TRIBUNHEALTH.COM - Dokter ahli gizi komunitas, dr Tan Shot Yen berbicara mengenai hipertensi.
Hal itu ia sampaikan dalam program Malam Minggu Sehat Tribunnews.com.
dr Tan mengawai pembicaraannya dengan penjelasan mengenai hipertensi itu sendiri.
Pasalnya, ada pembaruan klasifikasi hipertensi.
Selain itu dr Tan juga menjelaskan cara melakukan cek tensi darah yang benar.
"Kalau zaman dulu nih, zaman saya kuliah, zaman bapak ibu anda, orang disebut hipertensi itu ketika tensinya di atas 140. Sekarang udah ada beberapa pembaharuan."
"Kita bicara normalnya dulu. Justru anda harus bersyukur apabila tensi anda itu di bawah 120. Nah, 119 gitu. Itu diastoliknya."
Baca juga: Masih Percaya Ada Makanan yang Bikin Darah Rendah? Dokter Ahli Gizi Jelaskan Itu Hanya Mitos
Baca juga: Dokter Jelaskan 4 Klasifikasi Tekanan Darah Rendah, Salah Satunya Gara-gara Kerusakan Sistem Syaraf
Sementara tekanan sistoliknya paling bagus adalah di bawah 80.
"Nah, 120/80 sekarang sudah dianggap sebagai klasifikasi meningkat."
"Jadi yang dulunya kita tuding hipotensi, sebelumnya belum tentu. Bisa saja tensi anda yang normal, dengan catatan selama anda tidak punya gejala. Ngga nggliyeng, ngga gampang pingsan. Itu anda baik-baik saja sebenarnya."
Tingkatan Hipertensi
Kemudian dr Tan menjelaskan tentang tingkatan hipertensi.
Pertama, hipertensi stadium 1 ketika tensi darah ada di angka 130 mmHg hingga 138 per 80 sampai 89 mmHg.
Stadium 2, tekanan sistolik ada di angka 140 mmHg atau lebih, diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg.
"Nih bisa kita bayangkan orang yang tekanannya normal, dalam klasifikasi baru bisa dianggap hipertensi."
Baca juga: Ini Tips yang Harus Diperhatikan saat Datang ke Dokter Gigi Selama Pandemi
Baca juga: Setiap Bayi Punya Kebutuhan MPASI Berbeda, Dokter Tekankan Pentingnya Konsultasi dengan Profesional
Cara melakukan cek tensi yang benar
Kendati demikian, apakah memang hanya itu acuan mendiagnosis hipertensi?
Dokter Tan tegas menjawab tidak.
Pasalnya, tensi darah bisa dipengaruhi oleh berbagai hal.
"Bentar, tak semudah itu orang dicap hipertensi," tegasnya.
Pasalnya, masih banyak orang yang tidak paham cara pengecekan tensi.
"Bayangkan orang bangun pagi udah kesel. Anaknya ga pulang, kucing mati ketabrak, jalanan macet, ban mobil kempes, dokternya di lantai dua. Udah gitu dokternya cakep lagi. (Detak jantungnya) deg deg deg," contohnya.
"Saya kira tensinya gimana? Tinggi."
dr Tan sendiri mengungkapkan biasa meminta pasien untuk mengecek tensi mandiri di rumah.
Baca juga: Apa Itu Diet? Inilah Penjelasan Sebenarnya Serta Pandangan Dokter Mengenai Diet Tanpa Sayur
Baca juga: Bahaya, Perempuan yang Gemuk di Bagian Pinggang Bisa Indikasikan Penyakit Ini
Biasanya, dia meminta pasien untuk mengeceknya ketika bangun tidur.
"Tapi itu dengan catatan, cukup tidur atau tidak. Gelisah atau tidak tidurnya"
Pasalnya pada orang berusia 50 tahun ke atas gangguan tidur kerap terjadi.
"Orang dengan gangguan tidur, kurang tidur, otomatis besoknya tensinya naik."
"Apa lagi kalau yang dinamakan hormon kortisolnya mulai naik."
Selain itu, dr Tan juga akan meminta pasien untuk mengecek tensi pada waktu tengah hari dan magrib.
"Nah pada waktu magrib itu yang hipertensi paling tinggi-tingginya, biasanya," bebernya.
Terakhir, pengecekan rutin juga dilakukan menjelang tidur.
dr Tan mengatakan, sebelum mengecek tensi darah, minimal 5 menit harus dalam kondisi tenang.
Baca juga: Mengenal Anemia dan Penyebabnya, Berikut Hal yang Perlu Diketahui
Baca juga: Asupan Gizi Ternyata Berpengaruh dengan Anemia, Bagaimana Bisa? Berikut Penjelasan oleh Dokter
"Jadi ga boleh habis olahraga. Coba tensi, ya udah pasti 150. Karena itu tidak dalam kondisi normal."
"Jadi dalam keadaan sehari-hari anda. Cek tensinya, kurang lebih lima menit dalam keadaan istirahat."
Selain itu, persamaan kondisi ketika mengecek juga harus sama.
"Jika dicek rebahan, maka selanjutnya sama. Jika dicek keadaan duduk, maka selanjutnya duduk. Jadi perbandingannya harus sama," tegasnya.
"Dan tolong diingat alat cek tensinya harus sejajar dengan jantung. Jadi ga boleh di kursi, kitanya di meja. Nanti pengecekannya tidak benar."
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)