Breaking News:

Hipertensi dan Diabetes Menjadi Penyumbang Terbesar Orang yang Menderita Penyakit Ginjal Kronik

Menurut dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM prevalensi penderita penyakit ginjal kronik semakin meningkat.

Penulis: Dhiyanti Nawang Palupi | Editor: Ekarista Rahmawati
nasional.kompas.com
Ilustrasi pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan cuci darah, menurut dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM distribusi usia pasien yang menjalani hemodialisa (HD) adalah semua usia 

TRIBUNHEALTH.COM - Berdasarkan data menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronik di Indonesia ada peningkatan yang sangat besar atau dua kali lipat.

Data tersebut menurut RISKESDAS tahun 2013 sampai tahun 2018 yang mana dari 0,2% menjadi 0,38%.

Bahkan Pernefri melakukan suatu skrining di tahun 2006, dari 12.000 orang didapatkan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) sebesar 12.5%.

Ini berarti bisa saja dalam kenyataannya adalah angka prevalensi penyakit ginjal kronik ini lebih tinggi dari yang seharusnya.

"Kita lihat juga bahwa distribusi usia pasien yang menjalani hemodialisa (HD) itu semua usia kena," pungkasnya.

Hal ini disampaikan oleh dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Kementerian Kesehatan RI edisi 31 Maret 2022.

Baca juga: Setelah Melakukan Treatment Vagina Tightening, Pasien Tidak Disarankan Melakukan Hubungan Seksual

Ilustrasi penderita penyakit ginjal kronik, dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM benarkan jika prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) sebesar 12.5%
Ilustrasi penderita penyakit ginjal kronik, dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM benarkan jika prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) sebesar 12.5% (health.grid.id)

Baca juga: Perawatan Pengencangan Vagina Bisa Meningkatkan Kepuasan Seksual dengan Pasangan

Hemodialisa atau hemodialisis adalah terapi cuci darah di luar tubuh.

Umumnya terapi ini dilakukan oleh pengidap masalah ginjal yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan optimal.

Pasalnya tubuh manusia memang mampu mencuci darah secara otomatis, akan tetapi jika terjadi masalah pada organ ginjal, kondisinya akan lain lagi.

"Mulai dari paling muda sampai paling tua walaupun distribusi terbesar pada usia kelompok 45-54 tahun dan 55-65 tahun," imbuhnya.

2 dari 3 halaman

"Dan alangkah kenyataan ini sangat terlihat bahwa 93% BPJS Kesehatan menanggung daripada penyakit ginjal kronik ini," terangnya.

"Ada kecenderungan apabila orang-orang yang menderita penyakit ginjal kronik cenderung orang tidak mampu lagi membiayai kesehatan. Kenapa? Karena akan terjadi pembiayaan yang terus-menerus selama hidup mereka dan mereka cenderung untuk tidak menghasilkan lagi," ucap dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH.

Baca juga: drg. R. Ngt. Anastasia: Gingivitis yang Tak Segera Tertangani Meningkatkan Risiko Kerusakan Gigi

Ilustrasi penyakit ginjal kronik, menurut dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM pasien ditanggung BPJS Kesehatan
Ilustrasi penyakit ginjal kronik, menurut dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM pasien ditanggung BPJS Kesehatan (batam.tribunnews.com)

Baca juga: Maag Termasuk Mudah Disembuhkan, namun Akan Semakin Parah jika Tidak Mendapatkan Penanganan Tepat

"Sedangkan biaya penyakit katastropik yang ditanggung BPJS tahun 2019 itu menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronik itu menempati urutan 4 besar yang harus di biayai," kata dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH.

Jika dilihat dari data di Indonesia pada tahun 2016-2018 menunjukkan bahwa hipertensi dan diabetes menjadi penyumbang terbesar orang-orang yang menderita penyakit ginjal kronik di Indonesia.

"Ini adalah kenyataan yang mengherankan. Kenapa? Justru di Indonesia saja hipertensi menjadi penyebab nomer 1, sedangkan kalau di luar negeri itu penyebabnya adalah dari diabetes," sambungnya.

"Banyaknya hal-hal yang tidak pada tempatnya, misalnya kebanyakan orang-orang Indonesia menyatakan kalau dia memakan obat dalam jangka panjang meskipun itu dia mengobati hipertensinya akan semakin merusak ginjalnya," tuturnya.

"Kemudian orang-orang menyatakan bahwa apabila dia menderita hipertensi, maka dia tidak berobat apabila tidak merasakan gejala dari hipertensi," lanjutnya.

"Kemudian apabila tekanan darahnya bagus, dia menyatakan berhenti untuk memakan obat. Padahal sebenarnya ketika hipertensi tekanan darah menjadi baik itu disebut sebagai hipertensi terkontrol, bukan hipertensi yang dinayatakan sembuh," tambah dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM.

Baca juga: Benarkah Konsumsi Vitamin C pada Malam Hari Sebabkan Insomnia? Begini Kata dr. Evi Novitasari

Ilustrasi pasien penyakit ginjal kronik, dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM sebut
Ilustrasi pasien penyakit ginjal kronik, dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM sebut hipertensi dan diabetes menjadi penyumbang terbesar orang-orang yang menderita penyakit ginjal kronik di Indonesia(lifestyle.kompas.com)

Baca juga: Benarkah Faktor Risiko Social Anxiety Disorder Berasal dari Diri Sendiri? Begini Penjelasan Dokter

Penjelasan dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD-KGH., FINASIM dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Kementerian Kesehatan RI edisi 31 Maret 2022.

(Tribunhealth.com/DN)

3 dari 3 halaman

Baca berita tentang kesehatan di sini.

Selanjutnya
Tags:
Tribunhealth.comPenyakit ginjalpenyebab penyakit ginjaldiabeteshipertensiGagal ginjaldr. Syafrizal Nasution Sp.PD-KGH
BERITATERKAIT
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved