TRIBUNHEALTH.COM - Infeksi Saluran Pernapasan Akut biasa disebut dengan ISPA.
ISPA bisa terjadi pada segala usia, mulai anak-anak, orang dewasa, hingga lansia.
Gejala yang ada mengikuti pada area yang terkena.
Baca juga: Mengenal MERS-CoV Penyakit Pernapasan dari Timur Tengah dan Cara Mencegahnya
Begitu pula dengan penanganannya, pengobatan ISPA disesuaikan dengan faktor penyebabnya.
Karena diketahui, ISPA bisa terjadi akibat suatu virus maupun bakteri.
Meski cenderung bisa ditangani, namun seseorang yang telah sembuh dari ISPA masih bisa berpotensi untuk terkena ISPA kembali.
Hal ini diungkapkan oleh dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A.
"Sangat mungkin untuk kambuh lagi, jadi tidak ada hukum yang mengatakan akan ada kekebalan yang sifatnya seumur hidup jika sudah terkena ISPA," ucapnya dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video.
Baca juga: Benarkah Ispa Menimbulkan Peradangan pada Saluran Pernafasan? Berikut Ulasan Dokter
Kondisi demikian terjadi lantaran penyebab ISPA sangat beragam yang terbagi menjadi 2 besar, yaitu virus dan bakteri.
Virus sendiri telah terbagi menjadi berbagai jenis.
Sehingga bila terkena Rhinovirus yang merupakan penyebab terbesar terjadinya ISPA, maka bukan berarti menjadi kebal terhadap Corona virus atau Influenza virus.
Namun demikian, kekambuha dapat dicegah dengan sejumlah cara.
Baca juga: Terjadi Penurunan Kasus Covid-19, Jubir Vaksin Imbau Deteksi Dini Guna Putus Mata Rantai Penularan
Di antaranya seperti:
- Makan-makanan bergizi
- Istirahat cukup
- Olahraga
- dan mengurangi konsumsi makanan berlemak.
Selain cara di atas, bisa juga melakukan imunisasi.
Baca juga: Alasan Imunisasi Harus Dilakukan Berulang, Simak Penjelasan dari Prof Dr dr Harsono Salimo Sp A(K)
Imunisasi yang sudah ada adalah Influenza yang berfungsi untuk menimbulkan kekebalan terhadap jenis virus yang ada pada vaksin tersebut.
"Misalnya ada temuan vaksin baru SARS-CoV-2, vaksin yanga da selama ini belum mengandung kuman ini."
"Jadi tidak bisa untuk memunculkan kekebalan pada corona virus," jelas Roro.
Dari hal tersebut, dapat diartikan bahwa imunisasi bersifat spesifik. Tidak bisa diberikan secara umum pada semua jenis virus.
Selain itu, ada pula imunisasi PCV atau pneumococcal conjugate vaccine.
Imunisasi diberikan pada Penumonia yang disebabkan oleh bakteri.
Imunisasi PCV baru bisa didapat secara mandiri alias biaya sendiri tanpa bantuan pemerintah.
Bisa Sebabkan Kematian
Roro menyampaikan ISPA bisa berisiko menyebabkan kematian.
Kasus kematian ini terjadi cukup banyak.
Baca juga: Jangan Lengah meski Gejala Omicron Lebih Rendah dari Delta, Dokter: Kasus Kematian Bisa Mengintai
"Kalau kita bicara ISPA Pneumonia, maka kasus kematian cukup banyak terjadi," ucapnya.
Utamanya pada anak dibawah usia 3 tahun yang sudah memiliki penyakit komorbid.
Seperti penyakit jantung bawaan dan gizi buruk
Kasus kematian banyak terjadi, akibat bakteri yang menyebabkan Pneumonia bukan hanya bersarang di paru saja.
Melainkan juga menyebar pada area otak dan darah.
Bila sudah menuju area darah, maka bisa menyebabkan infeksi menyeluruh. Misalnya Sepsis.
Baca juga: Beragam Pemeriksaan dalam Mendiagnosa Penyakit Sepsis, Berikut Penjelasan dr. Mustopa, Sp.PD
"Akhirnya bisa berujung pada kematian," imbuh Roro.
Sedangkan bila sudah menyebar di area otak, maka berujung menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat.
Gejala ISPA
Roro menyampaikan ISPA pada anak dan orang dewasa tidak terlalu jauh berbeda.
Gejala yang ada mengikuti pada area yang terkena.
Jika mulai dari hidung, maka sudah masuk pada saluran napas. Akhirnya menimbulkan gejala pilek.
Baca juga: NHS Sebut Gejala Polip Hidung Mirip dengan Pilek, Bedanya Tak Akan Sembuh jika Tak Diobati
Bila terkena pada hidung bagian dalam, maka akan dirasakan gejala seolah-olah terdapat sesuatu yang masuk ke dalam saluran napas bagian dalam (post nasal drip).
"Jadi rasanya kayak ketelan sendiri," imbuh Roro.
Selanjutnya, jika semakin turun memasuki area faring atau laring, maka akan muncul tanda:
- Nyeri tenggorokan
- Nyeri telan
- dan batuk.
Batuk sebenarnya adalah suatu bentuk pertahanan tubuh untuk mengeluarkan kuman-kuman yang ada di saluran napas.
Jadi bukan berarti batuk harus selalu dihilangkan.
Baca juga: Kuman Penyebab TBC Menyebar Melalui Udara, Akan Sangat Mudah Menular
Kemudian, jika masuk ke dalam saluran napas seperti trakea atau paru-paru, maka bisa jadi sesak dan menimbulkan suara tambahan di paru.
Tanda lain pada infeksi yang bisa ditemui adalah demam.
Tanda ini bersifat general atau sistemik.
Serupa dengan batuk, demam adalah wujud dari pertahanan tubuh untuk menghadapi infansi kuman atau patogen.
Demam ini juga bervariasi, mulai dari ringan hingga demam tinggi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa gejala sangat beragam.
Baca juga: Waspada, Konsumsi Jamur Enoki yang Tercemar Bakteri Menimbulkan Gejala Demam Hingga Nyeri Sendi
Namun terkhusus pada ISPA yang disebabkan oleh bakteri, terdapat gejala khusus yang bisa dikenali. Seperti:
- Demam tinggi (bisa lebih dari 38 derjaat celcius)
- Tidak ada batuk
- Sering terjadi di bawah usia 3 tahun
- Terdapat putih-putih pada area tenggorokan atau amandel.
Bila sudah menemukan sejumlah tanda di atas, perlu segera ke dokter.
Saluran Napas Adalah Satu-Kesatuan
Seringkali orang menyebut ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas.
Hal ini dilaterbelakangi karena mulanya ISPA terbagi menjadi dua bagian. Yaitu atas dan bawah.
Mulai dari hidung masuk ke dalam laring, turun lagi ke trakea.
Trakea ini bercabang dan masuk ke dalam paru-paru.
Perbatasan secara konvensional ini, adalah laring.
"Sehingga infeksi saluran pernapasan dibagi menjadi atas dan bawah," ucap Roro.
Baca juga: dr. Fariz Nurwidya: Penderita Asma Memiliki Saluran Pernapasan Sensitif Dibandingan Orang Tanpa Asma
Namun saat ini, ISPA sudah tidak dibagi menjadi atas dan bawah.
Karena saluran napas dianggap sebagai satu-kesatuan.
Sementara penyebutan akut, merujuk pada waktu.
Artinya seberapa lama pasien mengalami infeksi. Hitungannya kurang lebih 2 minggu.
"Jadi kalau kita bicara ISPA adalah infeksi saluran napas, yang lama kejadiannya kurang dari atau sama dengan 2 minggu," papar Roro.
Penjelasan dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video(6/1/2021)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)