TRIBUNHEALTH.COM - Dr. Vikas Chopra, Konsultan Sr. Interventional Cardiologist-Department of Cardiology, Primus Super Speciality Hospital, New Delhi, berbicara mengenai buruknya gaya hidup yang menyebabkan hipertensi.
Terlalu ambisius dalam bekerja, minim bergerak, hingga hadirnya smartphone turut menyumbang angka penderita hipertensi.
Padahal hipertensi adalah penyebab utama stroke, penyakit jantung, komplikasi ginjal dan kematian dini.
“Ya, hipertensi umumnya dikenal sebagai tekanan darah tinggi dan dapat terjadi karena banyak masalah seperti riwayat keluarga, gaya hidup, usia, pola makan yang buruk, dan stres, antara lain," katanya, dilansir TribunHealth.com dari India Times.
"Tekanan di arteri saat jantung berdetak disebut tekanan darah sistolik dan tekanan di arteri saat jantung beristirahat disebut tekanan darah diastolik," paparnya.
Baca juga: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Jelaskan Faktor-faktor Risiko Penyebab Hipertensi
Gaya Hidup Tak Sehat
Menurut Dr. Chopra gaya hidup memainkan peran penting dalam terjadinya penyakit hipertensi.
“Gaya hidup yang kurang gerak dan rutinitas yang tidak seimbang telah menjadi pensering kaliak kondisi kesehatan yang kritis akhir-akhir ini," paparnya.
Gaya hidup lain yang patut menjadi perhatian adalah dunia kerja "serba cepat" untuk mencapai karier yang diimpikan.
"Orang-orang, sering kali di dunia korporat, sangat bersemangat untuk mencapai hasil yang tidak dapat dicapai sehingga mereka mengabaikan tanda bahaya yang dikirimkan oleh tubuh mereka."
"Merokok berlebihan, mengkonsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, pola makan yang buruk (termasuk banyak sampah dan tidak ada buah & sayuran musiman, susu, biji-bijian, protein dll) adalah bagian dari gaya hidup yang tidak sehat," tambah Dr. Chopra.
Satu lagi gaya hidup yang kian membuat generasi sekarang malas gerak atau "mager" adalah hadirnya gadget.
"Terpikat pada layar di telapak tangan kita adalah alasan lain mengapa kita tidak terlalu memperhatikan rutinitas kita. Tidak terlalu banyak menggerakkan tubuh dan menjalani gaya hidup yang tidak banyak bergerak adalah faktor terbesar yang berkontribusi terhadap hipertensi.”
Baca juga: Cara Menjaga Mata dari Dampak Buruk Penggunaan Layar Gadget, Termasuk Mengatur Ukuran Font
Tekanan darah yang berisiko
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), tingkat tekanan normal harus kurang dari 120/80 mmHg.
Seseorang berisiko mengalami prehipertensi jika tekanan darah sistolik: 120–139 mm Hg dan diastolik: 80–89 mm Hg.
Sementara hipertensi terjadi ketika sistolik 140 mm Hg atau lebih tinggi dan diastolik 90 mm Hg atau lebih tinggi.
Tahap 1 dan tahap 2 hipertensi
Hipertensi tahap 1 terjadi ketika pembacaan atas berkisar antara 130 hingga 139mm Hg atau pembacaan bawah adalah 80 hingga 90 mmHg.
Sedangkan, hipertensi Tahap 2 terjadi ketika pembacaan atas berkisar dari 140 mm Hg atau lebih tinggi atau pembacaan bawah 90 mmHg atau lebih tinggi.
Orang dengan tekanan darah tinggi memiliki gejala wajah seperti sakit kepala, sesak napas, dan bahkan mimisan.
Baca juga: Penglihatan Kabur hingga Mimisan Bisa Jadi Tanda Hipertensi, Hindari Makanan Berikut
Namun gejala hipertensi bisa berbeda antara satu dan lainnya.
Selain itu, gejala hipertensi biasanya juga muncul ketika sudah mengancam nyawa.
“Ini tidak spesifik untuk semua orang dan tidak selalu terjadi kecuali tekanan darah tinggi telah mencapai tingkat yang mengancam jiwa," paparnya.
"Peningkatan tekanan darah akut yang ditandai dengan tanda-tanda kerusakan organ target adalah hipertensi darurat."
"Pasien dalam kondisi seperti itu harus mendapat pertolongan medis darurat dengan angka tekanan darah lebih tinggi dari 180/120 mm Hg."
Hipertensi darurat terdiri dari iskemia jantung, edema paru, gagal ginjal akut, eklampsia, diseksi aorta, dan defisit neurologis, kata Dr. Chopra.
Pemeriksaan rutin bagi orang berisiko
Jika tidak ditangani tepat waktu, hipertensi tidak hanya dapat menyebabkan serangan jantung tetapi juga banyak masalah kesehatan parah lainnya.
Bukan hanya orang dengan kondisi yang mendasari (komorbid) atau riwayat hipertensi dalam keluarga yang boleh melakukan pemeriksaan.
Siapa pun yang mulai berusia 18 tahun harus memeriksakan tekanan darahnya setidaknya sekali dalam dua tahun.
Selanjutnya bisa sesuai anjuran dokter.
Beberapa orang mungkin memerlukan pemeriksaan yang lebih sering dengan obat-obatan untuk melacak dan mengobati hipertensi.
Dapatkan produk kesehatan di sini
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)