TRIBUNHEALTH.COM - Hemofilia adalah salah satu kelainan pendarahan yang terjadi akibat kekurangan faktor pembekuan darah.
Penderita Hemofilia umum disebut sebagai penyandang Hemofilia.
Tercatat pada 2021, angka kasus penyandang Hemofilia sekitar 2700 pasien.
Baca juga: Asupan Potasium Ampuh Turunkan Tekanan Darah, Banyak Ditemukan dalam Buah dan Sayur
Angka ini sudah tercantum pada data Indonesian Hemophilia Society yang disampaikan oleh Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi, Novie Amelia Chozie.
Di Indonesia kini telah ada sebuah wadah bagi para penyandang Hemofilia.
Wadah ini disebut sebagai Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia yang sudah terbentuk sejak 2004.
Dengan adanya Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, diharapkan dapat membuat para penyandang Hemofilia bisa saling mendukung satu sama lain.
Baca juga: Ilmuwan Kembangkan Tes Darah untuk Prediksi Stroke, Serangan Jantung, dan Gagal Jantung
Organisasi ini bukan hanya beranggotakan dokter dan para tenaga medis lainnya yang terlibat, namun juga beranggotakan:
- Pasien
- Orangtua
- dan masyarakat yang peduli dengan Hemofilia.
Tipe dan Gejala Hemofilia
Kelainan Hemofilia memiliki 2 jenis, yaitu tipe A dan tipe B.
Pada tipe A, penyandang mengalami kekurangan faktor pembekuan darah 8 .
Baca juga: Kendala Penyandang Talasemia Dalam Mendapatkan Pendonor Darah Di Tengah Pandemi Covid-19
Biasanya disebut sebagai Hemofilia klasik.
Sementara tipe B, terjadi karena tubuh kekurangan faktor pembekuan darah 9.
Kekurangan faktor pembekuan darah ini bisa terjadi lantaran adanya kerusakan gen.
Perlu diketahui, bahwa seluruh sistem pada tubuh diatur oleh gen.
Gen yang berfungsi mengatur produksi faktor pembekuan darah 8 dan faktor pembekuan darah 9 ini mengalami kerusakan.
Baca juga: Mengenal Varises, Pembuluh Darah Berukuran Besar dan Berbentuk seperti Jaring Laba-laba
Kerusakan tersebut terjadi karena suatu sebab yang tidak diketahui secara pasti.
Namun ada kemungkinan terjadi kerusakan karena diturunkan (genetik) atau mutasi spontan yang bisa berkaitan dengan proses selama kehamilan.
Sehingga bayi lahir dengan kondisi Hemofilia.
Karena kekurangan faktor pembekuan darah tersebut jika terjadi pendarahan, darah menjadi sukar membeku.
"Bayangkan jika seorang anak dengan Hemofilia terjadi pendarahan, lalu darahnya sulit membeku."
"Maka akan terjadi pendarahan yang sulit untuk diatasi dan akhirnya mengancam jiwa," ucap Novie.
Baca juga: Apa yang Menjadi Penyebab Sel Darah Merah Penderita Thalasemi Mudah Hancur? Simak Ulasan Dokter
Salah satu gejala lain yang perlu dikenali pada penyandang Hemofilia, adalah seringnya pendarahan pada sendi dan otot.
Jika penyandang tidak mendapatkan penanganan yang optimal, maka sendi tersebut berpotensi mengalami kerusakan.
Bila sendi mengalami kerusakan bisa menyebabkan kecacatan.
"Kalau sudah cacat tidak bisa jalan, bergerak, sekolah. Akibatnya tidak bisa bekerja sehingga menganggu kualitas hidupnya," paparnya.
Baca juga: 5 Faktor Risiko Leukimia Mieloid Akut, Kelainan Sel Darah Putih Akibat Mutasi DNA
Berikut ini beberapa tanda lain Hemofilia, di antaranya:
- Pendarahan pada luka, gusi, hidung/mimisan yang sulit berhenti
- Ditemukan darah pada urin dan feses
- Mudah mengalami memar.
Derajat Keparahan Hemofilia
Hemofilia memiliki derajat keparahan.
Tiga derajat itu ialah:
Baca juga: dr. Linda Lukitari Waseso Sebut Donor Darah Dapat Menjadikan Tubuh Lebih Sehat dan Membantu Sesama
- Derajat Ringan
- Derajat Sedang
- dan derajat Berat.
Untuk menentukan klasifikasi derajat Hemofilia yang diderita harus berdasarkan dengan kadar pembekuan darahnya.
Jika seseorang menderita Hemofilia derajat berat, maka sudah bisa dideteksi dari bayi.
Umumnya terdapat lebam pada bayi yang mulai aktif bergerak, terutama pada saat belajar merangkak atau berjalan.
Baca juga: Rutin Konsumsi Jahe Bagus untuk Kesehatan Jantung, Bisa Turunkan Kolesterol dan Tekanan Darah
"Saat bayi belajar merangkak atau berjalan biasanya akan muncul memar atau lebam."
"Mungkin akan sedikit terbentur, kalau bayi lain tidak apa-apa, tetapi kalau menderita Hemofilia bisa biru besar atau bengkak," papar Novie.
Penanganan Hemofilia
penanganan Hemofilia disesuaikan dengan tipe yang diderita.
Bila penyandang mengalami Hemofilia dengan tipe A, maka bisa diberikan faktor pembekuan darah 8.
Namun jika penyandang mengalami Hemofilia tipe B, maka akan diberikan faktor pembekuan darah 9.
Baca juga: Pasien dengan Talasemia Ditangani oleh Dokter Spesialis Apa? Ini Kata dr. Olga Rasiyanti Siregar
Pemberian faktor pembekuan darah baik 8 maupun 9 hingga saat ini masih melalui suntikan intra vena (masuk pembuluh darah).
Pemberian suntikan ini idealnya diberikan sejak mengalami pendarahan pertama dan selanjutnya dilakukan secara rutin.
Namun sayangnya penerapan ini masih sulit dilakukan di Indonesia karena tersandung biaya yang cukup tinggi.
"Di kita masih belum bisa, karena harga obat ini mahal."
"Jadi di Indonesia masih diberikan jika diperlukan saja, bila ada pendarahan baru dikasih," ungkap Novie.
Baca juga: Memasuki Usia 30 Tahun, Tekanan Darah di Atas 130 mmHg dan Muncul Gejala Perlu Berhati-hati
Kendati demikian, Novie berharap keadaan ini bisa berubah.
Sehingga penyandang Hemofilia mudah mendapatkan pengobatan secara rutin.
Profilaksis pada Hemofilia
Pada penyadang Hemofilia berat, seringkali mengalami pendarahan.
Bila sudah dalam kondisi tersebut, penyandang harus mendapatkan penanganan yang tepat.
Baca juga: Waspada Gejala Pendarahan Otak yang Kerap Disepelekan, Berikut Ulasan dr. M. Imam Santoso
Untuk mengantisipasinya, penting sekali bagi penyandang Hemofilia melakukan terapi Profilaksis.
"Dengan kita memberikan Profilaksis anak-anak bisa beraktivitas sehari-hari dengan lebih terlindungi," ucap Novie.
Pemberian Profilaksis ini membuat kadar faktor pembekuan darah 8 dan 9 menjadi lebih tinggi.
Baca juga: Kenali Penyebab Disfungsi Ereksi pada Pria, Mulai dari Penyumbatan Pembuluh Darah hingga Hormonal
Penjelasan Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi, Novie Amelia Chozie dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Kompas TV, (26/4/2021)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)