TRIBUNHEALTH.COM - Hemofilia adalah penyakit kelainan darah yang harus diwaspadai.
Penyakit Hemofilia yang tidak ditangani dengan baik maka berisiko besar menyebabkan komplikasi.
Hemofilia bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali pada anak-anak.
Baca juga: Hipertensi Bisa Sebabkan Jantung Jadi Melar, Dokter Tekankan Pentingnya Kontrol Tekanan Dara
Seringkali penyakit Hemofilia tidak disadari.
Oleh karena itu, bagaimana cara mendeteksi Hemofilia pada anak-anak?

Dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube KompasTV, dr. Novie Amelia Chozie, Sp. A(K) memberikan ulasannya.
Berdasarkan penuturannya, Hemofilia memiliki derajat keparahan.
Tiga derajat itu ialah:
Baca juga: Mengenal Varises, Pembuluh Darah Berukuran Besar dan Berbentuk seperti Jaring Laba-laba
- Derajat Ringan
- Derajat Sedang
- dan derajat Berat.

Baca juga: Apakah Penderita Darah Rendah Bisa Berisiko Mengalami Stroke? Ini Kata dr. Fahrulsyah Farid, Sp.BS.
Untuk menentukan klasifikasi derajat Hemofilia yang diderita harus berdasarkan dengan kadar pembekuan darahnya.
Jika seseorang menderita Hemofilia derajat berat, maka sudah bisa dideteksi dari bayi.
Umumnya terdapat lebam pada bayi yang mulai aktif bergerak, terutama pada saat belajar merangkak atau berjalan.
Baca juga: Kendala Penyandang Talasemia Dalam Mendapatkan Pendonor Darah Di Tengah Pandemi Covid-19
"Saat bayi belajar merangkak atau berjalan biasanya akan muncul memar atau lebam."
"Mungkin akan sedikit terbentur, kalau bayi lain tidak apa-apa, tetapi kalau menderita Hemofilia bisa biru besar atau bengkak," papar Novie.
Kasus Hemofilia di Indonesia

Penderita Hemofilia umum disebut sebagai penyandang Hemofilia.
Tercatat pada 2021, angka kasus penyandang Hemofilia sekitar 2700 pasien.
Angka ini sudah tercantum pada data Indonesian Hemofilia Society.
Baca juga: Ilmuwan Kembangkan Tes Darah untuk Prediksi Stroke, Serangan Jantung, dan Gagal Jantung
Novie mengatakan, seharusnya berdasarkan hitungan statistik angka penderita Hhemofilia lebih dari angka tersebut.
Hal ini telah menandakan bahwa masih banyak masyarakat penyandang Hemofilia yang belum tercatat.

"Seharusnya dengan jumlah penduduk kita 260 jutaan, ada sekitar 25 ribu."
"Jadi memang di Indonesia ini, kita masih menghadapi masalah under diagnosis," ungkap Novie.
Baca juga: 5 Faktor Risiko Leukimia Mieloid Akut, Kelainan Sel Darah Putih Akibat Mutasi DNA
Banyaknya penyandang Hemofilia yang belum bisa terdata, lantaran banyak masyarakat yang belum memahami penyakit ini.
Seperti dalam mengenali gejala dan belum ada pemeriksaan yang memadai yang mudah ditemukan di setiap rumah sakit.
Tipe dan Hemofilia'>Gejala Hemofilia
Kelainan Hemofilia memiliki 2 jenis, yaitu tipe A dan tipe B.
Pada tipe A, penyandang mengalami kekurangan faktor pembekuan darah 8 .

Biasanya disebut sebagai Hemofilia klasik.
Sementara tipe B, terjadi karena tubuh kekurangan faktor pembekuan darah 9.
Kekurangan faktor pembekuan darah ini bisa terjadi lantaran adanya kerusakan gen.
Baca juga: Diare Bisa Sebabkan Anak Kencing Berdarah hingga Penurunan Kesadaran, Simak Pemicunya menurut Dokter
Perlu diketahui, bahwa seluruh sistem pada tubuh diatur oleh gen.
Gen yang berfungsi mengatur produksi faktor pembekuan darah 8 dan faktor pembekuan darah 9 ini mengalami kerusakan.
Kerusakan tersebut terjadi karena suatu sebab yang tidak diketahui secara pasti.

Namun ada kemungkinan terjadi kerusakan karena diturunkan (genetik) atau mutasi spontan yang bisa berkaitan dengan proses selama kehamilan.
Sehingga bayi lahir dengan kondisi Hemofilia.
Karena kekurangan faktor pembekuan darah tersebut jika terjadi pendarahan, darah menjadi sukar membeku.
Baca juga: Berbeda dengan Penyakit Infeksi, Derajat Keparahan Talasemia Tidak Tergantung Perjalanan Penyakit
"Bayangkan jika seorang anak dengan Hemofilia terjadi pendarahan, lalu darahnya sulit membeku."
"Maka akan terjadi pendarahan yang sulit untuk diatasi dan akhirnya mengancam jiwa," ucap Novie.
Salah satu gejala lain yang perlu dikenali pada penyandang Hemofilia, adalah seringnya pendarahan pada sendi dan otot.

Jika penyandang tidak mendapatkan penanganan yang optimal, maka sendi tersebut berpotensi mengalami kerusakan.
Bila sendi mengalami kerusakan bisa menyebabkan kecacatan.
"Kalau sudah cacat tidak bisa jalan, bergerak, sekolah. Akibatnya tidak bisa bekerja sehingga menganggu kualitas hidupnya," paparnya.
Baca juga: 4 Makanan Berikut Dapat Memperburuk Gejala Radang Sendi, Termasuk Olahan Tinggi Garam
Berikut ini beberapa tanda lain Hemofilia, di antaranya:
- Pendarahan pada luka, gusi, hidung/mimisan yang sulit berhenti
- Ditemukan darah pada urin dan feses
- Mudah mengalami memar
Penyebab Hemofilia

Seorang ayah penyandang Hemofilia (xx) yang menikah dengan seorang istri tanpa Hemofilia (xy), jika memiliki anak laki-laki, maka kemungkinan anak akan lahir secara normal (xy) tanpa Hemofilia.
Berbeda bila melahirkan anak perempuan (xx), maka anak akan memiliki kromosom x dengan hemofilia yang diturunkan dari ayahnya.
Baca juga: Dok, Biasanya pada Usia Berapa Seorang Anak Diketahui Menyandang Hemofilia?
Akhirnya anak menjadi pembawa sifat Hemofilia.
"Karena perempuan punya xx, cuma 1 yang rusak. Maka masih bisa tercover dengan x yang normal dari ibunya," jelasnya.
Sementara jika seorang istri yang menderita Hemofilia (xx), sedangkan suami tanpa Hemofilia (xy) lalu melahirkan anak laki-laki, maka anak laki-laki ini akan menerima 1 kromosom (x) dari si ibu.

"Disini kita tidak pernah tahu, apakah anak mendapatkan kromosom (x) normal atau kromosom (x) Hemofilia," sambung Novie.
Jadi peluang pada anak laki-laki untuk menjadi Hemofilia sebesar 50% pada setiap kehamilan anak laki-laki.
Baca juga: Waspada Gejala Pendarahan Otak yang Kerap Disepelekan, Berikut Ulasan dr. M. Imam Santoso
Penjelasan Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi, Novie Amelia Chozie dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Kompas TV, (26/4/2021)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)