Breaking News:

Tuberkulosis Bisa Berbahaya dan Menular, Begini Prosedur Pengobatannya

Menurut Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P pasien tuberkulosis (TB/TBC) bisa relapse atau kambuh lagi.

kompas.com
ilustrasi penderita tuberkulosis (TB/TBC) begini penuturan Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P 

TRIBUNHEALTH.COM – Pengobatan penyakit tuberkulosis (TB/TBC) umumnya memerlukan beberapa kombinasi obat-obatan.

Pasien harus patuh minum obat selama jangka waktu yang dianjurkan oleh dokter.

Untuk mengetahui mengenai masalah kesehatan paru-paru dan pernapasan, kita bisa bertanya langsung dengan dokter yang berkompeten seperti dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P.

dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P merupakan Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan.

dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P lahir di Surakarta, 23 November 1989.

Sejak lahir hingga saat ini rupanya dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P berdomisili di Surakarta.

Bahkan dia menempuh pendidikan hingga menjadi seorang dokter spesialis di Surakarta.

Baca juga: Berikut Ini Manfaat Kesehatan Kolang-kaling, Kerap Dijadikan Berbagai Olahan untuk Buka Puasa

Ilustrasi penderita tuberkulosis ekstra paru, begini kata Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P
Ilustrasi penderita tuberkulosis ekstra paru, begini kata Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P (Pixabay.com)

Baca juga: Mengenal Gejala hingga Fakta Unik Sakit Kepala Berdasarkan Pemaparan dr. Zulfa dan dr. Eric

Adapun latar belakang pendidikan dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P ialah sebagai berikut:

- SMP Negeri 4 Surakarta (2002-2005)

- SMA Negeri 3 Surakarta program Akselerasi (2005-2007)

2 dari 4 halaman

- Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran di Universitas Sebelas Maret Surakarta (2007-2012)

- Pendidikan spesialis program studi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran di Universitas Sebelas Maret Surakarta (2017-2021)

Rupanya dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P tidak hanya bekerja di satu rumah sakit saja, ia menjadi Dokter Spesialis Paru di RS UNS, RS Triharsi, dan RS Slamet Riyadi.

Selain bekerja di beberapa rumah sakit, ia juga menjadi dosen di program studi pendidikan dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi di UNS.

Terdapat beberapa organisasi yang dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P ikuti, yaitu:

- Sie Ilmiah perhimpunan dokter paru cabang Surakarta

- Anggota pokja intervensi dan gawat napas-perhimpunan paru Indonesia

- Anggota Ikatan Dokter Indonesia cabang Surakarta

Tidak hanya aktif berorganisasi, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P juga aktif dalam berbagai pelatihan kursus.

Baca juga: Hentikan Pemberian Kopi dan Teh pada Bayi, dr. Sindy Sebut Dapat Menyebabkan Nutrisi Tak Terserap

Profil Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P
Profil Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P (Dokumentasi Pribadi Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P)

Baca juga: Mengenal Pentingnya Perawatan Gigi jika Dilihat dari Kacamata Kesehatan

Pelatihan pertama yang ia ikuti pada tahun 2016 adalah Pertemuan Ilmiah Respirasi Surabaya "Achieving excellence in respiratory disease management."

3 dari 4 halaman

Kemudian pelatihan terakhir yang diikuti pada tahun 2019 adalah Pelatihan Rehabilitasi Paru "Auxilium Vitae Volterra Spa Center of Weaning and Repiratory Rehabilitation" di Italia.

dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P akan menjawab semua pertanyaan sobat sehat terkait kesehatan paru dan pernapasan.

Pertanyaan:

Tetangga saya satu keluarga menderita tuberkulosis nih dok.

Bagaimana prosedur pengobatan tuberkulosis yang benar dok?

Jujur saja saya khawatir apabila bisa menular kepada kami.

Shania, Tinggal di Klaten.

Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P Menjawab:

Tuberkulosis jelas tidak bisa dianggap sepele, selain berbahaya penyakit ini juga menular.

Prosedur dari pengobatan tuberkulosis sendiri rata-rata ditanya dahulu, pasien sudah pernah pengobatan atau belum.

4 dari 4 halaman

Pasien tuberkulosis itu bisa relapse, artinya bisa kambuh lagi, sudah pernah kena terus kena lagi.

Namanya juga penularan ya seperti flu yang bisa kena lagi.

Pasien ditanya terlebih dahulu, kalau misalnya belum pernah berarti dia adalah kasus baru.

Kita periksa dahulu dahaknya, misalnya dia sensitif terhadap pengobatan TB tertentu maka kita berikan pengobatan TB yang standar sesuai dengan regulasi dari pemerintah, yaitu pengobatan dengan fixed dose combination (FDC) itu yang paket.

Pengobatan ini juga disesuaikan dengan berat badannya, rata-rata untuk pengobatan TBC paru sendiri fase intensifnya 2 bulan, obatnya warna merah.

Kemudian untuk fase lanjutannya 4 bulan, pasien menelan obat warna kuning selama 4 bulan.

Baca juga: Anak yang Kekurangan Zat Besi Terkadang Tak Menunjukkan Gejala, namun Memengaruhi Pertumbuhan Anak

Tetapi untuk pengobatan tersebut ada beberapa parameter yang harus dinilai seperti fungsi hati, fungsi ginjal, dan status HIV pasien.

Jadi setiap pasien TBC harus diperiksa HIVnya karena harus tahu kekebalan tubuhnya bagaimana dan pengobatannya berbeda.

Jadi nanti harus diberikan bebarengan pemberian anti HIV tersebut, jadi untuk pengobatan TBC paru bisa 6 bulan, untuk fase intensifnya 2 bulan, lanjutan 4 bulan.

Tetapi hal ini juga bisa berubah tergantung kondisi pasien, misalnya pasien memiliki penyakit gula (diabetes melitus), bisa jadi fase lanjutannya lebih panjang tidak hanya 4 bulan, bisa 6-8 bulan tergantung dari kondisi pasien tersebut.

Penilaiannya yaitu setelah 2 bulan pertama kita cek dahak ulang, apabila sudah negatif kita lanjutkan dahulu.

Apabila masih positif nanti kita cek dahak lagi di bulan ketiga, nanti kalau masih positif lagi bisa dilakukan pemeriksaan bakteriologis ulang.

Ilustrasi pasien tuberkulosis atau TBC, begini penjelasan Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P
Ilustrasi pasien tuberkulosis atau TBC, begini penjelasan Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, dr. Brigitta Devi Anindita Hapsari, Sp.P (Pixabay.com)

Takutnya terjadi resistensi terhadap pemberian obat TBC yang sesuai paket tadi, bisa jadi dia resisten terhadap salah satu obat atau salah dua atau salah tiga sehingga harus diganti dengan pengobatan TBC yang lainnya.

Prosedurnya seperti ini, selain itu juga harus diperiksa dahulu foto rontgennya seperti apa, jadi ada evaluasi setiap beberapa bulan sekali untuk melihat respon dari pengobatannya.

Kemudian pemantauan berat badan itu cukup penting, untuk orang yang sudah mengonsumsi obat TBC kalau memang benar sembuh dan cocok dengan obatnya biasanya rata-rata berat badannya naik.

Tadinya dia penurunan berat badan misalnya turun 10 kg, pasien bisa kembali seperti semula atau bahkan ada yang lebih gemuk.

Rata-rata untuk pasien diabetes harus dibatasi, jadi boleh naik namun tidak yang terlalu tinggi karena nanti kalau obesitas tidak baik juga untuk kadarnya.

Baca juga: Memahami TB Laten, Seseorang yang Terinfeksi Kuman Tuberkulosis namun Tidak Menimbulkan Gejala

Klik di sini untuk mengetahui referensi tuberkulosis lebih luas.

(Tribunhealth.com/DN)

Baca berita lain tentang kesehatan di sini.

Selanjutnya
Tags:
Tribunhealth.comTuberkulosisdr. Brigitta Devi Anindita Hapsaridr. Brigitta Devi Anindita Hapsari Sp.PSpesialis Paru dan PernapasanRS Slamet Riyadi
BERITATERKAIT
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved