Breaking News:

Ibu Hamil yang Mengalami Hipertensi, Boleh Melahirkan Normal atau Harus Caesar?

Terjadinya kenaikan tekanan darah pada ibu hamil bukanlah hal yang bisa disepelekan.

Penulis: Putri Pramestianggraini | Editor: Ahmad Nur Rosikin
health.grid.id
ilustrasi ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi 

TRIBUNHEALTH.COM - Pernahkah Anda mendengar kasus tekanan darah tinggi pada ibu hamil?

Ya, beberapa wanita ada yang mengalami tekanan darah tinggi saat mengandung.

Tentunya, tekanan darah tinggi saat hamil tidak bisa dianggap sepele.

Namun, banyak yang belum tahu penyebab dari tekanan darah tinggi saat hamil.

Jenis-jenis tekanan darah tinggi pada ibu hamil ternyata berbeda-beda.

Ibu hamil harus memperhatikan tekanan darah agar tidak terjadi kenaikan.

Terjadinya kenaikan tekanan darah pada ibu hamil bukanlah hal yang bisa disepelekan.

ilustrasi ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi
ilustrasi ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi (nakita.grid.id)

Baca juga: Segini Besaran Protein yang Dibutuhkan Penderita Diabetes

Tekanan darah tinggi pada ibu hamil ternyata berbahaya sekali.

Ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi bisa berisiko seperti pecah pembuluh darah, stroke dan juga kejang.

Lantas, apakah ibu hamil dengan kondisi ini boleh melahirkan secara normal atau harus sesar?

2 dari 4 halaman

Dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dr. Bambang Ekowiyono menyampaikan tanggapannya pada tayangan YouTube TribunHealth.com mengenai ibu hamil dengan hipertensi boleh melahirkan secara normal atau harus sesar.

Bagi ibu hamil, memang disarankan untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.

Baca juga: 6 Khasiat Pisang Mentah bagi Kesehatan Tubuh: Kendalikan Diabetes

Dokter Bambang Ekowiyono mengatakan, ibu hamil yang mengalami tensi tinggi apabila pemantauannya baik dan terkontrol, maka penanganannya saat melahirkan bisa normal dan tidak harus sesar.

Ia menyampaikan jika perlu dilakukan ANC (antenatal care) pada periode kehamilan yang biasanya dilakukan minimal tiga kali yakni di trimester pertama, trimester kedua dan trimester ketiga.

"Jadi ibu hamil dengan tensi tinggi, kalau pemantauannya secara baik, terkontrol, penangannya tidak harus sesar, tapi bisa secara normal," kata dr. Bambang Ekowiyono.

"Jadi memang perlu dilakukan namanya ANC (antenatal care) dalam satu periode kehamilan, biasanya minimal tiga kali ya. Trimester pertama, trimester kedua dan teimester ketiga," imbuhnya.

ANC jika dilakukan lebih dari tiga kali, kata dr. Bambang lebih disarankan. Karena dengan pemantauan pada trimester pertama bisa diketahui pertumbuhan janinnya dan kondisi klinis dari ibu.

Baca juga: 3 Manfaat Lemon bagi Penderita Diabetes, Salah Satunya Menghindari Risiko Komplikasi Diabetes

Kemudian, kata dr. Bambang, dari kondisi ibu juga bisa diketahui apakah tensinya baik-baik saja atau tidak.

Dijelaskan dr. Bambang jika secara klinis dokter bisa mengamati seorang ibu tersebut baik-baik saja atau tidak.

"Kalau lebih dri tiga kali lebih disarankan. Karena dengan pemantauan pada trimester pertama, kita bisa melihat pertumbuhan janinnya. Meliputi dari kondisi klinis daripada ibunya baik-baik saja atau tidak. Kemudian dari ibunya, mislanya dengan tensinya normal atau tidak, kemudian pemeriksaan pendukung yang lain," lanjutnya.

3 dari 4 halaman

"Secara klinis kita bisa mengamati 'oh ini kira-kira seorang ibu ini baik'. Secara kasat mata dilihat dari pasien datang sudah bisa melihat 'oh ini kondisi ibunya baik'," tutur dr. Bambang.

Lanjut, dokter spesialis kebidanan dan kandungan dr. Bambang Ekowiyono menuturkan, jika tensi ibu tinggi maka akan dikonfirmasi dengan pemeriksaan vital sign dengan mengukur tensi.

ilustrasi ibu hamil yang mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi
ilustrasi ibu hamil yang mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi (lifestyle.kompas.com)

Baca juga: 8 Penyakit Ini Bisa Terjadi Akibat Kolesterol Tinggi, Jangan Anggap Sepele

Apabila tensi tinggi, maka perlu dilakukan pemantauan secara ketat.

dr. Bambang menegaskan, tensi yang tidak dikontrol secara ketat bisa terjadi peningkatan tensi yang tinggi.

"Tapi kalau misalnya kok ibunya tensinya tinggi, biasanya sudah kelihatan. Kita konfirmasi dengan pemeriksaan vital sign dengan mengukur tensi," jelasnya.

"Kira-kira tensinya tinggi ya, ini perlu dilakukan pemantauan secara ketat. Karena kalau tidak dikontrol secara ketat, bisa terjadi peningkatan tensi yang kadang naik, kadang tinggi," ujarnya.

Tensi yang lebih dari 160, kata dr. Bambang berisiko pada ibu misalnya tiba-tiba kejang dan yang terburuk bisa menyebabkan stroke.

Sedangkan pada bayi bisa terjadi kematian bayi yang mendadak. Yang paling ringan adalah pertumbuhan janin terhambat.

Baca juga: Penderita Kolesterol Tinggi Dianjurkan Konsumsi Makanan Ini

"Kalau lebih dari 160 berisiko pada ibunya. Bisa tiba-tiba terjadi kejang, dan yang terburuk bisa menyebabkan stroke. Kepada bayinya, bisa terjadi kematian bayi yang mendadak," paparnya.

"Sampai dengan yang paling ringan ada pertumbuhan janin terhambat." pungkas dr. Bambang.

4 dari 4 halaman

Ini disampaikan pada channel Youtube TribunHealth bersama dengan dr. Bambang Ekowiyono Sp.OG. Seorang dokter spesialis kandungan dan kebidanan dari Rumah Sakit Nirmala Suri Sukoharjo.

(TribunHealth.com/PP)

 

Selanjutnya
Tags:
Tribunhealth.comibu hamilhipertensiCaesar
BERITATERKAIT
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved