TRIBUNHEALTH.COM - Depresi adalah sebuah perubahan suasana hati yang dominan dengan perasaan sedih.
Seseorang yang mengalami depresi perlu mendapatkan pengobatan.
Hal ini karena gejala yang ditimbulkan akan mengganggu, kualitas hidup penderitanya juga akan bertambah buruk seiring waktu.
Faktor-faktor penyebab depresi
Banyak sekali hal-hal yang bisa menyebabkan seseorang menjadi stressor.
Stressor adalah hal yang membebani pikiran, hal yang menyebabkan seseorang menjadi berfikir lebih berat dari biasanya.
"Kemudian bisa menjadi seseorang itu merasa sangat bertanggung jawab dan berlebihan," ungkap Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
Baca juga: Kondisi Depresi Ditandai dengan Perubahan Suasana Hati yang Cenderung Didominasi Perasaan Sedih

Hal ini disampaikan oleh Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 02 Juli 2022.
Baca juga: dr. Citra Anggraeny, M. Biomed (AAM) Imbau untuk Menggunakan Skin Care Berlabel Non Comedogenic
"Faktor sosial di lingkungan kita banyak yang menjadikan seseorang itu mengalami kondisi depresi," lanjutnya.
"Beban kerja yang lebih dari biasanya, beban ekonomi yang sulit itu faktor-faktor sosial di lingkungan yang sering kita temui," sambungnya.
"Konflik internal pribadi dengan orang lain ataupun konflik internal dengan keluarga maupun bahkan perasaan bersalah yang mungkin sebenarnya tidak terlalu beralasan, dalam artian mungkin itu hanya internal pribadi seseorang saja. Itu bisa menyebabkan kondisi-kondisi depresi," imbuhnya.
"Jadi gambarannya seperti itu. Jadi tidak mesti seseorang itu harus mengalami sebuah konflik terbuka dengan orang lain kemudian konflik itu menjadi tidak bisa ternetralisir kemudian dia menjadi depresi," tutur Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
"Tapi bisa jadi konflik internal dirinya sendiri yang sebenarnya tidak terlalu signifikan secara hubungan personal dengan orang lain itu bisa menimbulkan seseorang itu juga mengalami kondisi-kondisi gangguan depresi," ulasnya dalam tayangan Healthy Talk (02/07/2022).
Baca juga: Tak Hanya pada Bagian Wajah Saja, Mochi Kolagen Juga Dapat Dilakukan pada Leher dan Tangan

Baca juga: Berapa Lama Penggunaan Facemask yang Disarankan? drg. Ardiansyah S. Pawinru, Sp.Ort(K) Menjawab
Berdasarkan penuturun Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ, hal ini terjadi pada beberapa ciri-ciri kepribadian.
Dimana secara teori, ciri-ciri kepribadian orang tersebut mungkin terjadi akibat gangguan depresi.
Lantas apakah depresi berkaitan dengan faktor genetik?
"Sebenarnya kita mungkin sering mendengar tentang gangguan bipolar," katanya.
"Jadi begini, kalau kita berbicara depresi secara garis besar itu dibagi menjadi dua, ada yang namanya mayor depression disorder atau gangguan depresi mayor dan ada yang namanya gangguan depresi bipolar," ungkap Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
Sebenarnya depresi mayor dan depresi bipolar adalah dua hal yang berbeda secara signifikan.
Secara gejala dan perjalanannya juga berbeda.
"Kalau seandainya kita berbicara tentang kondisi risiko genetik ataupun penyakit genetik, itu sebenarnya lebih ke arah gangguan depresi bipolar," tambahnya.
Baca juga: Pesan dr. Irmadani Intan Pratiwi Agar Tak Khawatir Saat Menjumpai Adanya Stretch Mark

Baca juga: Apakah Gangguan Skizofrenia dan Psikosis Sama? Begini Penjelasan Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi
Dimana persentase angka kejadiannya cenderung lebih rentan pada orang yang memiliki risiko genetik dengan gangguan afektif bipolar.
"Nah, balik lagi jika kita berbicara bipolar mungkin tidak hanya kondisi depresi. Mungkin karena kondisi manik maupun hipomanik," lanjut Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
Baca juga: Siapa Saja yang Beresiko Terkena Kanker Payudara? Simak Penjelasan dr. Agus Sutarman, Sp.B.Onk
Penjelasan Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 02 Juli 2022.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.