TRIBUNHEALTH.COM - Hipertensi dan emosi mudah marah merupakan kedua hal yang kerap dikaitkan.
Namun apakah benar kedua hal ini saling terkait?
Dokter, Filsuf, dan Ahli Gizi Komunitas, dr. Tan Shot Yen menjelaskan hal ini dalam program Malam Minggu Sehat Tribunnews.
dr. Tan menyebut, hubungan keduanya dialogal, dalam artian memang bisa saling berhubungan.
"Apakah karena dia hipertensi jadi tukang marah, atau karena marah-marah kemudian jadi hipertensi?"
"Well, bisa dua-duanya," tegas dr. Tan dikutip TribunHealth.com.
Dua tipe marah

Baca juga: Sederet Sayur Ini Bisa Bantu Turunkan Tekanan Darah, Cocok untuk Penderita Hipertensi
Baca juga: Pola Hidup Berubah Selama Pandemi, Angka Hipertensi Jadi Meroket pada 2020
Dia memulai penjelasannya dengan tipe orang marah, ada yang eksplosif dan tidak eksplosif.
"Pasif-agresif nih yang ngeri."
"Marah itu ada yang namanya mikul dhuwur mendhem jero (dipikul tinggi, dipendam hingga dalam). Dipendam."
Dua-duanya berpeluang bisa memicu hipertensi.
Pasalnya tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol dan adrenalin.
Hormon inilah yang kemudian memicu detak jantung menjadi naik.
"Bayangkan kalau ini menjadi kebiasaan," kata dr. Tan.
Dalam kesempatan tersebut, dr. Tan juga menjelaskan soal stres.
Baca juga: Gejala dan Sederet Penyebab Disfungsi Ereksi pada Pria, Termasuk Kondisi Emosional atau Psikis
Baca juga: Kanker Mulut Bisa Picu Komplikasi, Termasuk Disfagia hingga Masalah Emosional

Menurut dokter Tan, stres adalah kondisi ketika apa yang diharapkan berbeda dari apa yang terjadi.
Padahal seorang individu tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol dan mengubah.
"Nah problemnya kenapa orang stres, karena dia selalu ingin mengubah orang lain."
"Padahal mengubah orang lain itu hak perogratifnya Gusti Alloh," tegasnya.
"Yang bisa anda ubah siapa? Dirimu sendiri."
Penyebab Hipertensi

Dalam forum yang sama, dr. Tan menjelaskan dua klasifikasi hipertensi.
"Klasifikasi hipertensi itu sebenarnya ada dua. Ada yang kite sebut sebagai primer, ada yang disebut sebagai sekunder," jelasnya dalam program Malam Minggu Sehat Tribunnews.com.
Hipertensi primer, kata dr. Tan, penyebabnya sulit untuk ditemukan.
"Primer ini hanya Tuhan yang tahu," kata dr. Tan dengan nada bercanda.
"Ini kalau diusust biasanya ngga ketemu. Dengan catatan diusut dokternya sabar ya," lanjutnya.
Primer adalah ketika tidak diketahui penyebab hipertensi itu sendiri, atau disebut juga dengan idiopatik.
Namun, penyebab hipertensi paling banyak adalah yang sekunder.
"Artinya kita ketahui sebabnya. Misalnya nih, gaya hidup. Lebih banyak duduk, ngga olahraga, ngga ngapa-ngapain, kelompok rebahan."
Baca juga: dr. Renan Sukmawan Sebut Hipertensi Bisa Picu Jantung Bengkak, Lama-lama Jantung Bisa Melar
Baca juga: Hipertensi Kerap Tak Disertai Gejala, Pakar Kesehatan Tekankan Pentingnya Kontrol Darah Rutin

Belum lagi ketika orang tersebut memiliki penyakit penyerta, katakanlah diabetes, ginjal, dan lain-lain.
"Ginjal itu besar kontribusinya dalam mengatur darah."
"Gara-gara hipertensi ginjalnya rusak, tapi bisa juga gara-gara ginjalnya bermasalah orangnya jadi hipertensi," jelas dr. Tan.
Kemudian beberapa penyebab hipertensi yang lain adalah gangguan kelenjar tiroid, penyempitan pembuluh darah, obat-obatan, dan lain-lain.
Jika kondisi hipertensi tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin akan memicu sederet komplikasi masalah kesehatan.
(TribunHealth.com/Nur)