TRIBUNHEALTH.COM - Alergi merupakah suatu kondisi yang umum dialami oleh setiap orang.
Alergi bisa terjadi karena berbagai faktor pencetus.
Mulai dari makanan, cuaca, maupun dari sesuatu yang kontak dengan kulit.
Baca juga: Berikut Ini 5 Jenis Makanan yang Dapat Memicu Terjadinya Alergi, Simak Ulasan dr. Tan Shot Yen
Salah satu kondisi alergi terjadi pada saluran napas.
dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A menyebut alergi pada saluran napas memiliki tingkat derajat keparahan.
Mulai dari ringan, sedang, hingga berat.

Rhinitis alergi termasuk pada derajat gejala yang ringan.
Sementara alergi pada saluran napas tipe berat, ditandai dengan sesak napas akibat ada penyempitan pada saluran napas.
Penyempitan pada saluran napas ini disebabkan oleh banyaknya produksi lendir dari saluran napas bagian mukosa. Lalu mengakibatkan penebalan.
Baca juga: dr. Zaraz Obella : Kenali Tanda Reaksi Alergi pada Kulit Sensitif, dari Gatal hingga Timbul Jerawat
Mukosa adalah dinding dalam saluran napas.
"Pada mukosa ini terdapat sel-sel yang memproduksi lendir dan kondisinya semakin tebal."
"Ibarat kita selang air, dinding dalamnya menebal otomatis salurannya mengecil," papar Roro dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video.

Akhirnya udara bisa masuk pada saluran napas, tetapi tidak bisa keluar.
Lalu terjadi pertukaran karbondioksida yang tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh.
Bila penderita mengalami serangan berat, maka akan dianjurkan untuk memasuki ruangan PICU (Pediatric Intensive Care Unit).
Baca juga: Cara Cegah dan Atasi Kelainan Tulang Belakang pada Anak dengan Tepat, Simak Pesan Dokter Berikut
"Makanya salah satu manifestasi alergi pada saluran napas adalah Asma."
"Derajat asma bisa bervariasi, mulai dari ringan, sedang dan berat," sambung Roro.
Tanda Alergi
Sejumlah tanda alergi yang bisa dikenali.
Antara lain:
- Sulit buang air besar (konstipasi)

- Diare
- Muntah
- BAB disertai darah
Baca juga: Dokter Sebut Jika Perdarahan saat Buang Air Besar Kemungkinan Disebabkan Ada Gangguan Saluran Cerna
- Merah-merah di kulit atau eritema
- Pilek tapi bukan karena infeksi (Rinitis)
- Asma
- Batuk

- Hipersekresi
Berbagai tanda di atas bisa disebabkan oleh berbagai pencetus alergi (alergen).
Alergen atau benda yang menyebabkan alergi, itu bisa berupa:
- Inhalat (sesuatu yang dihirup), misalnya: debu, tungau, serbuk sari tanaman.
Baca juga: Tak Selalu Menandakan Gejala Suatu Penyakit, Batuk Bisa Dikarenakan Naiknya Asam Lambung

- Ingasiant (sesuatu yang tertelan), misalnya: protein yang ada di dalam makanan tertentu.
- Sesuatu yang kontak dengan kulit atau mukosa di dalam tubuh.
Cara Mengatasi Alergi
Berdasarkan keterangan Roro, jika seseorang mengalami alergi, perlu segera berkonsultasi dengan dokter.
Karena kita tidak bisa menentukan sendiri penyebab alergi tersebut timbul.
Sehingga dalam penanganannya, perlu dibutuhkan pengawasan dari dokter.
Baca juga: Benarkah Sakit Tenggorokan Terjadi Akibat Reaksi Alergi Dijalur Menelan? Begini Ulsan dr. Hemastia
Selain itu, jika penanganan dilakukan sendiri bisa-bisa menghindari semua jenis makanan yang dianggap bisa mencetuskan alergi.
Hal ini tentu sangat berisiko jika terjadi pada usia anak-anak.
"Kasihan jika anak harus tidak makan semuanya, sementara itu masa-masa pertumbuhan yang butuh zat gizi yang lengkap," papar Roro.

Selanjutnya, jika ingin mengsonsumsi suatu obat, maka perlu resep dari dokter.
Terdapat obat-obat yang mampu mengurangi gejala alergi. Misalnya Antihistamin.
Histamin adalah zat di dalam tubuh yang mampu merangsang manifestasi alergi.
Menentukan Penyebab Alergi
Berdasarkan penuturan Roro, langkah utama dalam mengatasi alergi yang tidak diketahui penyebabnya adalah melakukan prinsip penghindaran sementara waktu.
Bisa dilakukan dengan menghindari hal-hal yang dicurigai menyebabkan alergi.
Baca juga: Seorang Ibu Alergi terhadap Gen Anaknya Sendiri, Kulit Kemerahan dan Melepuh setelah Melahirkan
"Misalnya setelah makan telur, muncul merah-merah di sekitar mulut atau gatal. Kita curigai alergi terhadap protein di dalam telur itu."
"Artinya untuk memastikan kecurigaan tersebut, kita coba dulu menghindari makan telur," terang Roro.
Penghindaran ini bisa dilakukan selama kurun waktu 2 hingga 4 minggu.

Jika ditemukan perbaikan setelah penghindaran, kemungkinan besar hal tersebut adalah faktor pencetus yang menyebabkan alergi.
Karena alergi akan muncul jika ada paparan.
Dengan demikian, bila paparan tersebut dihindari seharusnya alergi tidak muncul.
Baca juga: Bukan Anosmia, Penderita Covid-19 Varian Omicron Laporkan Gejala Tenggorokan Gatal
Selanjutnya, jika telah mengalami perbaikan dan tidak muncul respon alergi, maka bisa mencoba lagi untuk mendekati faktor yang dicurigai sebagai pencetus alergi tersebut.
Upaya ini disebut dengan Challenge.
Bila dicontohkan di atas, pencetus alergi adalah protein di dalam telur, maka bisa kembali lagi mengonsumsi telur tersebut.

Bila setelah mengonsumsi kembali, timbul gejala alergi yang sama seperti sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa pencetus alergi adalah protein di dalam telur tersebut.
Kendati demikian, jangan pernah melakukan Challenge ini jika manifestasi yang dialami berat.
Jika manifestasinya berat, maka bisa berisiko mengancam nyawa. Misalnya Anafilaksis atau syok.
Baca juga: Cegah Anak Lahir ADHD, Prof. Dr. dr. Harsono Salimo, Sp. A (K) Bagikan Sejumlah Tips Bagi Ibu Hamil
"Tidak disarankan untuk dicoba lagi, jika manifestasinya adalah syok anafilaktik. Karena bisa menyebabkan kematian" imbuh Roro.
Selanjutnya, meskipun manifestasi yang dialami ringan dan sedang, sebaiknya Challenge dicoba kembali di bawah pengawasan dokter.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi respon yang berat.

Karena jika pada awalnya manifestasi ringan, bisa saja respon selanjutnya menimbulkan manifestasi sedang hingga berat.
Bahkan bisa juga, jika awalnya belum muncul manifestasi alergi, bisa timbul kembali pada waktu berikutnya.
"Misalnya pertama kali makan udang nggak papa, eh makan udang kedua, ketiga, keempat muncul."
"Sebenarnya nggak papa itu karena belum muncul manifestasi, tetapi respon imun di dalam tubuh sebenarnya sudah ada," jelas Roro.
Baca juga: Gejala Kanker Pankreas Sangat Umum dan Tidak Menyakitkan, Termasuk Gatal Disertai Kulit Menguning
Sehingga jika kita menerima protein yang sama, dalam hal ini adalah protein udang, akhirnya muncul lagi respon alergi.
Ketika respon tersebut sudah banyak dan memuncak, barulah bermanifestasi.
"Jadi kalau kita mau coba lagi hati-hati, karena yang tadinya ringan bisa aja nanti jadi berat," pesan Roro.
Baca juga: Polusi Mikroplastik Berbahaya Bagi Manusia, Bisa Picu Alergi hingga Kematian Sel
Penjelasan dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video(3/2/2021)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)