TRIBUNHEALTH.COM - Epilepsi merupakan gangguan kesehatan yang menyerang pada sistem saraf pusat akibat dari pola aktifitas listrik yang abnormal.
Deteksi dini dapat dilakukan pada pasien yang mengalami epilepsi.
Tetapi deteksi dini pada epilepsi banyak jenisnya.
"Deteksi dini pada epilepsi harus digolongkan dulu apa penyebabnya," terang dr Felix Adrian.
Pertama, jika epilepsi terjadi karena infeksi pada otak, maka perlu dilakukan pemeriksaan cairan pada otak.
Baca juga: Perbedaan Radang dan Alergi, Kenali Gejala-gejalanya
Baca juga: Cara Mencegah Diare dan Cara Mengatasinya

Kedua, epilesi yang terjadi karena trauma kepala, maka perlu dilakukan CT Scan pada kepala, apakah ada sesuatu yang terjadi di kepalanya atau tidak.
Ketiga, melakukan MRI untuk melihat apakah ada gangguan pada struktur otaknya.
Keempat, melakukan EEG untuk melihat anatomi dan struktur otak.
Serta EEG dapat digunakan untuk melihat aliran listrik yang ada di otak apakah ada suatu masalah pada otak atau tidak.
Baca juga: Apakah Mimisan Bisa Terjadi karena Faktor Genetik? Simak Penjelasan Dokter
Baca juga: Mengenal Keracunan dan Cara Mecegahnya, Biasakan Cuci Tangan Sebelum Makan
Pertolongan pertama yang harus dilakukan untuk penderita epilepsi menurut dr Felix Adrian:
1. Penolong tidak boleh panik
2. Mengamankan situasi sekitar
Menjauhkan orang-orang dari penderita epilepsi, karena saat pasien epilepsi kejang, pasien tersebut memiliki hipoksia (kekurangan oksigen).
3. Menjauhkan benda-benda yang berbahaya dari penderita epilepsi yang kejang
Baca juga: Cara Mengatasi Sakit Tenggorokan Bagimana Dok?
Baca juga: Mengenali Penyakit Alzheimer dan Gejalanya yang Perlu Diketahui
4. Ketika kejang sudah berhenti, disarankan untuk memiringkan posisi badan penderita
Tujuan dari hal ini adalah untuk mengelurakan air liurnya dan untuk mencegah agar lidah dari penderita tidak jatuh ke belakang.
Karena jika lidah jatuh ke belakang, dapat menyumbat saluran pernafasan pada penderita tersebut.
5. Jangan memasukkan benda ke dalam mulut penderita
"Banyak orang yang berpikiran untuk memasukkan benda ke dalam mulut penderita epilepsi, seperti sendok, tetapi dalam hal ini tidak direkomendasikan lagi karena cedera yang timbul akibat dimasukkan benda ke dalam mulut bisa lebih berbahaya," terang dr Felix Adrian.
Baca juga: 10 Masalah Kesehatan yang Akan Muncul Jika Terus-terusan Begadang, Obesitas hingga Masalah Jantung
Baca juga: Sesak Napas Saat Tidur, Gejala Penyakit Apa Dok?

"Cedera tersebut misalnya benda itu patah di dalam mulut lalu masuk dan tersedak di paru-paru atau gigi pasien patah dan masuk ke dalam paru-paru, hal ini menyebabkan pasien mengalami aspirasi dan menyebabkan infeksi," lanjut dr Felix Adrian.
6. Jangan menahan dan memegang penderita epilepsi yang sedang kejang
"Karena prinsip dari seorang penolong adalah tidak boleh menjadi korban berikutnya," jelas dr Felix Adrian.
Ketika penolong memegang erat penderita epilepsi yang sedang kejang, maka penolong tersebut bisa berisiko seperti kepalanya terbentur atau terpukul.
Baca juga: Berapakah Usia Ideal Anak Menjalani Puasa Ramadhan? Simak Ulasan Dokter Berikut Ini
Baca juga: Berapakah Normal Kandungan Vitamin D3 untuk Tubuh? Simak Penjelasan Dokter Berikut
Pengobatan untuk pasien epilepsi menurut dr Felix Adrian:
- Pemberian obat pada pasien epilepsi dilakukan sesuai dengan tipe bangkitannya.
Apabila tipe bangkitannya parsial, maka akan diberikan obat yang parsial.
- Pengobatan untuk pasien epilepsi, biasanya dilakukan minimal 3 tahun pengobatan.
- Melakukan evaluasi menggunakan EEG atau MRI
Baca juga: Tips Menjaga Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini Menurut drg Nodika Herda
Baca juga: Apa Itu Sleep Apnea? Berikut Gejalanya, Dari Mendengkur Hingga Susah Tidur
Pada hal ini akan diketahui apakah masih ada suatu bangkitan yang bisa memicu dikemudian hari.
- Apabila sudah tidak tidak ada bangkitan pada pasien epilepsi, maka dosis obat bisa diturunkan pelan-pelan
- Melakukan operasi
Baca juga: Radang Amandel Dapat Disebabkan Karena Infeksi Virus atau Bakteri, Berikut Penjelasannya
Baca juga: Mengenal Penyakit Hipotiroid, Berikut Gejala dan Penyebabnya
Baca berita lain seputar kesehatan di sini
(Tribunhealth.com/Irma Rahmasari)