TRIBUNHEALTH.COM - Alergi merupakan suatu kondisi yang sering dibicarakan oleh setiap orang.
Alergi bisa muncul karena berbagai faktor penyebab.
Seseorang yang mengalami alergi akan mengalami suatu gejala yang bisa saja berbeda pada setiap orang.
Gejala tersebut bisa ringan atau berat.
Baca juga: Benarkah Sakit Tenggorokan Terjadi Akibat Reaksi Alergi Dijalur Menelan? Begini Ulsan dr. Hemastia
dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A pun memberikan tips dalam mengatasi alergi dengan tipe berat.
Ia menyebut, ketika mengalami alergi berat harus menyediakan obat-obat emergency.
Penderita juga harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.

Dokter biasanya akan memberikan obat-obatan, seperti adrenalin untuk mengatasi syok.
Selain itu juga memberikan tata laksana resusitasi cairan dan terus memberikan pemantauan yang ketat.
"Untuk mengetahui berkurang atau tidaknya kondisi kegawatdaruratannya," sambungnya dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video.
Baca juga: Susu Kambing Formula Bisa Jadi Pilihan untuk Anak Alergi Susu Sapi, Simak Manfaatnya
Tidak lupa, dokter juga akan memberikan penanganan berupa pemberian oksigen.
Faktor yang Menyebabkan Alergi
Alergi bisa terjadi karena faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan terjadi akibat suatu zat asing yang masuk dalam tubuh seseorang.

Hal ini seharusnya tidak menimbulkan respon imun. Tetapi pada penderita yang memiliki kerentanan tertentu, akhirnya menyebabkan alergi.
Sementara, faktor genetik ini membuat seseorang rentan terhadap suatu alergen atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Akhirnya memicu terjadinya alergi.
Zat asing yang menyebabkan alergi, disebut alergen.
Baca juga: Apakah yang Menjadi Penyebab Gatal-gatal setelah Menerima Transfusi Darah? Begini Penjelasan Dokter
Dengan demikian alergi disebut sebagai suatu respon imun.
Respon imun memiliki fungsi untuk melindungi tubuh dari serangan zat asing.
Dalam hal ini, penyebab penyakit seperti:
- Bakteri

- Virus
- Parasit
- Jamur.
Akan tetapi, respon ini seharusnya tidak muncul.
Lantaran zat asing bukanlah suatu kuman penyebab penyakit.
Baca juga: Anak Bersin ketika Dekat dengan Kucing Belum Tentu Alergi, Simak Penjelasan Dokter Berikut
"Jadi tidak seharusnya dilawan. Tetapi pada alergi muncul respon imun," sambung
Menentukan Penyebab Alergi
Alergi biasanya terjadi tanpa diketahui penyebabnya.
Hal ini seringkali membuat bingung penderita karena tidak tahu cara mengatasinya.
Berdasarkan penuturan Roro, langkah utama dalam mengatasi alergi yang tidak diketahui penyebabnya adalah melakukan prinsip penghindaran sementara waktu.

Bisa dilakukan dengan menghindari hal-hal yang dicurigai menyebabkan alergi.
"Misalnya setelah makan telur, muncul merah-merah di sekitar mulut atau gatal. Kita curigai alergi terhadap protein di dalam telur itu."
"Artinya untuk memastikan kecurigaan tersebut, kita coba dulu menghindari makan telur," terang Roro.
Baca juga: Cara Jitu Mengatasi Rasa Gatal pada Kulit, Simak Ulasan dr. Dian Pratiwi Sp.KK. Berikut Ini
Penghindaran ini bisa dilakukan selama kurun waktu 2 hingga 4 minggu.
Jika ditemukan perbaikan setelah penghindaran, kemungkinan besar hal tersebut adalah faktor pencetus yang menyebabkan alergi.
Karena alergi akan muncul jika ada paparan.

Dengan demikian, bila paparan tersebut dihindari seharusnya alergi tidak muncul.
Selanjutnya, jika telah mengalami perbaikan dan tidak muncul respon alergi, maka bisa mencoba lagi untuk mendekati faktor yang dicurigai sebagai pencetus alergi tersebut.
Upaya ini disebut dengan Challenge.
Bila dicontohkan di atas, pencetus alergi adalah protein di dalam telur, maka bisa kembali lagi mengonsumsi telur tersebut.
Baca juga: Sebuah Penelitian Sebut Pilek Biasa Dapat Memberikan Perlindungan Terhadap Covid-19
Bila setelah mengonsumsi kembali, timbul gejala alergi yang sama seperti sebelumnya, maka dapat dipastikan bahwa pencetus alergi adalah protein di dalam telur tersebut.
Kendati demikian, jangan pernah melakukan Challenge ini jika manifestasi yang dialami berat.
Jika manifestasinya berat, maka bisa berisiko mengancam nyawa. Misalnya Anafilaksis atau syok.

"Tidak disarankan untuk dicoba lagi, jika manifestasinya adalah syok anafilaktik. Karena bisa menyebabkan kematian" imbuh Roro.
Selanjutnya, meskipun manifestasi yang dialami ringan dan sedang, sebaiknya Challenge dicoba kembali di bawah pengawasan dokter.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi respon yang berat.
Baca juga: Waspada Terkena Rubella saat Hamil, Dokter Singgung Anak Bisa Lahir Tuli hingga Alami Microchepaly
Karena jika pada awalnya manifestasi ringan, bisa saja respon selanjutnya menimbulkan manifestasi sedang hingga berat.
Bahkan bisa juga, jika awalnya belum muncul manifestasi alergi, bisa timbul kembali pada waktu berikutnya.
"Misalnya pertama kali makan udang nggak papa, eh makan udang kedua, ketiga, keempat muncul."
"Sebenarnya nggak papa itu karena belum muncul manifestasi, tetapi respon imun di dalam tubuh sebenarnya sudah ada," jelas Roro.

Sehingga jika kita menerima protein yang sama, dalam hal ini adalah protein udang, akhirnya muncul lagi respon alergi.
Ketika respon tersebut sudah banyak dan memuncak, barulah bermanifestasi.
"Jadi kalau kita mau coba lagi hati-hati, karena yang tadinya ringan bisa aja nanti jadi berat," pesan Roro.
Jenis-jenis Alergi
Alergi jika dibedakan berdasarkan respon imun, memiliki 4 tipe. Mulai tipe 1 hingga 4.
Sedangkan jika dibedakan berdasarkan alergen atau benda yang menyebabkan alergi, itu bisa berupa:
Baca juga: Lidah Gatal pasca Konsumsi Makanan, Benarkah Tanda Penyakit? Ini Kata drg. R. Ngt. Anastasia Ririen
- Inhalat (sesuatu yang dihirup), misalnya: debu, tungau, serbuk sari tanaman.
- Ingasiant (sesuatu yang tertelan), misalnya: protein yang ada di dalam makanan tertentu.

- Sesuatu yang kontak dengan kulit atau mukosa di dalam tubuh.
Penjelasan dr. Roro Rukmi Windi Perdani, Sp. A ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Lampung News Video(3/2/2021)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)