TRIBUNHEALTH.COM - Stres merupakan tekanan mental yang bisa dialami oleh siapa saja.
Umumnya, seseorang mengalami stres saat berada di bawah tekanan ataupun merasa kesulitan menghadapi sesuatu.
Tentunya stres bisa dialami oleh siapa saja.
Bukan hanya orangtua, rupanya stres pun bisa dialami oleh remaja.
Seringkali stres pada remaja tidak disadari, bahkan cenderung diabaikan.
Jika demikian, maka bisa menyebabkan kondisi mental semakin mengkhawatirkan.
Untuk mengantisipasinya dibutuhkan strategi pengelolaan stres yang benar.
Apakah ekspektasi dan harapan dari lingkungan sekitar bisa menyebabkan remaja rentan stres?

Baca juga: Pendaftaran CPNS dan PPPK 2024 Diundur, Berikut Jadwal Terbarunya
Psikolog keluarga dan pendidikan anak, Adib Setiawan menyampaikan tanggapannya pada tayangan YouTube TribunHealth.com mengenai ekspektasi dan harapan lingkungan yang menyebabkan remaja rentan stres.
Menyinggung soal stres, tentunya hal ini bisa terjadi pada siapa saja, tak terkecuali pada remaja.
Upaya dalam mengatasi stres tentu membutuhkan strategi yang benar.
Bahkan, ekspektasi dan harapan dari lingkungan sekitar pun bisa menjadi pemicu stres pada remaja.
Maka dari itu, pentingnya kita mengetahui pandangan psikolog mengenai kehidupan remaja saat ini.
Dijelaskan oleh psikolog Adib Setiawan bahwa remaja yang tidak bisa memenuhi harapan lingkungan akan mengalami stres.
Baca juga: 4 Bansos Ini Cair Maret 2024, Ada Bansos PKH Rp 750 Ribu hingga Beras 10 Kg
"Ya tentunya kalau seorang remaja tidak memenuhi harapan lingkungan kan akan muncul stres," kata Adib Setiawan.
Harapan dari lingkungan kata psikolog Adib Setiawan seperti, harapan bekerja, harapan menjadi siswa berprestasi di sekolah maupun harapan untuk bisa berteman dengan teman lainnya.
Lanjut, jika remaja tersebut tidak bisa menjalani, Adib Setiawan menuturkan bahwa hal tersebut bisa menjadi suatu tekanan tersendiri.
"Entah harapan untuk bekerja, harapan berprestasi di sekolah, atau harapan untuk bisa berteman dengan temannya. Kalau misalnya itu tidak bisa dijalani kan menjadi suatu tekanan tersendiri bagi remaja itu," sambungnya.
Bagaimana pandangan psikolog mengenai kehidupan remaja saat ini?
Baca juga: 4 Gejala Awal Diabetes Ini Jarang Disadari: Mudah Lapar, Sering Merasa Haus dan Buang Air Kecil
Adib Setiawan menuturkan bahwa kehidupan remaja saaat ini sangat tergantung dari kondisi saat ini pula.
Namun, pada kondisi elite global ini, mungkin remaja-remaja sedang mencari pekerjaan terasa lebih dulit dibandingkan sebelumnya.
"Tentunya kehidupan remaja saat ini sangat tergantung pada kondisi saat ini juga ya. Tentunya saat ini jaman susah ya, elite global gitu ya. Mungkin remaja-remaja saat ini dalam situasi mencari kerja, mungkin juga jauh lebih sulit dibandingkan sebelum-sebelumnya," tutur psikolog Adib Setiwan.
Ia menuturkan bahwa remaja saat ini mengalami tekanan yang relatif lebih tinggi.
Lanjut, tentunya orangtua berharap saat anak remaja sudah lulus sekolah atau lulus kuliah bisa segera mendapatkan pekerjaan. Namun, kadang juga tidak mudah mencari pekerjaan.
Baca juga: 6 Manfaat Tersembunyi Sawi Putih, Salah Satunya Melawan Penyakit Diabetes
"Tentunya seorang remaja tekanannya saat ini juga relatif lebih tinggi. Kan orangtua berharap remaja kalau sudah lulus sekolah atau lulus kuliah bisa segera bekerja. Namun, kadang kala gak gampang juga mencari pekerjaan," lanjutnya.
Psikolog keluarga dan pendidikan anak, Adib Setiawan menegaskan, bisa saja hal tersebut menjadi tekanan tersendiri bagi remaja.
Lebih lanjut, pada remaka yang masih sekolah, kata Adib Setiawan mungkin tekanan yang dialami lebih rendah daripada yang sudah lulus sekolah ataupun lulus kuliah.
"Bisa saja itu menjadi tekanan tersendiri bagi remaja. Tapi kalau remaja yang masih sekolah itu mungkin tekannya lebih ringan lah, lebih rendah daripada yang sudah lulus, seperti itu." ujar psikolog Adib Setiawan.
Harapan dan ekspektasi dari lingkungan sekitar bisa menimbulkan tekanan pada seorang remaja.
Ini disampaikan pada channel YouTube TribunHealth bersama dengan Adib Setiawan, Sp.Psi., M.Psi. Seorang priskolog keluarga dan pendidikan anak dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia.
(TribunHealth.com/PP)