TRIBUNHEALTH.COM - Sunat merupakan proses pengelupasan kulit yang menyelubungi ujung penis.
Sunat sendiri dapat dilakukan mulai dari bayi, anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Banyak orangtua yang khawatir jika sunat dilakukan saat bayi akan mempengaruhi pertumbuhannya.
Namun menurut dr. Rizka Vinkan Septiani, Sp.B, sunat yang dilakukan saat bayi tidak ada pengaruhnya dengan hormon pertumbuhan anak.
Dilansir TribunHealth.com, dr. Rizka Vinkan Septiani, Sp.B memberikan penjelasan dalam tayangan YouTube Tribun Jabar Video.
Baca juga: dr. Rizka Vinkan Septiani, Sp.B Paparkan Manfaat hingga Waktu yang Tepat Melakukan Sunat

Baca juga: Apakah Sunat Bisa Dilakukan pada Bayi? Simak Penjelasan dr. Agung Aji Prasetyo., Msi, Med, Sp.BA.
dr. Rizka Vinkan menuturkan, sunat tidak boleh dilakukan secara sembarangan dan harus melihat indikasi dan kontra indikasi terlebih dahulu.
Jika ditemui adanya kontra indikasi, maka sunat harus ditunda terlebih dahulu kemudian melakukan terapi dan akhirnya baru boleh melakukan sunat.
Oleh karena itu, sebelum melakukan sunat harus melakukan pemeriksaan atau medical check up.
Medical check up bertujuan untuk melihat bentuk atau anatomi apakah normal atau tidak.
Baca juga: Sebelum Memilih Metode Sunat, Perhatikan Sejumlah Hal Berikut dari dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U
Beberapa kondisi yang harus dilakukan penundaan untuk sunat.
1. Hipospadia
dr. Rizka Vinkan menjelaskan, tidak semua kondisi boleh dilakukan sunat, salah satu kondisi tidak boleh melakukan sunat adalah hipospadia.
Hipospadia merupakan kondisi dimana lubang untuk buang air kecil tidak terletak pada ujung penis, melainkan terletak di bawahnya.
Kondisi ini merupakan kelainan bawaan yang justru tidak boleh dilakukan sunat.
Pasalnya sunat dilakukan untuk membuang kulit yang menyelubungi penis.
Namun dalam kondisi ini kulit tersebut akan digunakan sebagai bahan baku untuk merekonstruksi kelainan tersebut.
Baca juga: Inilah Beberapa Macam Sunat Modern dengan Metode yang Lebih Baik, Berikut Penjelasan Dokter

Baca juga: Dari Sisi Medis, Apakah Sunat untuk Wanita Juga Perlu Dilakukan? Simak Penjelasan dr. Irmadani Intan
2. Mikropenis
Kelainan kedua adalah misalnya orangtua merasa penis anaknya kecil.
Apabila mengalami kondisi seperti ini, maka harus dilakukan pengukuran terlebih dahulu.
Pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah memang penisnya kecil karena anaknya gemuk ataukah karena mengalami mikropenis.
Mikropenis ialah suatu kelainan pada pria yang berupa pertumbuhan penis lebih kecil daripada yang seharusnya.
Menurut dr. Rizka Vinkan, jika mengalami kelainan mikropenis tidak akan segera dilakukan sunat.
Kondisi tersebut akan diperbaiki dan di terapi terlebih dahulu permasalahannya, baru dilakukan sunat ketika sudah membaik.
Baca juga: Benarkah Setelah Sunat Tidak Boleh Mandi? Ini Kata dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U.

Baca juga: Tren Sunat Metode Cincin, Seperti Apa Tindakannya? dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U Menjawab
3. Memiliki kelainan darah
dr. Rizka Vinkan menyebutkan, kelainan darah ada yang darahnya sulit untuk beku atau hemofilia.
Penderita hemofilia jika melakukan sunat akan mengalami pendarahan terus-menerus.
Kondisi ini akan dilakukan terapi terlebih dahulu baru dilakukan sunat.
"Memang sederhana melakukan sunat itu, namun harus yakin bahwa kondisinya baik-baik saja."
"Karena tidak semua kondisi boleh di sunat dan beberapa kondisi harus ditunda untuk melakukan sunat."
"Jadi sunat itu tidak asal sunat, harus diperhatikan dari segi kesehatan dan juga bentuk penis."
"Sunat sendiri hanya menggunakan bius lokal dan tindakannya dinilai cukup sederhana."
"Usia berapa saja tidak masalah, asalkan tidak memiliki kelainan."
Baca juga: Lama Pemulihan dan Pantangan Setelah Sunat yang Perlu Diketahui dari dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U
Penjelasan tersebut disampaikan oleh dr. Rizka Vinkan Septiani, Sp.B dalam tayangan YouTube Tribun Jabar Video.
Baca berita lain seputar kesehatan di sini
(Tribunhealth.com/IR)