TRIBUNHEALTH.COM - Wanita Semarang ini lemas saat ditagih pajak Rp 3 miliar.
Hal itu karena E-KTP milik wanita tersebut digunakan untuk aksi pencurian data nasabah.
Pelaku aksi tersebut berjumlah empat orang.
Melansir TribunJatim.com, dua pelaku diantaranya ialah mantan pegawai bank berpelat merah di Kota Semarang.
Keempat orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka terlibat dalam aksi pencurian data nasabah.
Kasus ini terbongkar selepas Ditreskrimsus Polda Jateng melakukan penyelidikan.
Empat tersangka tersebut berinisial SAN, DY, YS, dan SL.
Keempat tersangka itu merupakan warga Kota Semarang.
Baca juga: Teriak Gaya Elit Ekonomi Sulit Pengamen Maksa Pengunjung di Braga Bandung
DY dan SAN yang berstatus sebagai mantan pegawai bank berpelat emrah itu sebagai ahli IT.
Mereka berperan mencuri data korban sekaligus membuat mesin EDC (electronic Data Capture) atau alat gesek kartu ATM.
Dua tersangka lain, SL dan YS merupakan pengusaha.
Mereka sebagai penerima data dan mesin EDC dari dua tersangka tersebut.
Dua tersangka ini bertugas melakukan transaksi kartu kredit dan debit.
Imbas dari penggunaan data pribadi itu, seorang wanita Semarang berinisial WW harus menaggung kerugian hingga Rp 3 miliar akibat beban pajak dari aktivitas empat tersangka yang sudah dilakukan sejak 2020.
"Saya kerja di bagian IT selama 7 tahun."
"Saya melihat ada kelemahan sistem di bank itu."
Baca juga: Ini Cara Merawat Rambut Rusak dan Susah Diatur yang Bisa Kamu Coba
"Uang yang saya peroleh Rp 250 per mesin EDC yang berhasil disetujui pihak bank dan keuntungan 0,1 persen setiap transaksi melalui mesin EDC," kata tersangka berinisial SAN (31) saat konferensi pers di Mako Ditreskrimsus Polda Jateng, Senin (30/10/2023), melansir dari TribunJateng.
Sebelumnya WW harus menanggung pajak hingga Rp 3 miliar akibat data pribadinya berupa E-KTP dicatut oleh pegawai bank pelat merah itu.
Korban mengadu pada polisi setelah mendapatkan tagihan pajak bernilai miliaran rupiah pada Oktober 2022.
Kasus tersebut bergulir panjang hingga satu tersangka berinisial SAN dapat ditangkap pada bulan ini.
"SAN rencana pekan ini, dia sempat DPO kabur ke beberapa daerah di Jawa Tengah," beber Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio kepada Tribunjateng.com, Senin (30/10/2023).
Ia menyampaikan, para tersangka menggunakan data identitas oranglain tanpa izin pemilik, lalu membuat dokumen palsu seolah-olah ada pengajuan rekening tabungan dan pembukaan merchant mesin EDC.
Baca juga: Anemia pada Remaja Bisa Menyebabkan Stunting? dr. Irene Sampaikan Penjelasannya
Tersangka lainnya menggunakan mesin EDC untuk keperluan usahanya namun tidak membayar pajak dari EDC itu.
Akhirnya korban mendapat tagihan bernilai miliaran rupiah.
"Besar sekali pajak yang harus ditanggung, sebesar Rp 3 miliar," tuturnya.
Empat pelaku itu akan dikenakan Pasal perbankan dan UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus lain yang juga terungkap ialah pasutri di Tangerang bobol bank hingga raup lebih dari Rp 5 miliar.
Pasangan pembobol bank itu adalah FRW (38) dan suaminya HS (40).
Mereka adalah pembobol dana Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Cabang Bumi Serpong Damai (BSD), Kota Tangerang Selatan senilai Rp 5,1 miliar.
Akhirnya FRW dan HS ditangkap Kejaksaan Tinggi Banten .
Terungkap bahwa FRW adalah Priority Banking Officer (PBO) pada SLP BRI KC BSD.
Baca juga: Bersihkan Paru-paru Perokok dengan Cara Ini, Mulai dari Olahraga hingga Penggunaan Air Purifier
Kepala Kejati Banten Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, kedua tersangka ditangkap pada Rabu (25/10/2023) pukul 17.00 WIB di Villa Cinere Mas Extension, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
"Bidang Pidsus telah menangkap dua orang yaitu inisial FRW dan HS suami istri dalam kasus dugaan pidana korupsi dalam pengajuan kartu kredit BRI Cabang BSD tahun 2020 sampai 2021," kata Didik kepada wartawan di kantornya. Kamis (26/10/2023).
Didik mengatakan, HS membobol dana bank dengan cara membuat 41 kartu kredit menggunakan identitas palsu.
Modal awal, lanjut Didik, HS menyetorkan uang sebesar Rp 50 juta untuk membuka rekening.
setelah itu, HS mengajukan permohonan membuat kartu kredit menggunakan KTP untuk menyamarkan aksinya.
HS dibantu oleh istrinya yang menjabat sebagai Priority Banking Officer (PBO) untuk mempermudah membuka rekening dan kartu kredit.
"Kartu kredit itu kemudian diambil (saldo), lalu buka lagi atas nama orang lain lagi, dan dapat kartu kredit lagi, seterusnya dan seterusnya," ujar Didik.
Didik menambahkan, setiap kartu kredit, HS bersama FRW bisa menarik saldo mencapai Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.
"Sehingga total kerugian negara adalah Rp 5,1 miliar. Itu (HS) menggunakan 41 KTP fiktif," kata Didik.
Baca juga: Selain Pengobatan, Adakah Terapi bagi Pasien Osteoporosis? Ini Kata dr. Ray Hendry Sp.OT
Setelah ditangkap, kedua tersangka dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Serang untuk 20 hari ke depan.
Didik menyebut, keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
"(Untuk pasal pencucian uangnya) Itu masih pengembangan penyidik. Sementara pakai pasal 2," tandas Didik.
Asisten Pidus Kejati Banten, Ricky Tommy Hasiholan, Kamis (26/10/2023) mengatakan, pertimbangan Jaksa melakukan penahanan pada pelaku lantaran sering pindah-pindah untuk bersembunyi.
Pertimbangan lain lanjut Ricky, para pelaku dikhawatirkan menghilangkan barang bukti kerjahatan tersebut.
"Bahkan pihak bank juga tidak tahu keberadaan FRW ini," ujar dia.
(TribunHealth.com)