TRIBUNHEALTH.COM - Salah satu tanda alergi yang sering dialami adalah munculnya pilek.
Namun sering kali tanda pilek bisa terjadi karena suatu infeksi.
Atas hal tersebut, bagaimana cara membedakan pilek akibat alergi dengan pilek akibat infeksi?
Baca juga: Waspada Terinfeksi Varian Omicron, Dokter: Hampir Sama dengan Flu Biasa tapi Ini Lebih Lengkap
Dilansir Tribunhealtg.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video, dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A memberikan penjelasannya.
Berdasarkan penuturan Roro, jika seseorang mengalami infeksi, umumnya akan disertai dengan demam.

"Jadi biasanya kita tanya, kalau ada anak yang pilek, ada demam nggak?," ucap Roro.
Sementara pilek yang disebabkan oleh alergi, cenderung ada pada setiap pagi hari.
Namun berlanjut siang hari, pilek tersebut akan hilang.
Baca juga: 4 Penyebab Batuk pada Anak, Mulai dari Pilek Biasa hingga Infeksi Covid-19
Jika malam hari cuaca dingin, maka pilek bisa timbul kembali.
Selain itu untuk memastikan pilek akibat alergi, bisa dilihat dari warna cairan yang keluar dari hidung.
Pilek akibat alergi, warna cairan yang dikeluarkan cenderung jernih dan encer.

Sedangkan pilek akibat infeksi, warna cairan cenderung kekuningan dan kental. Bahkan bisa berbau.
"Jadi itu salah satu yang bisa kita jadikan clue untuk membedakan infeksi dan alergi," imbuh Roro.
Faktor yang Menyebabkan Alergi
Alergi bisa terjadi karena faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan terjadi akibat suatu zat asing yang masuk dalam tubuh seseorang.

Hal ini seharusnya tidak menimbulkan respon imun. Tetapi pada penderita yang memiliki kerentanan tertentu, akhirnya menyebabkan alergi.
Sementara, faktor genetik ini membuat seseorang rentan terhadap suatu alergen atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Akhirnya memicu terjadinya alergi.
Baca juga: Seorang Ibu Alergi terhadap Gen Anaknya Sendiri, Kulit Kemerahan dan Melepuh setelah Melahirkan
Zat asing yang menyebabkan alergi, disebut alergen.
Dengan demikian alergi disebut sebagai suatu respon imun.
Respon imun memiliki fungsi untuk melindungi tubuh dari serangan zat asing.

Dalam hal ini, penyebab penyakit seperti:
- Bakteri
- Virus
Baca juga: Selain Infeksi Virus, Jamur, dan Bakteri, Lemahnya Imun dapat Memicu Munculnya Meningitis
- Parasit
- Jamur.
Akan tetapi, respon ini seharusnya tidak muncul.

Lantaran zat asing bukanlah suatu kuman penyebab penyakit.
"Jadi tidak seharusnya dilawan. Tetapi pada alergi muncul respon imun," sambungnya.
Menentukan Penyebab Alergi
Alergi biasanya terjadi tanpa diketahui penyebabnya.
Hal ini seringkali membuat bingung penderita karena tidak tahu cara mengatasinya.
Baca juga: Benarkah Sakit Tenggorokan Terjadi Akibat Reaksi Alergi Dijalur Menelan? Begini Ulsan dr. Hemastia
Berdasarkan penuturan Roro, langkah utama dalam mengatasi alergi yang tidak diketahui penyebabnya adalah melakukan prinsip penghindaran sementara waktu.
Bisa dilakukan dengan menghindari hal-hal yang dicurigai menyebabkan alergi.

"Misalnya setelah makan telur, muncul merah-merah di sekitar mulut atau gatal. Kita curigai alergi terhadap protein di dalam telur itu."
"Artinya untuk memastikan kecurigaan tersebut, kita coba dulu menghindari makan telur," terang Roro.
Penghindaran ini bisa dilakukan selama kurun waktu 2 hingga 4 minggu.
Baca juga: dr. Ihsan: Bayi Tabung Diindikasikan pada Keadaan Sel Telur Tersumbat atau Masalah pada Laki-laki
Jika ditemukan perbaikan setelah penghindaran, kemungkinan besar hal tersebut adalah faktor pencetus yang menyebabkan alergi.
Karena alergi akan muncul jika ada paparan.
Dengan demikian, bila paparan tersebut dihindari seharusnya alergi tidak muncul.

Selanjutnya, jika telah mengalami perbaikan dan tidak muncul respon alergi, maka bisa mencoba lagi untuk mendekati faktor yang dicurigai sebagai pencetus alergi tersebut.
Upaya ini disebut dengan Challenge.
Bila dicontohkan di atas, pencetus alergi adalah protein di dalam telur, maka bisa kembali lagi mengonsumsi telur tersebut.
Baca juga: Telur Punya Kandungan B4 yang Baik untuk Kesehatan, dr. Tan Shot Yen: Dibutuhkan oleh Otot dan Otak
Bila setelah mengonsumsi kembali, timbul gejala alergi yang sama seperti sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa pencetus alergi adalah protein di dalam telur tersebut.
Kendati demikian, jangan pernah melakukan Challenge ini jika manifestasi yang dialami berat.
Jika manifestasinya berat, maka bisa berisiko mengancam nyawa. Misalnya Anafilaksis atau syok.

"Tidak disarankan untuk dicoba lagi, jika manifestasinya adalah syok anafilaktik. Karena bisa menyebabkan kematian" imbuh Roro.
Selanjutnya, meskipun manifestasi yang dialami ringan dan sedang, sebaiknya Challenge dicoba kembali di bawah pengawasan dokter.
Baca juga: Cara Cegah dan Atasi Kelainan Tulang Belakang pada Anak dengan Tepat, Simak Pesan Dokter Berikut
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi respon yang berat.
Karena jika pada awalnya manifestasi ringan, bisa saja respon selanjutnya menimbulkan manifestasi sedang hingga berat.
Bahkan bisa juga, jika awalnya belum muncul manifestasi alergi, bisa timbul kembali pada waktu berikutnya.

"Misalnya pertama kali makan udang nggak papa, eh makan udang kedua, ketiga, keempat muncul."
"Sebenarnya nggak papa itu karena belum muncul manifestasi, tetapi respon imun di dalam tubuh sebenarnya sudah ada," jelas Roro.
Sehingga jika kita menerima protein yang sama, dalam hal ini adalah protein udang, akhirnya muncul lagi respon alergi.
Baca juga: Susu Kambing Formula Bisa Jadi Pilihan untuk Anak Alergi Susu Sapi, Simak Manfaatnya
Ketika respon tersebut sudah banyak dan memuncak, barulah bermanifestasi.
"Jadi kalau kita mau coba lagi hati-hati, karena yang tadinya ringan bisa aja nanti jadi berat," pesan Roro.
Jenis-jenis Alergi

Alergi jika dibedakan berdasarkan respon imun, memiliki 4 tipe. Mulai tipe 1 hingga 4.
Sedangkan jika dibedakan berdasarkan alergen atau benda yang menyebabkan alergi, itu bisa berupa:
- Inhalat (sesuatu yang dihirup), misalnya: debu, tungau, serbuk sari tanaman.
Baca juga: Tanaman Herbal Dapat Meningkatkan Imunitas, Simak Penjelasannya
- Ingasiant (sesuatu yang tertelan), misalnya: protein yang ada di dalam makanan tertentu.
- Sesuatu yang kontak dengan kulit atau mukosa di dalam tubuh.
Penjelasan dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video(3/2/2021)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)