TRIBUNHEALTH.COM - Memiliki double chin memang membuat beberapa orang merasa kurang percaya diri.
Pasalnya, double chin ini terlihat mengganggu penampilan karena bentuk rahang terlihat tidak tegas dan seperti memiliki dua dagu.
Beberapa orang memilih mengatasi double chin ini dengan treatment.
Tentunya sebelum melakukan treatment untuk mengatasi double chin ini, sobat sehat perlu berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu untuk mengetahui hal-hal yang boleh dilakukan sebelum maupun sesudah treatment.
Dokter kecantikan di Klinik Dermaster Bali, dr. Caryn Miranda Saptari menyampaikan tanggapannya pada tayangan YouTube Tribun Health.com mengenai perawatan menghilangkan double chin.
Memang, sebaiknya sebelum melakukan treatment untuk mengatasi double chin ini, sobat sehat mengetahui beberapa hal yang harus diperhatikan.
Sebenarnya double chin ini karena adanya penumpukan lemak, kata dr. Caryn tugas pasien dan dokter seimbang.

Baca juga: 7 Cara Alami Menurunkan Kolesterol, Efektif dan Aman untuk Kesehatan
Ia mengatakan, pasien harus menjaga pola makannya tetap sehat, tidak berlebihan, tidak konsumsi junkfood, tentunya harus menjaga dari segi pola hidup.
Sedangkan tugas dokter, kata dr. Caryn ialah melakukan yang berbaik saat treatment. Pilihan treatment yang terbaik harus disertai pemilihan klinik terbaik, produk terbaik dengan risiko minimal.
Selain itu, disampaikan pula agar tidak tergiur dengan harga murah, dan tidak tahu risiko jangka panjangnya.
"Jadi pesan saya, sebetulnya karena double chin itu kalau karena ada penumpukan lemak, tetep tugas pasien dan tugas dokter itu imbang. Jadi pasien harus tetap menjaga juga supaya pola makannya tetep sehat, tidak berlebihan, tidak makan junk food, jadi harus menjaga dari segi pola hidupnya," ujar dr. Caryn.
Baca juga: Bansos BLT BPNT Tahap 1 2024 Cair Rp 400 Ribu, Cek Jadwal Pencairan dan Syarat Penerima
"Kemudian tugas dokter melakukan yang terbaik untuk treatmentnya. Pilihan treatment yang terbaik juga harus dilakukan disertai pemilihan klinik terbaik, harus pemilihan produk yang terbaik dengan risiko yang sangat minimal. Karena gak boleh tergiur dengan harga murah. Karena biasa kita tergiur, jadi coba-coba kadang kita gak tahu risiko jangka panjangnya apa," lanjutnya.
Lanjut, dokter kecantikan ini menyarankan agar pasien lebih cermat memilih tindakan atau treatment yang dilakukan, treatment yang dibutuhkan, bahan aman dan sudah BPOM.
"Jadi untuk pasien harus lebih cermat untuk memilih tindakan atau treatment yang dilakukan. Benar-benar yang dibutuhkan, bahan-bahan aman, kemudian cari yang sudah BPOM ya," sambungnya.
Karena saat ini memang banyak orang yang tergiur dengan harga murah padahal tindakan yang dilakukan tidak melibatkan dokter yang berkompeten, sehingga ini sangat berbahaya.
Baca juga: Rekrutmen CPNS & PPPK 2024 Akan Dibuka Mei 2024, Cek Dokumen Berkas yang Perlu Disiapkan
Kata dr. Caryn banyak pasien yang datang ke klinik dengan keadaan sudah dikerjakan oleh orang tidak kompeten atau bahkan bukan dokter. sehingga menimbulkan infeksi dan risiko nekrosis.
Disarankan oleh dr. Caryn untuk cermat mengapa harga di klinik bisa jauh berbeda, mengenai bahan yang digunakan, efek jangka panjang. Selain itu harus cermat bertanya dengan dokter mengenai apa yang dimasukkan, bahan yang digunakan dan efek sampingnya. Jangan sampai tergiur dengan harga.
"Banyak banget pasien datang ke klinik sudah dikerjakan dengan orang yang tidak kompeten atau bahkan bukan dokter, menimbulkan infeksi, risiko nekrosis. Jadi biasanya harus disertai dengan dokter yang kompeten," tutur dr. Caryn.
"Untuk estetik ini sudah sangat banyak kliniknya, coba pasien untuk lebih cermat kenapa harganya bisa jauh berbeda, apa bahan-bahan yang dipakai. Kemudian efek samping jangka panjangnya seperti apa. Jadi boleh baca-baca dulu, harus cermat tanya ke dokter apa yang dimasukkan, bahannya apa, nanti jadi apa, efek sampingnya bagaimana. Jangan hanya tergiur dengan harga." pungkasnya
Ini disampaikan pada channel YouTube Tribun Health bersama dengan dr. Caryn Miranda Saptari. Seorang dokter kecantikan Klinik Dermaster Bali.
(TribunHealth.com/PP)