TRIBUNHEALTH.COM - Tanpa disadari, penyakit stroke bisa menngintai siapa saja.
Seringkali penyakit stroke dianggap hanya bisa terjadi pada usia lanjut saja.
Nyatanya banyak usia muda mengalami gejala stroke maupun stroke ringan.
Seseorang dengan stroke perlu mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat agar tidak mengalami kejadian fatal.
Stroke merupakan kondisi medis yang menakutkan dan mengancam jiwa, namun begitu pasien mulai pulih, pasien akan mengalami dampak pada kualitas hidup yang disebabkan oleh kerusakan.
Terdapat banyak jenis latihan yang dapat dilakukan pada pasien stroke, yang jelas setiap latihan bertujuan untuk mengkondisikan tubuh dan otak dengan cara tertentu.

Baca juga: Sariawan Berhubungan dengan Hormon Wanita Menjelang dan Sesudah Haid? Ini Kata drg. Erni Marliana
Seringan apaun gejala stroke, akan memberi dampak pada kualitas hidup yang disebabkan kerusakan saraf.
Sehingga dibutuhkan latihan untuk melatih ulang otak untuk memperbaiki kerusakan ini, di samping harus menjaga kelompok otot yang terkena tetap aktif.
Latihan tingkat dasar merupakan titik awal untuk menambah fleksibilitas dan mobilitas anggota gerak yang terkena setelah stroke.
Misalnya pada tangan, dimana stroke membuat sulitnya untuk melakukan tugas-tugas sederhana seperti menggerakkan lengan ke depan atau menggenggam dan melepaskan benda.
Latihan pada tangan yang dapat dilakukan seperti stretching, latihan range of motion (rentang gerak sendi), dan penguatan.
Baca juga: Anak yang Mengalami Gagap Perlukah Menemui Terapis? Simak Ulasan Terapis Wicara
Semua anggota gerak dapat dilakukan latihan-latihan tersebut.
Sebagai tambahan dapat dilakukan latihan keseimbangan dan kebugaran sesuai kebutuhan pasien, dimana semua latihan harus dilakukan dengan peresepan dan teknik yang tepat.
Seperti halnya program olahraga lainnya, silakan berkonsultasi dengan terapis sebelum memulai dan menentukan jenis latihan yang dibutuhkan.
Jika terdapat peningkatan rasa nyeri, ketidaknyamanan, atau sistem yang mengganggu lainnya, hentikan latihan ini segera dan konsultasikan dengan dokter kembali.
Terdapat bukti kuat bahwa aktivitas fisik dan olahraga setelah stroke dapat meningkatkan kebugaran kardiovaskular, kemampuan berjalan, dan kekuatan tungkai atas.
Baca juga: Bagaimana Cara Mengetahui Anak Mengalami Disleksia Akibat Genetik? Begini Ulasan Dokter
Selain itu, penelitian yang muncul menunjukkan olahraga dapat memperbaiki gejala depresi, fungsi kognitif, memori, dan kualitas hidup setelah stroke.
Apa yang menyebabkan penyakit stroke berulang kembali?
Begini penjelasan dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K.
Nilla adalah seorang Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Konsultan.
Nilla Mengawali karirnya sebagai dokter umum di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar pada 2010.
Kemudian pada 2010 Nilla menekuni profesinya menjadi dokter rehabilitasi medik.
Pada tahun yang sama hingga saat ini, Nilla juga masih aktif menjadi Dosen Departemen kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-UNHAS.
Baca juga: Pastikan Cara Perawatan Gigi dan Rajin Kontrol ke Dokter untuk Mempertahankan Kualitas Gigi Palsu
Berkat kemampuannya, pada 2011 hingga 2013 ia dipercaya sebagai Kepala Seksi Pelayanan Medik Rawat Inap RSUP.dr Wahidin Sudirohusodo.
Dilanjutkan pada 2015 sampai 2019 menjadi Kepala seksi Pelayanan Medik Rawat jalan.
Karena pengalaman dan kemampuannya, pada 2019 hingga sekarang, ia berpraktek dan sekaligus menjabat sebagai Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP.dr.Wahidin Sudirohusodo.
Kompetensi yang dimiliki oleh Nilla tidak bisa diragukan.
Tercatat, berdasarkan daftar riwayat hidup yang diterima oleh Tribunhealth, dirinya telah menempuh berbagai jenjang pendidikan dan lulus dari sejumlah universitas ternama di Indonesia dan luar negeri.
Baca juga: Ketahui Fakta Menarik dan Cara Deteksi Dini Penyakit Stroke pada Usia Muda Menurut dr. Lilir Amalini
Berikut di antaranya:
1. Profesi Dokter Umum Universitas Hasanuddin (2002)
2. Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2010)
3. Magister Kesehatan di Universitas Padjadjaran (2009)
4. Fellowship Pediatric Rehabilitasi (2016)
5. Konsultan Rehabilitasi Anak, Kolegium IKFR (2020).
Profil lengkap dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K bisa dilihat disini.
Pertanyaan :
Apa yang menyebabkan penyakit stroke berulang kembali?
Anggra, Solo
Baca juga: Pentingnya Edukasi Gaya Pengasuhan yang Tepat untuk Anak, Psikolog: Guna Cegah Anak Bermasalah
dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K menjawab :
Risiko terkena stroke kembali dalam tahun pertama sebesar 12%-25%.
Terdapat banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan stroke dan rekurensinya seperti diantaranya hipertensi, merokok cigarette, disritmia jantung dan infark miokard, lemak darah, diabetes, kontrasepsi oral, alkohol, aktivitas yang kurang.
Dari penelitian melaporkan, obesitas merupakan faktor dominan, dan selain faktor dominan tersebut, terdapat 3 faktor yang secara signifikan mempengaruhi rekurensi stroke, yakni gangguan kardiovaskular, hiperkolesterolemia, dan aktivitas fisik.
Beberapa pasien mungkin masih memiliki faktor risiko kekambuhan stroke bahkan mereka telah keluar dari rumah sakit.
Baca juga: Demam Dengue Berbeda dengan Demam Berdarah, Begini Kata dr. Deborah Johana Rattu, MH.Kes., MKM
Karena pengobatan untuk stroke sangat terbatas dan defisit yang diakibatkan sangat memberatkan pasien, pencegahan stroke yang utama harus menjadi strategi penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat stroke.
Dengan pemahaman yang baik tentang faktor risiko stroke, modifikasi faktor risiko dapat ditargetkan pada kelompok dan individu yang berisiko sehingga dapat membantu mengurangi risiko kekambuhan stroke.
Banyak faktor risiko stroke yang sama dengan infark miokard dan penyakit vaskular yang menyebabkan kematian, sehingga modifikasi faktor risiko stroke juga menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas penyakit jantung.
Karena kesadaran yang lebih besar dan modifikasi faktor risiko, dimana sebagian besar melalui pengobatan tekanan darah, penurunan lebih dari 50% dalam angka kematian stroke telah terjadi dalam 20 tahun terakhir.
Skrining tekanan darah rutin harus disertakan dalam semua evaluasi, dan penderita hipertensi harus diterapi.
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)