TRIBUNHEALTH.COM - Sobat sehat, berbicara tentang seksual, sebenarnya ini menjadi hal yang penting bagi pasangan suami istri.
Perlu sobat sehat ketahui, masalah seksual ini juga bisa dialami oleh pria maupun wanita.
Ternyata, penurunan atau adanya masalah pada hormon testosteron juga bisa mempengaruhi hubungan seksual pasangan suami istri (pasutri).
Untuk mengetahui adanya masalah pada hormon testosteron, tentunya harus dilakukan tes lab.
Saat tes lab hormon testosteron hasilnya rendah. Misal mau terapi hormon testosteron cukup hanya sekali saja kah? Jika sudah ada hasil dilanjut dengan meningkatkan hormon secara alami seperti olahraga tertentu bagaimana?
Medical sexolog, dr. Binsar Martin Sinaga menyampaikan tanggapannya pada tayangan YouTube Tribunnews.com.
Berbicara mengenai seksual, sebenarnya ini menjadi hal yang penting bagi pasangan suami istri.
Baca juga: Cara Cek Pengumuman Kelulusan CPNS Kejaksaan 2023 di Laman SSCASN BKN
Jika seseorang mengalami masalah seksual seperti menurunnya kadar hormon testosteron, maka hal ini perlu menjadi perhatian dan bisa diatasi dengan terapi hormon testosteron.
Dijelaskan oleh dr. Binsar, tujuan utama dari terapi hormon testosteron yakni mengganti hormon testosteron yang sudah menurun. Sehingga targetnya ialah kadar hormon yang mencapai kadar 700 gr/dL atau 7,00 ng/ml.
Sehingga diharapkan tubuh akan mengalami kebugaran dan bisa bertahan lebih lama.
"Jadi memang tujuan utama terapi hormon testosteron itu adalah kita mengganti hormon testosteron yang sudah menurun itu. Kita memperbaiki, kita menstibtusi. Sehingga target kita adalah kadar hormon testosteron itu mencapai kadar 700 gr/dL atau 7,00 ng/ml," kata dr. Binsar.
"Sehingga, kita harapkan tubuh itu akan mengalami kebugaran. Sehingga dapat bertahan lebih lama," lanjutnya.
Baca juga: Beda Flu dan Pilek, Bisa Lakukan Cara Mudah Ini di Rumah jika Sedang Flu
Lebih lanjut, kata dr. Binsar kembali lagi pada kendala yakni biaya.
Ia menuturkan jika biaya suntik testosteron mahal karena belumada obat yang dibuat di Indonesia. Obat tersebut masih di buat di Jerman dan diimport oleh perusahaan farmasi untuk masuk ke Indonesia.
Sehingga, kendala biaya ini yang membuat seseorang merasa 'apakah perawatan ini hanya dilakukan sekali saja'.
Dikatakan seksolog dr. Binsar, hanya melakukan sekali perawatan juga silahkan. Karena, begitu disuntikkan satu kali, ada dua kemungkinan yag terjadi.
Kemungkinan tersebut, yang pertama adalah kadar testosteron akan anik karena tubuh tidak terlalu bermasalah, sehingga testosteron tidak banyak digunakan untuk memperbaiki tubuh.
"Tetapi, kembali kepada kendala. Kendalanya apa? Biaya. Suntik testosteron itu mahal karena belum ada obat yang dibuat di Indonesia. Obat itu masih dibuat di luar negeri, Jerman dan diimpor oleh perusahaan farmasi untuk masuk ke Indonesia," jelasnya.
Baca juga: Contoh Soal Tes Psikotes Matematika untuk Seleksi Kerja dan Perguruan Tinggi Lengkap Jawaban
"Sehingga, kendala biaya ini sering orang merasa 'apakah saya cukup satu kali saja?'. Saya katakan, silahkan. Karena begitu disuntikkan satu kali, ada dua kemungkinan yang terjadi. Yang pertama, kadar testosteron dia akan naik karena tubuhnya tidak terlalu bermasalah. Sehingga testosteron dia tidak banyak terpakai untuk memperbaiki tubuhnya," tutur dr. Binsar.
dr. Binsar mengatakan, yang menjadi masalah yang kedua, yakni bisa saja saat penyuntikan, kadar testosteron malah menurun karena tubuhnya sangat bermasalah.
Sehingga saat dilakukan evaluasi ulang, 6 minggu kemudian yakni dengan pemeriksaan lab, kadar testosteron akan turun dari sebelumnya.
"Tetapi yang menjadi masalah yang kedua, bisa saja pada waktu penyuntikan, kadar testosteron dia malah turun. Karena apa? Karena tubuhnya itu sangat bermasalah. Sehingga, pada waktu disuntikkan, maka testosteron banyak terpakai," ujarnya.
"Sehingga pada waktu evaluasi ulang 6 minggu kemudian pemeriksaan lab kadar testosteron, maka testosteron dia turun dari sebelumnya." pungkasnya.
Ini disampaikan pada channel YouTube Tribunnews bersama dengan dr. Binsar Martin Sinaga FIAS. Seorang medical sexologist.
(TribunHealth.com/PP)