TRIBUNHEALTH.COM - Setiap ibu hamil tentu menginginkan memiliki buah hati yang sehat di dalam kandungannya.
Namun pada kondisi tertentu, terdapat keadaan yang tak bisa dihindari seperti bayi mengalami gangguan perkembangan.
Kondisi gangguan perkembangan pada janin tentu tak bisa dipandang sepele, seorang ibu harus mengupayakan suatu tindakan untuk mencari solusi yang terbaik bagi sang janin.
Baca juga: Idealnya Perencanaan Program Kehamilah Dilakukan Sebelum atau Sesudah Menikah?
Lalu kira-kira apa yang harus segera dilakukan oleh sang ibu dengan keadaan janin yang tidak bisa berkembang?
Dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Kompas TV, Dr. dr. Wiku Andonotopo, Sp.OG, Subspes Kfm memberikan ulasannya.
Berdasarkan pernyataannya, tindakan yang dapat diberikan harus disesuaikan dengan kondisi kelainan janin.

Lantaran terdapat dua kategori kelainan janin, yakni kelainan minor (kecil) dan mayor (besar).
Pada kelainan mayor, masuk pada jenis kelainanfatal atau kelainan kongenital (bawaan).
Jika masuk pada kategori demikian, maka tidak bisa ada yang dirubah.
Baca juga: 5 Makanan yang Baik Dikonsumsi Selama Kehamilan, Penting untuk Menunjang Perkembangan Janin
"Jadi sampai akhir, begitu kita tahu ada kelainan biasanya kita komparasi dengan pemeriksaan tambahan misalnya pemeriksaan genetika (DNA)," lanjut Wiku.
Dokter akan melakukan infasiv prenatal test, yakni dengan cara mengambil sampel dari darah sang Ibu.
Dari hasil pemeriksaan tersebut sudah dapat diketahui genetika kromosom DNA sang janin.

Sedangkan pada kelainan non genetika yang bersifat minor, seperti kondisi bibir sumbing atau kaki bengkok, maka bisa dilakukan penyembuhan hingga persentasi 100 persen.
"Namun jika kelainan di otak, maka otak tidak mungkin bisa melakukan regenerasi perbaikan jadi kita mesti memahami kelainan yang bisa dikoreksi dan tidak mungkin bisa dikembalikan," tegas Wiku.
USG Fetomaternal
Seorang ibu hamil bisa melakukan screening atau USG (ultrasonografi) fetomaternal tanpa harus memiliki rujukan dari dokter kandungan.
Konsultan fetomaternal yang merupakan sub spesialis dari profesi dokter kandungan tentu akan segera melakukan tindakan pada pasien tersebut.
Baca juga: dr. Hari Purwanto Sebut Campak Jerman Lebih Berbahaya Bagi Ibu Hamil Dibandingkan Campak Biasa
Umumnya rujukan pemeriksaan fetomaternal diberikan pada seorang ibu hamil dengan usia kandungan memasuki trimester kedua (di atas 18 - 25 minggu).
Usia ini dianggap paling ideal untuk melakukan proses screening atau USG fetomaternal.

"Meskipun sejak usia trimester pertama kita bisa melakukan pemeriksaan detil janin," kata Wiku.
Dalam pemeriksaan ini, dapat diketahui tanda-tanda yang ditampilkan oleh janin dalam kandungan.
Perlu diketahui, untuk mendeteksi kelainan genetika pada janin tidak bisa dilakukan dengan USG, melainkan harus memerlukan pemeriksaan DNA.
Baca juga: Berikut Berbagai Upaya yang Dilakukan dalam Cegah Stunting, Bisa Diikuti Remaja hingga Ibu Hamil
USG fetomaternal hanya untuk mendeteksi adanya kemungkinan tanda-tanda kelainan genetika pada janin.
Misalnya dari tulang hidung yang tidak muncul atau kulit leher dibawah tengkuk yang tebal yang menandakan adanya kondisi kelainan genetika down syndrome.
Berbeda dengan pemeriksaan pada trimester kedua, pada masa ini pemeriksaan dilakukan secara lebih detil pada keseluruhan tubuh.

"Dalam pemeriksaan ini melibatkan serangkaian tahapan, mulai dari kepala, jantung, paru-paru, badan, tangan, hingga kaki," imbuh Wiku.
Lebih lanjut, jika ibu hamil baru datang pada usia kehamilan trimester ketiga untuk pemeriksaan USG ini, kondisi janin akan cenderung sulit dilihat.
Walaupun seorang konsultan fetomaternal akan tetap berupaya melakukan pemeriksaan USG.
Kehamilan Berisiko Tinggi
Kehamilan adalah suatu hal yang dinanti oleh para pasangan suami istri, terutama bagi yang baru saja menikah.
Dengan adanya kehamilan maka dapat meneruskan keturunan dan membuat hubungan suami istri semakin erat.
Baca juga: Ketahui Kondisi Kegawatdaruratan pada Kehamilan, Simak Penjelasan dr. Nordiansyah Berikut
Walau begitu, kehamilan tak selalu memberikan harapan yang baik.
Ada sejumlah kondisi yang justru berisiko tinggi pada saat kehamilan terjadi.
Kondisi ini bisa ditemui pada seorang wanita hamil dengan kategori:
- Usia di atas 35 tahun.

- Miliki riwayat kehamilan berulangkali
- Riwayar caesar lebih dari dua kali
- Hipertensi saat kehamilan
- Kelainan jantung
Baca juga: Terlalu Sering Makan Daging Merah Bisa Mengundang Penyakit, Diabetes hingga Penyakit Jantung
- Pernah melahirkan anak cacat.
"Itu yang kita namakan dengan kehamilan berisiko tinggi," imbuh Wiku.
Untuk melakukan intervensi ini, dibutuhkan penanganan yang tepat.
Umumnya masalah kehamilan dengan risiko tinggi dapat dikonsultasikan bersama konsultan fetomaternal yang merupakan sub spesialis dari profesi dokter kandungan.

"Bila dokter kandungan bisa melakukan intervensi kenapa tidak, namun jika ada kebutuhan khusus dan merasa perlu konsultasi maka bisa dirujuk dengan konsultan sub spesialis fetomaternal.
Deteksi Kehamilan Berisiko Tinggi
Untuk mendeteksi keadaan ini bisa didapat dari melakukan pemeriksaan penunjang pada saat awal kehamilan.
Misalnya pemeriksaan:
- Darah
- Gula darah
Baca juga: 5 Langkah Mengatasi Diabetes Gestasional pada Ibu Hamil, Terapkan Diet Sehat dan Kontrol Gula Darah
- Kolesterol
- Ginjal
- Saluran kemih.
"Dari hasil pemeriksaan akan diketahui apakah kehamilan tanpa risiko atau berisiko," sambung Wiku.
Apabila memang dibutuhkan kembali pemeriksaan tambahan, maka bisa dilakukan bersama sub spesialis konsultan fetomaternal.
Persiapan Kehamilan

Edukasi kesehatan sangat penting diberikan kepada seorang wanita menjelang menikah.
Dengan edukasi ini, dapat membantu ibu hamil dalam mengantisipasi masalah kesehatan pada saat kehamilan.
Wiku menghimbau setiap wanita pada masa kehamilan diharuskan mengonsumsi:
- Asam folat
- Zink
Baca juga: Konsumsi Asam Folat, Vitamin E dan Susu Persiapan Hamil bisa Mempercepat Kehamilan?
- Zat besi
"Jadi apa yang diharapkan didepan, yakni anak sehat dan cerdas bisa diprogram dari sejak dini," kata Wiku.
Tak harus menunggu masa kehamilan tiba, program ini bisa dilakukan sebelum ibu mengandung.
Penjelasan Dr. dr. Wiku Andonotopo, Sp.OG, Subspes Kfm ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube KompasTV.
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)