular dengan mudah, yaitu melalui udara yang berpotensi menyebar ke lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, dan tempat umum lainnya.
Untuk mengetahui mengenai masalah kesehatan paru-paru dan pernapasan, kita bisa bertanya langsung dengan dokter yang berkompeten seperti dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P.
Baca juga: Tidak Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut saat Puasa Menyebabkan Penyakit Lambung, Mitos atau Fakta?

Baca juga: Benarkah Penggunaan Masker Efektif Mencegah Penularan Tuberkulosis? Ini Keterangan dr. Brigitta
dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P merupakan Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan.
dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P lahir di Surakarta, 23 November 1989.
Sejak lahir hingga saat ini rupanya dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P berdomisili di Surakarta.
Bahkan dia menempuh pendidikan hingga menjadi seorang dokter spesialis di Surakarta.
Adapun latar belakang pendidikan dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P ialah sebagai berikut:
- SMP Negeri 4 Surakarta (2002-2005)
- SMA Negeri 3 Surakarta program Akselerasi (2005-2007)
- Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran di Universitas Sebelas Maret Surakarta (2007-2012)
- Pendidikan spesialis program studi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran di Universitas Sebelas Maret Surakarta (2017-2021)
Rupanya dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P tidak hanya bekerja di satu rumah sakit saja, ia menjadi Dokter Spesialis Paru di RS UNS, RS Triharsi, dan RS Slamet Riyadi.
Selain bekerja di beberapa rumah sakit, ia juga menjadi dosen di program studi pendidikan dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi di UNS.
Terdapat beberapa organisasi yang dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P ikuti, yaitu:
- Sie Ilmiah perhimpunan dokter paru cabang Surakarta
- Anggota pokja intervensi dan gawat napas-perhimpunan paru Indonesia
- Anggota Ikatan Dokter Indonesia cabang Surakarta
Tidak hanya aktif berorganisasi, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P juga aktif dalam berbagai pelatihan kursus.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Laki-laki Lebih Berisiko Mengalami Bau Mulut saat Berpuasa Dibandingkan Perempuan?

Baca juga: Prosedur Botox yang Tidak Tepat Dapat Membuat Wajah Menjadi Kaku dan Terlihat Galak
Pelatihan pertama yang ia ikuti pada tahun 2016 adalah Pertemuan Ilmiah Respirasi Surabaya "Achieving excellence in respiratory disease management."
Kemudian pelatihan terakhir yang diikuti pada tahun 2019 adalah Pelatihan Rehabilitasi Paru "Auxilium Vitae Volterra Spa Center of Weaning and Repiratory Rehabilitation" di Italia.
dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P akan menjawab semua pertanyaan sobat sehat terkait kesehatan paru dan pernapasan.
Pertanyaan:
Mengapa kasus tuberkulosis (TBC) perlu dieliminasi dan sebenarnya berapa insidensi kasus TBC di Indonesia sehingga diadakan hari tuberkulosis sedunia?
Yanif, Tinggal di Banyuwangi.
Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P Menjawab:
Iya, tuberkulosis itu adalah penyakit yang mungkin cukup tua atau termasuk yang paling tua diantara yang lainnya.
Kasus ini bersamaan dengan polio dan lepra dimana kasusnya saat ini sudah jarang didengar, kasus-kasus seperti polio tersebut bahkan hampir punah ya.
Tetapi tuberkulosis sendiri di Indonesia masih menduduki peringkat ketiga di dunia.
Hal ini bukanlah hal yang patut dibanggakan sebenarnya.
Untuk data kita sendiri sebenarnya terkait peringkat 3, belum semua masyarakat terdata dengan baik.
Kemungkinan masih ada yang belum memeriksakan diri atau pengobatan tidak selesai alias mungkin tidak tercatat seperti itu juga bisa.
Mengapa perlu dieliminasi karena jumlah kasus TBC sendiri banyak, kemudian penularannya mudah, dan mortalitasnya jika tidak teratasi dengan baik bisa tinggi.
Tingkat kematiannya kalau tidak diatasi dengan baik, pasien tidak minum obat sampai selesai maka bisa menyebabkan perburukan dari kondisi parunya sendiri serta kondisi dari organ lain yang terkena cukup tinggi.
Efeknya ke orang-orang disekitarnya bisa menularkan, jadi hal ini cukup serius sehingga harus dilakukan eliminasi.
Eliminasi tuberkulosis sebenarnya sudah dilakukan dari lama, tetapi memang karena kasusnya cukup banyak jumlahnya dan mungkin masyarakat masih ada yang belum tahu.
Hal ini karena rata-rata ternyata pasien ketika datang ke rumah sakit dan didiagnosis tuberkulosis dari hasil dahaknya selalu bertanya kenapa bisa mengalami tuberkulosis.
Artinya memang tingkat pengetahuan pasien sendiri tentang penyakit tuberkulosis masih kurang.
Baca juga: Anak Terlalu Cepat Tumbuh Gigi, Ketahui Penyebabnya dari drg. R. Ngt. Anastasia Ririen Pramudyawati

Baca juga: Bolehkah Penderita Diabetes Berolahraga saat Berpuasa? Berikut Tanggapan Dokter Penyakit Dalam
Mereka tahunya apakah penyakit ini didapatkan dari makanan, merokok, bahkan terkadang juga ada yang berpikiran akibat sering keluar malam.
Karena tidakketahuan hal ini bisa meningkatkan tingkat penularan dari tuberkulosis sendiri.
Oleh karena itu, untuk perhimpunan dokter paru Indonesia sendiri kita selalu menggalakkan agar masyarakat tahu jika tuberkulosis didapatkan dari kuman sehingga penularannya harus dipatahkan atau dikurangi.
Kemudian untuk pengobatannya harus dituntaskan sehingga bisa hilang, karena dari dulu kan masih sama jumlahnya tetap tinggi.
Klik di sini untuk mendapatkan referensi vitamin guna meningkatkan daya tahan tubuh.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.