TRIBUNHEALTH.COM - Depresi tidak hanya terjadi pada kalangan atau golongan usia tertentu saja.
Hasil Riskesdas pada tahun 2018 menunjukkan jika gangguan depresi bisa mulai terjadi pada usia remaja, yaitu usia 15-24 tahun dengan prevalensi sebesar 6,2 persen.
Pasalnya pola prevalensi tersebut akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia.
Diagnosa depresi
Dalam mendiagnosis depresi, psikiater perlu mendapatkan informasi dari pihak keluarga yang sehari-hari bersama pasien.
Selain itu, psikiater juga akan melakukan pemeriksaan kondisi pasien secara langsung.
Baca juga: Begini Langkah-langkah Menyikat Gigi yang Benar Menurut drg. Ahmad A. Adam
Hal ini disampaikan oleh Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 02 Juli 2022.

Baca juga: Gejala Spesifik Penyakit Jantung Bawaan (PJB) : Biru dan Tidak Biru, Berikut Ini Pahami Perbedaannya
Untuk tahap yang lebih lanjut, apabila penderita tersebut memiliki kognitif ataupun kemampuan intelektual yang masih bagus, biasanya pada depresi ringan ataupun depresi sedang tahap awal kemampuan kognitif pasien masih bagus itu ada instrumen-instrumen yang bisa mendeteksi sebuah gangguan depresi.
Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ mengatakan jika salah satu pemeriksaan sederhana yang bisa dilakukan adalah Beck Depression Inventory (BDI) atau dengan Hamilton Depression Rating Scale (HDRS).
Instrumen tersebut nantinya juga akan diinterpretasikan oleh seorang psikiater.
Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ menerangkan jika sifatnya sebagai alat tambah pemeriksaan selain pemeriksaan yang dilakukan oleh psikiater.
"Jadi untuk menegakkan sebuah gangguan depresi secara medis, mungkin prosesnya demikian," ujar Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ dalam tayangan Healthy Talk edisi 02 Juli 2022.
Penanganan penderita depresi
"Kalau kita bicara penanganan, penatalaksanaan dalam gangguan depresi itu dibagi menjadi dua. Dalam semua gangguan kesehatan jiwa, gangguan kejiwaan itu penatalaksanaannya adalah dengan menggunakan farmakoterapi, terapi obat-obatan, dan non farmakoterapi," imbuh Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
Baca juga: drg. Andi Tajrin, M.Kes., Sp.BM (K): Gigi Bungsu yang Dicabut Tak Akan Memengaruhi Gigi Tetangganya

Baca juga: Apakah Adanya Gigi Impaksi Bisa Memengaruhi Gigi Sebelahnya? Begini Kata drg. Andi Tajrin, M.Kes
"Kalau kita bicara dengan farmakoterapi, kita bicara tentang obat-obat anti depressan, yaitu obat-obat yang bisa mencegah seseorang ataupun memperbaiki kondisi depresi seseorang," sambung Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
"Itu banyak sekali macamnya. Ada golongan dari trisiklik, dari golongan SSRIs dan dari SNRIs. Itu jenis-jenis obatnya, mungkin kalau di luar itu, mungkin kalau kita pernah mendengar obat jenis amitriptyline, nortriptyline. Itulah jenis-jenis obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi kondisi depresi seseorang," pungkasnya.
Trisiklik bekerja langsung menghambat sejumlah neurotransmiter, termasuk serotonin, epinefrin, dan norepinephrine, agar tidak kembali terserap sekaligus juga mengikat reseptor sel saraf.
Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRIs) digunakan untuk mengobati depresi sedang sampai berat.
Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs) menghambat serotonin dan norepinephrine agar tidak diserap kembali oleh sel saraf.
"Dan apabila obat orang tersebut mengalami kondisi depresi yang berat, yang disertai dengan pola pikir yang berat, yang terganggu, maksud saya seperti tadi mengalami halusinasi auditori, halusinasi visual, mungkin ada juga mengalami waham curiga, waham bersalah, itu perlu ditambahkan dengan namanya obat-obat antipsikotik," tambahnya.
"Antipsikotik yang biasa digunakan biasanya itu antipsikotik golongan yang generasi kedua, seperti contohnya risperidone, olanzapine, dan sebagainya," lanjutnya.
Baca juga: Ketahui 3 Tingkatan Perawatan Ortodonti Menurut drg. Ardiansyah S. Pawinru, Sp.Ort(K)

Baca juga: drg. Zita Aprilia Ungkap Masalah Kesehatan Gigi Anak dan Waktu yang Tepat Mengenalkan Dokter Gigi
Selain itu, bisa juga dikombinasikan dengan beberapa obat lain jika seandainya pasien mengalami kondisi gangguan afektif bipolar.
Biasanya dokter akan menyertakan dengan obat-obat mood stabilizer, dimana untuk menstabilkan suasana hati.
"Jadi nanti sebuah seni dari seorang psikiater, bagaimana mengkondisikan terapi yang baik, yang nyaman, yang tidak mengganggu fungsi peran supaya kondisi gangguan depresinya bisa tertangani dengan baik dan terapinya juga itu tidak bisa sebentar," tutur Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ.
"Biasanya terapi yang dilaksanakan pada gangguan depresi itu berjalan panjang, lebih dari 2 minggu sampai 4 sampai 6 bulan. Nanti dievaluasi sampai dia baik dan sembuh betul," paparnya.
Baca juga: Psikolog Sebut Orang Mengalami Trust Isue Sepanjang Menimbulkan Konflik Berkepanjangan
Penjelasan Mayor Kes dr. Hary Purwono, Sp.KJ dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 02 Juli 2022.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.