TRIBUNHEALTH.COM - Trauma adalah respons tubuh dan pikiran terhadap suatu kejadian yang mengancam keselamatan atau kesejahteraan seseorang.
Trauma dapat terjadi akibat berbagai jenis pengalaman yang traumatis, termasuk kejadian yang tidak diinginkan seperti kecelakaan, bencana alam, atau trauma seksual.
Trauma seksual adalah pengalaman traumatis yang terkait dengan kekerasan seksual atau pelecehan seksual.
Trauma seksual dapat memengaruhi individu secara fisik, emosional, dan psikologis.
Orang yang mengalami trauma seksual mungkin mengalami gejala seperti kecemasan, depresi, kesulitan tidur, perubahan mood, dan masalah kesehatan mental lainnya.
Baca juga: Apakah Penderita Asam Urat Boleh Makan Emping Melinjo?
Penting untuk diingat bahwa trauma seksual tidak hanya dialami oleh kaum wanita, meskipun data menunjukkan bahwa perempuan seringkali merupakan korban yang lebih umum.
Pria dan individu dari berbagai latar belakang atau identitas gender juga dapat mengalami trauma seksual.

dr. Binsar mengatakan bahwa trauma seksual berkaitan dengan psikologi yang akan menyebabkan masalah seksual.
"Kita harus yakinkan dahulu bahwa problem seks itu adalah problem organik, problem tubuh," terang dr. Binsar.
Problem psikologi memperberat problem seksual yang sudah ada.
Pasalnya trauma seksual banyak sekali macamnya.
"Saya dapati dua kasus vaginismus karena trauma seks," pungkas dr. Binsar Martin Sinaga, FIAS.
Pertama, seorang wanita muda yang memiliki komunitas atau kumpulan.
Baca juga: Khasiat Daun Pepaya Bagi Pasien Diabetes, Efektif Mengontrol Kadar Gula Darah
"Kumpulan para wanita muda juga dan itu tidak hanya satu dua tiga, banyak. Mereka rajin berkumpul seperti arisan begitulah.
Apa yang terjadi, pada waktu mereka menikah, satu dengan yang lain cerita, menikah malah pertama nyerinya sakitnya minta ampun.
Bayangkan, seorang wanita muda dengan polosnya dengerin sharing teman-temannya tentang hubungan seks itu sakit, menyakitkan waktu penis itu masuk ke dalam vaginanya," lanjut dr. Binsar Martin Sinaga, FIAS.

Akhirnya cerita tersebut secara sadar atau tidak sadar terekam di dalam memorinya.
Akibatnya, pada saat wanita tersebut memasuki dunia pernikahan akan mengalami trauma seksual.
Sehingga pada saat malam pertama dengan pasangan, dipikirannya teringat bahwa berhubungan seksual akan menimbulkan sakit kemudian secara otomatis vaginanya akan menjadi rapat.
"Saya bersyukur ya, akhirnya tahun 2020 akhir yang ibu tadi datang sama saya, dua tahun saya obati pengobatan vaginismus itu dengan vaginilator tentunya yang dikerjakan oleh suaminya dengan supervisi kita, artinya dengan kontrol berulang mengevaluasi kemajuan hasil pengobatan," ungkapnya.
Baca juga: Daftar Minuman yang Ampuh Menurunkan Kadar Gula Darah Tinggi, Pasien Diabetes Harus Tahu
Di dalam ilmu sexologis terdapat tiga jenis pengobatan, yaitu:
1. Konseling
2. Seks terapi
3. Obat
"Konseling kita lakukan, yang kedua seks terapi. Siapa yang mengerjakan? bukan saya, yang kerjain suaminya.
Kita hanya mensupervisi, mengevaluasi kemajuan.
Dua tahun akhirnya bisa terjadi penetrasi dan si ibu itu akhirnya wa saja. Dok, terima kasih saya sekarang sudah hamil.
Sudah satu kali sudah bisa masuk penetrasi dua kali dan akhirnya dia nikmati sekarang seks itu dan hamil akhirnya," jelasnya.
Baca juga: Pasien Darah Tinggi Tak Boleh Makan 3 Ikan Ini, Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
Klik di sini untuk mendapatkan referensi vitamin guna meningkatkan daya tahan tubuh.
Penjelasan Medical Sexologist, dr. Binsar Martin Sinaga, FIAS dilansir Tribunhealth.com dari Youtube Warta Kota Production program Edukasi Seksual edisi 08 Juni 2023.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lainnya di sini.