TRIBUNHEALTH.COM - Kasus kopi sianida yang menyeret Jessica Wongso ke penjara kembali menjadi sorotan setelah tayang dalam film dokumenter Netflix, Ice Cold.
Berkat film tersebut, banyak pihak yang mulai meragukan bahwa Jessica Wongso benar-benar bersalah dalam kasus tersebut.
Terbaru, pengacara keluarga Brigadir Joshua, Kamaruddin Simanjuntak, turut angkat bicara.
Setelah berhasil 'memenjarakan' Ferdy Sambo CS, Kamaruddin kini mengatakan siap membebaskan Jessica Wongso.
"Kalau saya bersedia kalau Jessica datang ke saya," ujar Kamaruddin Simanjuntak dikutip Sripoku.com dari YouTube Intens Investigasi, Jumat (13/10/2023).
Baca juga: Segini Kabarnya Uang Sinamot yang Diterima Jessica Mila Usai Dinikahi Anak Pengacara Otto Hasibuan

Jika dirinya memang diberi wewenang, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan kesiapannya untuk membantu Jessica.
"Saya bersedia menolong dia, itu komitmen saya," tegasnya.
"Kalau memang dia menyerahkan masalahnya ke saya," lanjutnya.
Komitmen tersebut diungkap Kamaruddin dan bersedia bergabung dengan Otto Hasibuan.
Kamaruddin Simanjuntak menilai bahwa kasus Jessica Wongso menggantung.
Baca juga: 7 Penyebab Wanita Kesakitan saat Berhubungan Seksual: Tak Cuma Vaginismus, Bisa karena Kurang Gairah
Ia beranggapan Jessica Wongso tidak bersalah atas kematian Mirna Salihin.
"Kalau saya, dari segi ilmiah tidak ada yang menjerat Jessica," jelasnya.
"Misalnya saksi, tidak ada yang melihat dia memakai racun atau memasukkan atau menggunakan racun," imbuhnya.
Oleh karena itu, Kamaruddin Simanjuntak menganggap hakim dan jaksa terlalu cepat memutuskan.
"Jelas terburu-buru," katanya.
"Menurut saya, majelis hakim itu dan Jaksa terlalu berani menyimpulkan sedemikian rupa," sambungnya.
Kamaruddin Simanjuntak menyebut sepatutnya otopsi menjadi salah satu kunci kasus Jessica Wongso.
Baca juga: dr. Zaidul Akbar Bagikan Cara Atasi Jerawat Tanpa Obat, Manfaatkan Rimpang Dicampur Madu

Adanya otopsi membuat masalah yang tidak nampak jadi terlihat jelas.
"Jadi otopsi itu sangat perlu untuk memastikan apakah Jessica itu meracuni atau tidak," ucapnya.
Kamaruddin Simanjuntak mengungkap kemungkinan pelaku pembunuhan Mirna Salihin bukan Jessica Wongso melainkan kerabat terdekat.
"Belum tentu juga Jessica itu pelakunya, bisa saja keluarga dekat yang lain," ungkapnya.
"Kalau misalnya diberi racun, diberi di mana, itu harus bisa dibuktikan," tandasnya.
Berita Sebelumnya: Viral Kasus Jessica Wongso, Dokter Tak Temukan Sianida dalam Tubuh Mirna, Kok Bisa Cuma di Lambung?

dr. Djaja Surya Atmadja menjadi sorotan lantaran pernyataannya tidak menemukan racun sianida dalam tubuh Mirna, dalam kasus yang melibatkan Jessica Wongso.
Pengakuan ini mengejutkan karena dr. Djaja Surya Atmadja memang sosok yang ahli dalam bidang patologi forensik.
dr. Djaja juga merupakan salah satu dokter yang menangani jenazah Mirna dan juga menjadi saksi ahli dari pihak Jessica Wongso.
dr. Djaja menyebut bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.
Pendapat atas keahliannya ini sudah ia kemukakan sejak 2016 silam.
Baca juga: Bukan Cuma Diabetes, Banyak Konsumsi Gula dan Garam Juga Berbahaya untuk Jantung
Tewas bukan karena sianida
Kini, setelah film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tayang, dr. Djaja kembali jadi sorotan dan tampil di YouTube dr. Richard Lee.
Di acara itu, dr. Djaja kembali menegaskan bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.
"Waktu itu dibuka perutnya doang, diambil isi lambungnya, ambil jaringan hatinya, ambil darah, ambil urine.
Yang pertama dikirim ke Puslabfor, hasilnya sianida negatif.
Tadi yang diambil darah, hati, isi lambung, urine, semuanya negatif sianida, kecuali di lambung.
Di lambung ketemu sianida 0,2 mg/liter," ungkap dr. Djaja.
Baca juga: Profil Suami Jessica Mila, Yakup Hasibuan yang Merupakan Seorang CEO dan Pengacara
Bagaimana bisa sianida hanya ada di lambung?
Dokter Djaja Surya Atmadja kemudian mempertanyakan asal usul sianida tersebut.
Ia juga menyebut 0,2 mg/liter sianida merupakan kadar yang kecil, yang bisa saja berasal dari pembusukan.
"0,2 itu kecil banget dan logikanya kalau dia ada sianida, besar kemudian jadi kecil itu masuk akal.
Tapi kalau tidak ada kemudian jadi ada, itu kan tanda tanya, dari mana?
Bisa juga karena pembusukan, pembusukan bisa menghasilkan sianida walaupun kecil," lanjutnya.
Dokter Djaja turut menjelaskan mekanisme sianida jika masuk ke dalam tubuh.
Salah satu tandanya adalah adanya Tiosianat di dalam hati, darah, hingga urine.
Namun hal itu tidak ditemukan dalam tubuh Mirna.
Baca juga: Radiasi Ponsel Bisa Merusak Otak dan Sebabkan Tumor, Hoaks atau Fakta?
"Sianida itu bisa bikin orang mati kalau dia udah masuk ke darah. Nah dari lambung, pembuluh darah masuknya ke hati kan, nah di hati itu tubuh kita punya mekanisme detoksifikasi."
"Dirubahlah CN- ditambah S dari Tiosianat di badan kita menjadi CNS, CNS itu Tiosianat Maka salah satu tanda bahwa dia udah kemasukan sianida adalah ada Tiosianat di dalam hati, darah, urine, kalau diperiksa di liur ada."
"Dan itu (kasus Mirna) tidak ada," jelas dr. Djaja.
"Itu tidak ada? Berarti bukan karena sianida dong," sahut dr. Richard kaget.
Profil dr. Djaja Surya Atmadja

dr. Djaja Surya Atmadja lahir di Jakarta, 19 Mei 1960
Ia adalah seorang Dokter dan Ahli Patologi Forensik dan dosen senior di Departemen Kedokteran Forensik dan Medico-legal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Dikutip dari halaman Linkdn miliknya, sebagai Ahli Patologi Forensik, dr. Djaja terlibat dalam berbagai investigasi kematian mediko-legal, termasuk investigasi pembunuhan serta kematian di tempat kerja dan kematian dalam lingkungan perawatan medis dan perawatan kesehatan.
Sebagai Penyelidik Forensik Klinis, ia juga terlibat dalam berbagai penyelidikan forensik klinis, termasuk masalah kriminal seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan penelantaran anak, pemerkosaan dan penyerangan seksual, pembunuhan tidak disengaja, penyelidikan malpraktik, dan kasus asuransi.
Ia telah menghabiskan waktu 3 dekade untuk menekuni dunia akademik dan penelitian.
Berikut capaiannya :
- Gelar lanjutan dalam ilmu kedokteran (MD) dan ahli patologi forensik (Forensic Pathologist) dari Universitas Indonesia (Indonesia)
- Ph.D dalam bidang aplikasi DNA (biologi molekuler) dalam kedokteran forensik dari Kobe University School of Medicine (Jepang)
- gelar sarjana hukum ( Judicial Doctor) dari Universitas Indonesia (Indonesia) dan Diplome in Forensic Medicine (DFM) dari National School of Public Health, Utrecht (Belanda).
- Keterampilan dan kompetensi di bidang pendidikan dan penelitian kedokteran khususnya di bidang Patologi, Antropologi, Pembalseman dan DNA
- Keterampilan dan kompetensi di bidang konsultasi mediko-legal dan hukum kesehatan/kedokteran
- Keterampilan dan kompetensi di bidang pengawetan jenazah khususnya estetika
- Mengikuti pelatihan Patologi Neuro Forensik dan polimorfisme DNA di Kobe University School of Medicine, Kobe, Jepang 1989-1990
- Mengikuti pelatihan database DNA di laboratorium DNA Biro Investigasi Kementerian Kehakiman, Taipei, Taiwan (Republik Tiongkok) 2005 dan 2006,
- Bersama bersama dr Evi Untoro membangun database DNA penduduk Indonesia CODIS 13 (Kedokteran Hukum 2009; 9: S203-5)
Keahlian:
- Pendidikan dan penelitian kedokteran
- Patologi Forensik
- Antropologi Forensik
- Kedokteran Forensik Klinik
- Biologi Molekuler Forensik
- Kesehatan/Hukum Kedokteran
(TribunHealth.com, BangkaPos)