TRIBUNHEALTH.COM - Kasus kekerasan sekarang ini banyak kita jumpai di lingkungan sekitar.
Bahkan, usia anak-anak pun banyak yag menjadi korban kekerasan.
Mirisnya, pelaku kekerasan tersebut adalah orang terdekat sendiri seperti orangtua, keluarga hingga guru.
Kekerasan tersebut dilakukan karena adanya anggapan jika dengan kekerasan, maka anak akan disiplin.
Padahal, kekerasan bisa menimbulkan dampak buruk bagi korbannya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dampak buruk kekerasan pada anak, kita bisa bertanya langsung dengan psikolog berkompeten seperti Adib Setiawan S.Psi., M.Psi.

Baca juga: Adakah Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Gangguan Prostat?
Pertanyaan:
Pak, saat ini kan banyak permainan atau game online seperti contohnya Free Fire, bahkan mengakibatkan anak itu berpikir bahwa baku tembak atau membunuh itu merupakan hal yang seru atau menyenangkan.
Nah, bagaimana pandangan bapak mengenai hal tersebut?
Laily, di Pekanbaru
Psikolog Adib Setiawan S.Psi., M.Psi menjawab:
Memang game kekerasan ini bisa saja dicontoh oleh anak.
Kalau anak sering melihat game kekerasan, yang terjadi apa? Yang terjadi adalah anak empatinya kurang.
Apalagi game-game yang mengandung kekerasan, contohnya membunuh.
Baca juga: 5 Tips Makan Malam untuk Menurunkan Kadar Gula Darah Tinggi dengan Mudah
Jadi, anak nanti kata-katanya menjadi kaksar, empatinya kurang.
Game yang dipilih harus dicari game yang positif, misalnya game yang edukatif.
Game yang edukatif entah itu berhitung, membaca, atau gamee-ame lain yang tidak ada unsur kekerasan.
Profil Adib Setiawan S.Psi., M.Psi

Adib merupakan seorang psikolog keluarga dan pendidikan anak.
Kini dirinya telah memiliki sebuah yayasan yang bernama Praktek Psikolog Indonesia.
Yayasan ini juga sebagai tempat dirinya berpraktek selama 9 tahun.
Pada yayasan ini melayani konsultasi dan terapi psikologi kepada masyarakat.
Baca juga: 5 Buah Kering untuk Penderita Gula Darah Rendah, Bantu Jaga Glukosa di Malam Hari
Saat ini yayasan yang Adib dirikan telah tersebar di berbagai wilayah.
Seperti: Bintaro, Rawamangun, Tangerang Selatan, Cileungsi, dan Semarang.
Selanjutnya ia berencana akan memperluas Praktek Psikolog Indonesia di wilayah lain secara bertahap.
Sebelum berpraktek di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, ia sempat praktek di Yayasan Cinta Harapan Indonesia selama kurang lebih 3 tahun.
Riwayat Pendidikan
S1 Psikolog UIN Jakarta 2001-2005
S2 Profesi Psikolog Universitas Tarumanegara Jakarta 2007-2009
Pengabdian Masyarakat
- Relawan medis di Rumah Sakit Dr. Suyoto Kementerian Pertahanan pada 2020 selama 2 bulan
- Relawan bencana alam di Selat Sunda bidang psikologi pada Desember 2018 - Januari 2019
- Relawan psikolog di Yayasan Cinta Harapan Indonesia Autism Center 2008-sekarang.
(TribunHealth.com/PP)