TRIBUNHEALTH.COM - Tanpa disadari, penyakit stroke bisa mengintai berbagai usia.
Seringkali penyakit stroke dianggap hanya bisa terjadi pada usia lanjut saja.
Nyatanya banyak usia muda mengalami gejala stroke maupun stroke ringan.
Seseorang dengan stroke perlu mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat agar tidak mengalami kejadian fatal.
Stroke merupakan kondisi medis yang menakutkan dan mengancam jiwa, namun begitu pasien mulai pulih, pasien akan mengalami dampak pada kualitas hidup yang disebabkan oleh kerusakan.
Stroke mungkin memiliki dampak yang cukup besar pada kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik.

Baca juga: Cara Mengetahui Apakah Anak Mengalami ADHD, Disampaikan Irma Gustiana, Seorang Psikolog Anak
Setelah stroke, kebugaran fisik dapat menurun ke tingkat yang tidak cukup untuk melakukan kegiatan rumah tangga yang mendasar sekalipun.
Gangguan kebugaran fisik setelah stroke menimbulkan risiko stroke berulang, penyakit jantung dan fraktur akibat jatuh, dan dapat mempengaruhi reintegrasi ke dalam masyarakat.
Pedoman klinis nasional merekomendasikan bahwa pasien stroke harus didorong untuk berpartisipasi dalam olahragateratur dan pelatihan aerobik jika memungkinkan.
Setiap jumlah aktivitas fisik merupakan langkah positif bagi penderita stroke.
Seiring waktu, bahkan aktivitas ringan seperti berjalan di sekitar blok atau mencuci pakaian akan berkontribusi pada perbaikan fisik dan membantu mencegah dekondisi yang mengarah pada kerusakan lebih lanjut.
Baca juga: Dokter Spesialis Anak, S.T Andreas Terangkan Perbedaan Flu Singapura dan Cacar Air
Namun, aktivitas dengan intensitas sedang justru lebih bermanfaat bagi kesehatan pasien.
Selain itu, latihan aktivitas sehari-hari (ADL) merupakanintervensi yang sering digunakan oleh terapis dalam rehabilitasi stroke.
Terapis okupasi melakukan analisis aktivitas untuk memicu pemulihan setelah stroke, dan dapat mencakup penyediaan dan pelatihan dalam penggunaan peralatan adaptif untuk mengkompensasi hilangnya kemampuan melakukan ADL.
Latihan ADL yang dilanjutkan di rumah efektif meningkatkan kemandirian.
Adakah cara melanjutkan kehidupan yang baik bagi pasien pasca stroke?
Begini penjelasan dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K.
Baca juga: Mengenal Kegawatdaruratan Kehamilan, Dapat Terjadi pada Usia Kehamilan Kurang & Lebih dari 20 Minggu
Nilla adalah seorang Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Konsultan.
Nilla Mengawali karirnya sebagai dokter umum di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar pada 2010.
Kemudian pada 2010 Nilla menekuni profesinya menjadi dokter rehabilitasi medik.
Pada tahun yang sama hingga saat ini, Nilla juga masih aktif menjadi Dosen Departemen kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-UNHAS.
Berkat kemampuannya, pada 2011 hingga 2013 ia dipercaya sebagai Kepala Seksi Pelayanan Medik Rawat Inap RSUP.dr Wahidin Sudirohusodo.
Dilanjutkan pada 2015 sampai 2019 menjadi Kepala seksi Pelayanan Medik Rawat jalan.
Baca juga: Dr. drg. Eddy Heriyanto Jelaskan Syarat yang Dilakukan Sebelum Pemasangan Kawat Gigi
Karena pengalaman dan kemampuannya, pada 2019 hingga sekarang, ia berpraktek dan sekaligus menjabat sebagai Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP.dr.Wahidin Sudirohusodo.
Kompetensi yang dimiliki oleh Nilla tidak bisa diragukan.
Tercatat, berdasarkan daftar riwayat hidup yang diterima oleh Tribunhealth, dirinya telah menempuh berbagai jenjang pendidikan dan lulus dari sejumlah universitas ternama di Indonesia dan luar negeri.
Berikut di antaranya:
1. Profesi Dokter Umum Universitas Hasanuddin (2002)
2. Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2010)
Baca juga: dr. Andi Nanis Sacharina Marzuki, Sp. A (K) Sampaikan Pemenuhan Gizi Tepat pada Masa Pubertas Anak
3. Magister Kesehatan di Universitas Padjadjaran (2009)
4. Fellowship Pediatric Rehabilitasi (2016)
5. Konsultan Rehabilitasi Anak, Kolegium IKFR (2020).
Profil lengkap dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K bisa dilihat disini.
Pertanyaan :
Adakah cara melanjutkan kehidupan yang baik bagi pasien pasca stroke?
Anggra, Solo
Baca juga: Mengenal Kegawatdaruratan Kehamilan, Dapat Terjadi pada Usia Kehamilan Kurang & Lebih dari 20 Minggu
dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K menjawab :
Seringkali terjadi kekeliruan dari pola perilaku caregiver dalam pembatasan yang berlebihan pada pasien, di mana pasien dilakukan imobilisasi yang lama, sehingga terjadi dekondisi yang justru dapat memberikan komplikasi pada pasien.
Penderita stroke harus didorong untuk berpartisipasi dalam program latihan komunitas yang sesuai, dan tetap diberi dukungan.
Sebagian besar pasien pasca stroke menghadapi kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan setelah stroke, terutama ketika intervensi di Rumah Sakit telah selesai.
Dukungan selama fase ini sangat penting dan telah terbukti berkorelasi langsung dengan hasil pasca stroke.
Tiga aspek penting dari dukungan yang dibutuhkan pasien pasca stroke, di antaranya dukungan emosional, instrumental (dukungan praktis seperti bantuan dalam rumah), dan informasional.
Baca juga: Waspada Cacar Monyet yang Ditularkan Melalui Kontak Erat dengan Hewan Primata
Penderita stroke yang memiliki gangguan residual pada akhir fase perawatan rehabilitasi harus ditinjau setiap tahun.
Dalam hal mengemudi, stroke dapat berdampak besar pada kemampuan seseorang untuk mengemudi dan/atau kemampuannya untuk menggunakan transportasi umum.
Pasien dengan stroke harus diberitahu bahwa mereka tidak boleh mengemudi setidaknya satu bulan setelah stroke mereka, dan sebaiknya dilakukan assessment mendalam pada pasien yang memiliki gejala sisa seperti masalah visual, kelemahan otot dan defisit kognitif, serta evaluasi mendalam mengenai mengemudi dan transportasi sebelum stroke.
Untuk masalah seks, mengalami stroke bukan berarti mengakhiri kehidupan seks pasien.
Baca juga: dr. Mira Trisna Murti Paparkan Cara Pencegahan dan Pencegahan Xerosis Cutis, Begini Penjelasannya
Ketakutan yang paling umum adalah bahwa melanjutkan hubungan seks dapat menyebabkan stroke lagi.
Setelah stroke, aktivitas seksual dapat dilanjutkan segera setelah pasien merasa siap untuk melakukannya.
Saat berhubungan seks, detak jantung meningkat tidak lebih dari aktivitas normal sehari-hari dan tekanan darah tidak meningkat secara signifikan.
Pasien dengan hipertensi yang diketahui harus disarankan untuk minum obat sesuai resep, dan berkonsultasi dengan dokter jika mereka memiliki masalah.
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)