TRIBUNHEALTH.COM - Obesitas menjadi epidemik global sehingga menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani.
Obesitas meningkatkan risiko seseorang mengalami diabetes, stroke dan penyakit lainnya.
Pencegahan dan pengendalian obesitas dilakukan tidak hanya terhadap faktor risiko saja, namun perlu juga menyasar pada determinan sosial kesehatan.
Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya obesitas yang sebagian besar merupakan interaksi diantara faktor genetik dengan faktor lingkungan antara lain kurangnya aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur dan buah, peningkatan makanan padat energi terutama kandungan karbohidrat, kondisi sosial ekonomi serta gaya hidup.
Obesitas bisa diatasi dengan cara melakukan diet seimbang.
Dengan begitu, tubuh juga akan menjadi bugar dan terlihat segar.
Baca juga: Perawatan Pengencangan Vagina Bisa Meningkatkan Kepuasan Seksual dengan Pasangan

Baca juga: Setelah Melakukan Treatment Vagina Tightening, Pasien Tidak Disarankan Melakukan Hubungan Seksual
Hal ini disampaikan oleh dr. Tirta Prawitasari, M.Sc, SpGK yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Kementerian Kesehatan RI edisi 05 Maret 2022.
Jika dilihat, prevalensi angka obesitas di Indonesia menunjukkan angka yang meningkat.
Situasi ini tentu bukan situasi yang baik dan menyenangkan karena obesitas menjadi faktor hampir semua penyakit-penyakit degeneratif.
Mencegah terjadinya obesitas berarti mengambil langkah lebih cepat kedepannya untuk tidak mengalami penyakit-penyakit degeneratif.
Menurut WHO, obesitas merupakan keadaan yang terjadi akibat akumulasi lemak berlebih yang abnormal.
"Jadi kalau berlebih, sudah pasti dia abnormal ya. Jadi yang kita sebut sebagai obesitas adalah orang-orang yang memiliki lemak yang berlebihan," ujar dr. Tirta Prawitasari, M.Sc, SpGK.
"Tetapi dalam praktik sehari-hari, kita tidak selalu menggunakan prosentase lemak untuk menegakkan diagnosis. Pada praktiknya, untuk mudahnya kita menggunakan indeks massa tubuh, yaitu menggunakan perbandingan berat badan per tinggi badan dan kuadrat dalam meter untuk menegakkan apakah kita mengalami obesitas atau tidak," terangnya.
Baca juga: Benarkah Faktor Risiko Social Anxiety Disorder Berasal dari Diri Sendiri? Begini Penjelasan Dokter

Baca juga: Adakah Keparahan Penyakit yang Terjadi Akibat Karang Gigi? Begini Jawaban Lettu Kes drg Ari
Pengukuran ini sangat mudah, sehingga siapapun bisa melakukannya.
Sehingga kita bisa memantau status gizi kita apakah kita masuk kedalam kategori obesitas atau tidak.
dr. Tirta Prawitasari, M.Sc, SpGK menuturkan jika obesitas disebabkan karena terlalu banyak konsumsi makanan dan kurang bergerak.
Secara sederhana, obesitas terjadi akibat adanya keseimbangan energi positif, yaitu energi yang masuk lebih besar daripada energi yang dikeluarkan yang terjadi dalam waktu yang lama.
"Jadi energy out kita mesti lebih banyak daripada energy in kita, secara sederhanannya seperti itu," imbuhnya.
"Keseimbangan energy positif ini, energy in nya lebih banyak daripada energy outnya itu mesti terjadi dalam waktu yang lama. Jadi nggak bisa sekali aja dia makan banyak besoknya terus jadi obesitas, enggak gitu ya," sambungnya.
Komposisi energi masuk terdapat zat gizi makro, protein, karbohidrat, dan juga lemak.
Sementara pada energi keluar terdapat banyak sekali komponen, yaitu metabolisme basa, thermic effect dari makanan yang dikonsumsi, aktivitas fisik, dan thermogenesis.
Hal inilah yang kemudian berinteraksi untuk memberikan keseimbangan energi.
Baca juga: Benarkah Konsumsi Vitamin C pada Malam Hari Sebabkan Insomnia? Begini Kata dr. Evi Novitasari

Baca juga: Kenali Tanda-tanda Masa Pubertas Anak yang Disampaikan oleh dr. Andi Nanis Sp.A (K)
Penjelasan dr. Tirta Prawitasari, M.Sc, SpGK dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Kementerian Kesehatan RI edisi 05 Maret 2022.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.