TRIBUNHEALTH.COM - Hemofilia ialah gangguan pada sistem pembekuan darah yang langka.
Kondisi ini bisa terjadi ketika tubuh kekurangan protein tertentu yang dibutuhkan dalam proses pembekuan darah.
Utamanya, hemofilia disebabkan masalah pada gen alias mutasi genetik yang membuat tubuh tidak cukup memiliki faktor pembekuan darah tertentu.
Untaian DNA atau sebutan lainnya yakni kromosom adalah suatu rangkaian instruksi lengkap yang mengendalikan produksi berbagai faktor.
Perlu diketahui jika peran kromosom dalam tubuh tak hanya menentukan jenis kelamin bayi saja, namun kromosom juga berperan dalam mengatur kinerja sel-sel tubuh.
Baca juga: Waspada Endometriosis, Jangan Abaikan Nyeri Haid Berkepanjangan
Hal ini disampaikan oleh Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi, dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K) yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 14 Mei 2022.
Baca juga: Sering Ragu Keamanan Menggunakan Pembalut, Tampon, atau Menstrual Cup? Begini Penjelasan Dokter
Setiap manusia memiliki sepasang kromosom seks yang mana pada wanita adalah XX sementara pada laki-laki adalah XY.
Hal yang perlu diingat yaitu hemofilia adalah penyakit keturunan yang diwarisi melalui mutasi pada kromosom X.
Oleh karena itu, pria cenderung menjadi pengidap sementara perempuan cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut.
"Nah karena dia sifat turunan, kalau kita sudah dapat suatu keluarga turunan biasanya dia akan lebih aware si penderita awal ini," terang dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K).
"Ketika ada keluarga-keluarganya dengan hemofilia biasanya lebih awal (mengetahuinya)," sambungnya.
"Umumnya pasien ini baru bisa nampak jelas itu di usia 1 tahun," imbuhnya.
Biasanya anak usia 1 tahun mulai belajar berjalan, pada usia tersebut akan terlihat jika anak menyandang hemofilia karena mudah sekali lebam saat belajar berjalan.
Pada keluarga yang tidak memiliki riwayat hemofilia, biasanya akan mendatangi dokter pada usia 1 sampai 5 tahun untuk memastikannya.
Akan tetapi apabila seseorang menunjukkan gejala hemofilia kadar ringan, dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K) mengatakan jika kondisi ini yang paling berat.
Baca juga: Pentingnya Skrining Sindrom Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir Guna Cegah Stunting
Baca juga: Beberapa Hal yang Harus Dipersiapkan sebelum Memasang Headgear, Ini Anjuran Dokter Gigi
Hal ini karena pasien tidak akan mengalami perdarahan apabila tidak ada traumatik.
Sementara pada hemofilia derajat sedang dan berat, pasien bisa saja mengalami perdarahan.
"Bahkan berat (derajat) itu perdarahan spontan, seperti misalnya saat tidur tiba-tiba berdarah," tutur dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K) dalam tayangan Healthy Talk (14/05/2022).
"Kalau dia hemofilia yang ringan, dia harus traumatik. Misal cabut gigi tiba-tiba berdarah terus baru kita tahu dia awareness nya atau dia sunatan masal. Sebenarnya jarang ya seperti sunatan atau cabut gigi, jarang melakukan periksa darah ya," lanjutnya.
Untuk mendiagnosis hemofilia, umumnya dokter akan melakukan wawancara medis dan pemeriksaan fisik pada pasien.
Seandainya seseorang memiliki anggota keluarag dengan riwayat hemofilia, biasanya dokter akan menyarankan untuk segera melakukan pemeriksaan.
Tujuannya yakni untuk mengetahui ada tidaknya hemofilia yang diidapnya.
Baca juga: Tips dari Dokter dalam Mencegah Masalah Kulit Kusam, Jerawat, hingga Penuaan
Baca juga: Dokter Sebut Persentase Anak Berpotensi Alami Kolesterol dan Imbauan yang Bisa Dilakukan
Penjelasan Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi, dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K) dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 14 Mei 2022.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.