Breaking News:

Prosedur Penanganan pada Kehamilan Berisiko Tinggi, Simak Dr. dr. Wiku Andonotopo, Sp.OG

Kehamilan berisiko tinggi menyebabkan ibu hamil harus jauh lebih waspada terhadap kondisi kesehatannya dan janin dalam kandungan.

Penulis: Ranum Kumala Dewi | Editor: Melia Istighfaroh
Pexels
Ilustrasi ibu hamil harus waspada terhadap kondisi kehamilan berisiko tinggi 

TRIBUNHEALTH.COM - Kehamilan berisiko tinggi menyebabkan ibu hamil harus jauh lebih waspada terhadap kondisi kesehatannya dan janin dalam kandungan.

Adanya kondisi kehamilan berisiko tinggi, membuat ibu hamil perlu mendapatkan penanganan yang lebih serius dalam proses kelahiran sang buah hati.

Berdasar penjelasan Dr. dr. Wiku Andonotopo, Sp.OG, Subspes Kfm, sebelum memberikan penanganan, penting sekali mempersiapkan segala fasilitas yang ada.

Baca juga: Apakah Pengidap PCOS Masih bisa Hamil? Ini Kata dr. Rizna Tyrani Rumanti, Sp.OG

"Kita persiapkan fasilitas NICU yang umum diberikan pada pasien bayi prematur," ungkap Wiku.

Selain di atas, bila memungkinkan dokter juga akan memberikan fentilator atau pasien mendapatkan penanganan khusus. Seperti penanganan secara kolaboratif bersama profesi dokter lain.

"Misalnya pada dokter bedah anak, dengan kasus-kasus yang membutuhkan pembedahan," sambungnya.

Ilustrasi ibu hamil
Ilustrasi ibu hamil (freepik.com)

Berikutnya dilanjutkan dengan berkonsultasi bersama seorang konsultan neonatologi.

"Jadi di back up oleh dokter ana, konsultan jantung, neuro, dan doter ytumbuih kembang untuk berkolaborasi dalam pelayanan fetomaternal." tegas Wiku.

Kelainan Janin

Kondisi gangguan perkembangan pada janin tentu tak bisa dipandang sepele, seorang ibu harus mengupayakan suatu tindakan untuk mencari solusi yang terbaik bagi sang janin.

Baca juga: Idealnya Perencanaan Program Kehamilah Dilakukan Sebelum atau Sesudah Menikah?

2 dari 4 halaman

Lalu kira-kira apa yang harus segera dilakukan oleh sang ibu dengan keadaan janin yang tidak bisa berkembang?

Berdasarkan pernyataan Wikiu, tindakan yang dapat diberikan harus disesuaikan dengan kondisi kelainan janin.

Ilustrasi ibu hamil yang mencoba berinteraksi dengan janin di dalam kandungan
Ilustrasi ibu hamil yang mencoba berinteraksi dengan janin di dalam kandungan (jakarta.tribunnews.com)

Lantaran terdapat dua kategori kelainan janin, yakni kelainan minor (kecil) dan mayor (besar).

Pada kelainan mayor, masuk pada jenis kelainanfatal atau kelainan kongenital (bawaan).

Jika masuk pada kategori demikian, maka tidak bisa ada yang dirubah.

Baca juga: Jika Ibu Hamil Sudah Terpapar Covid-19, Bahayakah Bagi Janin? Ini Kata dr. dr. Joeal Osbert Dp.OG

"Jadi sampai akhir, begitu kita tahu ada kelainan biasanya kita komparasi dengan pemeriksaan tambahan misalnya pemeriksaan genetika (DNA)," lanjut Wiku.

Dokter akan melakukan infasiv prenatal test, yakni dengan cara mengambil sampel dari darah sang Ibu.

ilustrasi ibu hamil
ilustrasi ibu hamil (freepik.com)

Dari hasil pemeriksaan tersebut sudah dapat diketahui genetika kromosom DNA sang janin.

Sedangkan pada kelainan non genetika yang bersifat minor, seperti kondisi bibir sumbing atau kaki bengkok, maka bisa dilakukan penyembuhan hingga persentasi 100 persen.

"Namun jika kelainan di otak, maka otak tidak mungkin bisa melakukan regenerasi perbaikan jadi kita mesti memahami kelainan yang bisa dikoreksi dan tidak mungkin bisa dikembalikan," tegas Wiku.

3 dari 4 halaman

USG Fetomaternal

Seorang ibu hamil bisa melakukan screening atau USG (ultrasonografi) fetomaternal tanpa harus memiliki rujukan dari dokter kandungan.

Konsultan fetomaternal yang merupakan sub spesialis dari profesi dokter kandungan tentu akan segera melakukan tindakan pada pasien tersebut.

Baca juga: Ibu Hamil Alami Infeksi Kulit, Bagaimana Nasib Janin? Ini Penuturan dr. As Zuhruf Rudhuwan

Umumnya rujukan pemeriksaan fetomaternal diberikan pada seorang ibu hamil dengan usia kandungan memasuki trimester kedua (di atas 18 - 25 minggu).

Usia ini dianggap paling ideal untuk melakukan proses screening atau USG fetomaternal.

"Meskipun sejak usia trimester pertama kita bisa melakukan pemeriksaan detil janin," kata Wiku.

Ilustrasi - Ibu hamil
Ilustrasi - Ibu hamil (Pexels)

Dalam pemeriksaan ini, dapat diketahui tanda-tanda yang ditampilkan oleh janin dalam kandungan.

Perlu diketahui, untuk mendeteksi kelainan genetika pada janin tidak bisa dilakukan dengan USG, melainkan harus memerlukan pemeriksaan DNA.

USG fetomaternal hanya untuk mendeteksi adanya kemungkinan tanda-tanda kelainan genetika pada janin.

Baca juga: Benarkah Ibu Hamil Tidak Boleh Banyak Tidur, Ritual Apa yang Harus Disiapkan untuk Persalinan?

Misalnya dari tulang hidung yang tidak muncul atau kulit leher dibawah tengkuk yang tebal yang menandakan adanya kondisi kelainan genetika down syndrome.

4 dari 4 halaman

Berbeda dengan pemeriksaan pada trimester kedua, pada masa ini pemeriksaan dilakukan secara lebih detil pada keseluruhan tubuh.

"Dalam pemeriksaan ini melibatkan serangkaian tahapan, mulai dari kepala, jantung, paru-paru, badan, tangan, hingga kaki," imbuh Wiku.

Lebih lanjut, jika ibu hamil baru datang pada usia kehamilan trimester ketiga untuk pemeriksaan USG ini, kondisi janin akan cenderung sulit dilihat.

Walaupun seorang konsultan fetomaternal akan tetap berupaya melakukan pemeriksaan USG.

Kehamilan Berisiko Tinggi

Konsultasi dokter
Konsultasi dokter (Pexels)

Kehamilan adalah suatu hal yang dinanti oleh para pasangan suami istri, terutama bagi yang baru saja menikah.

Dengan adanya kehamilan maka dapat meneruskan keturunan dan membuat hubungan suami istri semakin erat.

Walau begitu, kehamilan tak selalu memberikan harapan yang baik.

Baca juga: Penyebab Ibu Hamil Rawan Asam Lambung, Ketahui dari dr. Eric Herrianto Dwiputra

Ada sejumlah kondisi yang justru berisiko tinggi pada saat kehamilan terjadi.

Kondisi ini bisa ditemui pada seorang wanita hamil dengan kategori:

- Usia di atas 35 tahun.

- Miliki riwayat kehamilan berulangkali

Ilustrasi ibu hamil yang sedang konsultasi dengan dokter kandungan
Ilustrasi ibu hamil yang sedang konsultasi dengan dokter kandungan (nakita.grid.id)

- Riwayar caesar lebih dari dua kali

- Hipertensi saat kehamilan

- Kelainan jantung

- Pernah melahirkan anak cacart.

"Itu yang kita namakan dengan kehamilan berisiko tinggi," imbuh Wiku.

Baca juga: Sejak Usia Kehamilan 2 Bulan Sering Sariawan Padahal Dulu Tidak Pernah, Apakah Faktor Hamil?

Untuk melakukan intervensi ini, dibutuhkan penanganan yang tepat.

Umumnya masalah kehamilan dengan risiko tinggi dapat dikonsultasikan bersama konsultan fetomaternal yang merupakan sub spesialis dari profesi dokter kandungan.

"Bila dokter kandungan bisa melakukan intervensi kenapa tidak, namun jika ada kebutuhan khusus dan merasa perlu konsultasi maka bisa dirujuk dengan konsultan sub spesialis fetomaternal.

Penjelasan Dr. dr. Wiku Andonotopo, Sp.OG, Subspes Kfm ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube KompasTV.

(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)

Selanjutnya
Tags:
Tribunhealth.comWiku AndonotopoKehamilanJaninKandungan
BERITATERKAIT
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved