TRIBUNHEALTH.COM - Penggunaan obat sirup baru-baru ini dibatasi karena ditemukan mengandung senyawa dietilen glikol dan etilen glikol yang dapat memberikan dampak buruk pada organ tubuh.
Pasalnya obat sirup memiliki banyak rasa, sehingga cukup mudah untuk diberikan pada anak-anak.
Menurut apt. Hesti Purwaningsih, S.Si., M.Farm, adanya pembatasan pemberian obat sirup, obat sirup tersebut digantikan dengan obat racikan.
apt. Hesti Purwaningsih, S.Si., M.Farm memberikan penjelasan mengenai obat racikan.
Baca juga: Benarkah Sering Konsumsi Antibiotik Sebabkan Resistensi Antibiotik? Berikut Ulasan dr. Anindita

Baca juga: Risiko bila Penggunaan Obat Antibiotik Tak Diselesaikan dengan Tuntas, Simak dr. Alia Kusuma Rachman
Obat diracik karena dibutuhkan produk obat dengan komposisi yang belum ada di skala industri.
Misalnya dokter ingin meresepkan obat untuk sakit flu dan radang, namun obat yang beredar untuk di pasaran adalah obat flu, batuk, dan demam.
Obat untuk sakit flu dan radang belum ada di pasaran dan dokter menginginkan obat flu dan radang tersebut dicampur dijadikan satu.
Kondisi inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa obat harus diracik atau membutuhkan racikan.
Sehingga dibutuhkan komposisi obat yang belum ada di skala industri.
Hal tersebut disampaikan oleh apt. Hesti Purwaningsih, S.Si., M.Farm yang dilansir TribunHealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Jabar Video.
"Jadi komposisinya tidak ada, tetapi dokter menginginkan obat tersebut dijadikan satu."
"Sehingga perlu untuk diracik atau dicampur."
Baca juga: Tak Sarankan Copy Resep untuk Kolesterol Tinggi, dr. Indra Sarankan Konsultasi Lagi saat Obat Habis

Baca juga: Apakah Obat Diare (Antibiotik) Bisa Beli Tanpa Resep Dokter? Ini Kata dr. Aritantri Darmayani Sp.PD
Kemudian untuk alasan dosis atau takaran, obat racikan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasien secara individual.
Pasalnya obat-obatan dalam skala industri adalah obat yang memiliki komposisi atau dosis yang umum digunakan untuk banyak orang.
apt. Hesti Purwaningsih, S.Si., M.Farm memberikan contoh, misalnya dokter memiliki pasien anak dengan umur 3 tahun dan 6 tahun.
Kemudian anak dengan dua usia berbeda ini memiliki penyakit yang sama, misalnya batuk dan pilek.
Dokter ingin meresepkan dua obat yang beredar di pasaran, satu obat berdosis 500 mg dan satu lainnya 4 mg.
Anak dengan usia 3 tahun membutuhkan dosis 100 mg, maka obat pertama harus di bagi 1/5 dan obat kedua lagi dibagi 1/4.
Untuk dosis seperti itu, maka perlu adanya peracikan.
Baca juga: dr. Indra Wijaya Tak Sarankan Konsumsi Obat Warung untuk Atasi Kolesterol Tinggi, Berikut Alasannya

Baca juga: Apakah Paracetamol Termasuk Obat Bebas dan Boleh Dikonsumsi Tanpa Resep Dokter? dr. Ayodhia Menjawab
Kemudian untuk anak usia 6 tahun memiliki penyakit yang sama dan diberikan obat yang sama, tetapi dosisnya tentunya akan berbeda.
Untuk anak yang 6 tahun mungkin membutuhkan dosis 250 mg dan 2 mg, berarti obat-obat tersebut harus dibagi setengahnya.
Hal-hal yang seperti itulah yang membutuhkan proses peracikan obat.
apt. Hesti Purwaningsih, S.Si., M.Farm memaparkan alasan kedua obat harus diracik yaitu karena obat tersebut membutuhkan takaran yang khusus untuk masing-masing individu.
Kemudian alasan yang ketiga adalah untuk pengobatan anak yang disebut dengan medikasi pediatric.
Biasanya anak lebih menyukai obat dalam bentuk disukai dalam bentuk serbuk ataupun sirup.
Itulah beberapa alasan mengapa obat membutuhkan peracikan.
Baca juga: Penderita Katarak Kongenital Dianjurkan Segera Pakai Kacamata, Ini Ketentuan yang Harus Dipahami
Penjelasan ini disampaikan oleh apt. Hesti Purwaningsih, S.Si., M.Farm dalam tayangan YouTube Tribun Jabar Video.
Baca berita lain seputar kesehatan di sini
(Tribunhealth.com/IR)