TRIBUNHEALTH.COM - Gangguan jiwa merupakan sebuah sindrom atau sekelompok gejala yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang sehingga menyebabkan disfungsi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Beberapa jenis gangguan jiwa adalah depresi, gangguan kecemasan, skizofrenia, gangguan makan, dan perilaku adiktif.
Lantas apakah seseorang yang mengalami gangguan jiwa harus ditangani secara medis?
dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ menuturkan jika terdapat level-level seseorang yang mengalami gangguan jiwa.
Pernyataan ini disampaikan oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSA UGM, dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Malioboro Blitz program Bincang Sehat edisi 18 Desember 2020.
Baca juga: dr. Tika Imbau untuk Memperlakukan Alat Bantu Penyandang Disabilitas Seperti Bagian dari Tubuhnya

Baca juga: Mengunyah Makanan hanya Satu Sisi Dapat Mempercepat Menumpuknya Karang Gigi, Ini Penjelasan Dokter
"Jadi gangguan depresi, ada juga dibagi dengan ringan, sedang, berat. Gangguan cemas juga begitu," ucap dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
"Bahkan yang dikatakan gangguan jiwa berat skizofrenia juga dia ada level yang ringan, sedang, dan berat," sambung dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
"Dilihatnya darimana ketika seseorang membutuhkan penanganan seorang profesional. Dilihatnya bahwa dikatakan terganggu apabila misalnya kecemasannya itu membuat dia menurunkan kualitas hidupnya," timpal dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
"Misalnya kecemasan dari Covid-19 nih ya, terus kemudian karena takut sangking cemasnya ya, sudah pakai masker tapi dia nggak mau melakukan aktivitas seperti biasa," imbuh dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
"Begitu new normal kan biasanya bekerja kembali gitu ya. Dia lebih akhirnya mengurung diri di dalam kamar," jelas dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
Hal ini menandakan bahwa kualitas hidupnya menjadi menurun dimana ia tidak bisa bekerja dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Baca juga: Jangan Salah Paham, Ini Definisi Kulit Sehat Sebenarnya menurut dr. Amelica Oksariani, M. Biomed AAM

Baca juga: Apakah Kehamilan Risiko Tinggi Bisa Dihindari? Simak Dr. dr. Wiku Andonotopo, Sp.OG, Subspes Kfm
dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ menjelaskan jika pada kondisi seperti ini menandakan apabila orang tersebut sudah mengalami gangguan.
"Begitu juga dengan depresi, siapa sih yang nggak pernah sedih. Apalagi kalau pasien-pasien Covid-19nya semakin meningkat nih ya," lanjut dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
Pasalnya kesedihan dapat menghambat aktivitas-aktivitas sehari-hari.
Apabila aktivitas sudah terhambat maka bisa dikatakan jika sudah terjadi gangguan.
Sehingga dalam hal ini seseorang memerlukan penanganan dari profesional.
Seseorang yang stres bisa dikatakan jika sedang mengalami reaksi terhadap suatu tekanan baik dari internal atau eksternal.
Reaksi stres bisa secara fisik maupun secara emosional.
"Contohnya kalau secara fisik itu kadang suka deg-deg an, jantungnya kok sering berdebar-debar atau nafasnya memburu dan sering berkeringat," ulas dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
Baca juga: Ini yang Perlu Dipahami dari Masing-masing Jenis Leukimia, Dokter Jabarkan Gejala dan Keuninkannya

Baca juga: Berikut Berbagai Kebiasaan Buruk Baik Disadari atau Tidak yang Dapat Cetuskan Masalah Gigi dan Mulut
"Itu adalah reaksi stres yang secara fisik. Kalau emosionalnya bagaimana, ya mungkin mudah marah jadi sedih-sedih, nafsu makannya menurun terus kemudian insomnia nggak bisa tidur ya, sensitif ya," lanjut dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ.
dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ mengatakan apabila sebenarnya stres normal jika reaksi tersebut tidak berkepanjangan sehingga menimbulkan gangguan.
Baca juga: Faktor KeturunanTingkatkan Risiko Alami Steven Johnson Syndrome, Begini Penjelasan dr Arieffah Sp.KK
Penjelasan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSA UGM, dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Malioboro Blitz program Bincang Sehat edisi 18 Desember 2020.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.