TRIBUNHEALTH.COM - Seringkali perut buncit dijadikan indikator kegemukan pada seseorang.
Biasanya indikator perut buncit ini ditandai dengan area perut yang lebih besar dari area tubuh lain.
Sering dianggap lumrah, tentunya kita perlu mengetahui sebenarnya perut buncit ini berbahaya bagi kesehatan atau tidak.
Perut buncit sering diartikan sebagai kondisi perut yang lebih besar dibandingkan area tubuh yang lainnya.
Penumpukan lemak memang bisa terjadi di mana saja.
Seringkali perut buncit ini dialami oleh pria.
Mengingat seringkali kondisi perut buncit dianggap hal yang sepele atau bukan suatu kondisi yang serius.
Baca juga: 7 Efek Buruk Akibat Konsumsi Garam Berlebih, Risiko Sakit Kepala Ringan
Banyak sekali jenis diet yang diterapkan oleh masyarakat, salah satunya diet keto.
Dari berbagai jenis diet, adakah yang paling efektif untuk mengatasi perut buncit?
Ahli gizi R. Radyan Yaminar menyampaikan tanggapannya pada tayangan YouTube TribunHealth.com mengenai diet untuk mengatasi perut buncit.
Memang perut buncit menjadi masalah yang sering dikeluhkan, terutama bagi para wanita.
Beberapa orang merasa kurang percaya diri dengan kondisi perut buncit.
Seringkali penumpukan lemak terjadi di area perut, paha dan juga lengan.
Kondisi perut buncit, seringkali dianggap sepele dan bukan suatu kondisi yang serius.
Baca juga: Apakah Gigi Sensitif Umum Terjadi? Begini Tanggapan Dokter Gigi
Diet memiliki beragam jenisnya, salah satunya diet keto.
Namun, bagi seseorang yang memiliki perut buncit tentu ingin mengetahui sebenarnya apakah ada diet yang bisa mengatasi perut buncit.
R. Radyan Yaminar menyampaikan, diet keto merupak diet yang memperbanyak asupan lemak dan mengurangi asupan karbohidrat.
Diet keto memang konsumsi lemak yang tinggi.
Lemak tersebut tidak akan dijadikan cadangan, karena tubuh kekurangan energi akibat tidak adanya asupan karbohidrat.
"Membahas diet keto, diet keto itu diet yang memperbanyak asupan lemaknya tapi mengurangi asupan karbohidrat," ujar ahli gizi R. Radyan Yaminar.
"Tujuan dari diet keto ini adalah, kalau misalkan kita konsumsi lemaknya lebih tinggi, lemak itu tidak akan berkesempatan untuk dijadikan cadangan. Karena tubuh pastinya akan kekurangan energi, karena asupan karbohidratnya tidak ada," lanjutnya.
Baca juga: Mungkinkah Terjadi Masalah atau Komplikasi pada Payudara saat Hamil?
Ia menambahkan, dengan diet keto ini, diharapkan banyaknya lemak yang dikonsumsi diubah menjadi energi.
Kata Radyan Yaminar, antara lemak, karbohidrat dan protein, satu sama lain bisa menggantikan perannya sebagai energi.
Namun, lemak yang diubah menjadi energi ini berbeda dengan karbohidrat.
Lemak, tidak dibuah 100 persen menjadi energi, berbeda dengan karbohidrat yang efektif bisa langsung digunakan untuk energi.
"Nah, dengan harapannya asupan lemak yang diperbanyak tadi, waktu kita makan langsung diubah jadi energi," imbuhnya.
"Karena, antara lemak, karbohidrat dan protein, tiga ini bisa menggantikan satu sama lain perannya jadi energi," sambung R. Radyan.
"Tapi perlu diingat lagi, kalau misal lemak itu perubahan menjadi energi berbeda dengan karbohidrat. Lemak itu tidak diubah langsung 100 persen menjadi energi, beda dengan karbohidrat yang efektif langsung bisa digunakan energi untuk makhluk hidup," jelasnya.
Baca juga: 5 Pengaruh Buruk Diet Air Putih atau Water Fasting bagi Kesehatan
Namun, lemak setelah dipecah menjadi energi atau melalui proses Glukoneogenesis (perubahan energi selain karbohidrat), akan menghasilkan zat keto.
Ahli gizi dari Rumah Sakit Nirmala Suri Sukoharjo, Radyan Yaminar mengungkapkan, jika zat keto di dalam darah terlalu banyak bisa berbahaya.
Kondisi darah akan menjadi lebih asam sehingga bisa mengakitbakan berbagai penyakit.
"Tapi kalau lemak itu setelah dipecah menjadi energi atau melalui proses Glukoneogenesis perubahan energi selain karbohidrat. Itu nanti menghasilkan zat keto," tuturnya.
"Kalau misalkan nanti keton ini terlalu banyak di dalam darah, itu nanti berbahaya. Karena nanti darahnya, kondisinya menjadi lebih asam. Jadi bisa mengakibatkan beberapa penyakit malahan," terangnya.
Radyan Yaminar menambahkan, ada penyakit diabetes karena tingkat keasaman yang tinggi di dalam darah.
Baca juga: 9 Jus untuk Diet Sehat, Bisa Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Harian
Selain itu, tingginya zat keton di dalam darah bisa menyebabkan gagal ginjal.
"Ada namanya diabetes karena tingkat keasaman darahnya itu tinggi. Terus habis itu juga nanti ada namanya gagal ginjal juga karena zat ketonnya juga terlalu tinggi. Itu malah jadi sakit macam-macam," kata R. Radyan Yaminar.
Mungkin beberapa orang yang menjalankan diet keto mengalami penurunan berat badan dan perut buncit dengan cepat.
Penurunan lebih cepat karena asupan karbohidratnya berkurang.
Namun, efek kesehatanpun bisa berpengaruh.
"Kalau misal dikatakan 'loh saya mengikuti diet keto ini berat badan saya turun cepat atau perut buncit saya juga cepat turunnya', dikatakan itu ya memang fakta. Kalau misalkan untuk penurunannya lebih cepat karena asupan karbohidratnya berkurang. Tapi dari efek kesehatannya, dia akan berpengaruh juga," tambahnya.
Seseorang yang menjalankan diet keto bisa mendapatkan tubuh kurus dengan kadar kolesterol yang tinggi.
Radyan Yaminar menegaskan bahwa orang yang kurus belum tentu kadar kolesterol dan kondisi tubuhnya baik-baik saja.
Hal itu bisa terjadi karena pola diet yang salah.
"Jadi dia mendapatkan tubuh yang kurus dengan kadar kolesterol yang tinggi. Orang yang kurus itu, belum tentu kadar kolesterolnya atau tubuhnya itu baik-baik saja. Karena dari pola dietnya yang salah." pungkas R. Radyan Yaminar.
Ini disampaikan pada channel YouTube TribunHealth bersama dengan R. Radyan Yaminar, S.Gz. Seorang ahli gizi dari Rumah Sakit Nirmala Suri Sukoharjo.
(TribunHealth.com/PP)