TRIBUNHEALTH.COM - Hubungan atau rumah tangga yang tidak sehat sebenarnya banyak terjadi di lingkungan sekitar.
Kekhawatiran-kekhawatiran akan pendapat masyarakat yang berkonotasi buruk itulah yang membuat wanita rela bertahan dalam rumah tangga yang tidak sehat demi hubungan yang dianggap lebih baik dibandingan hubungan ketika terjadi suatu perceraian.
Gagal dalam berumah tangga dan bercerai, stigma masyarakat menganggap bahwa janda ataupun duda adalah seorang yang bermasalah tentu akan mengganggu psikologis seseorang.
Selain itu terdapat beberapa ibu rumah tangga yang memiliki pemikiran "nanti anak saya mau makan apa, sekolahnya bagaimana, bisa mendapat uang atau biaya hidup darimana", ketika sudah lagi tidak memiliki pasangan tidak ada tempat untuk berbagi cerita.
Prita Pratiwi, S.Psi menyampaikan bahwa pemikiran tersebut malah semakin memperkeruh perasaan.

Baca juga: Dr. drg. Eddy Hariyanto Sp.Ort (K) Jelaskan Penyebab Munculnya Bintik Putih pada Lidah
Akhirnya seseorang ini menjadi bingung masalah mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu dan mana yang menjadi tujuan hidupnya.
Sehingga seseorang dengan pemikiran tersebut seperti menerima semua perlakukan yang diberikan oleh lingkungan.
Bahkan ketika sebelum pasangan tersebut menikah, pernah mendapatkan tindakan kekerasan dari pasangan dan tetap percaya bahwa orang tersebut akan berubah.
Banyak orang yang beranggapan bahwa hubungan sebelum pernikahan dan setelah pernikahan berbeda, apalagi ketika sebelum menikah pernah melakukan kekerasan pasti beranggapan bahwa seseorang tersebut akan berubah setelah menikah.
Prita Pratiwi S.Psi mengatakan bahwa kejadian ini banyak terjadi dilingkungan masyarakat, apalagi dengan pikiran "jika seseorang tersebut menikah dengan saya, pasti bisa berubah".
Baca juga: drg. Anastasia Sebut Tanfa-tanda Bahwa Telah Terjadi Erupsi Gigi
Padahal ketika sudah berada di jenjang pernikahan, maka pasangan tersebut sudah berjanji di depan tuhan dan keluarga bahwa "dia akan menjaga saya dan bertanggung jawab sebagaimana dulu ayah dan ibu saya menjaga saya."
Sehingga terdapat harapan bahwa "ketika nanti menikah dengan saya, pasti lama-kelamaan akan berubah", Prita Pratiwi, S.Psi menyampaikan bahwa sudut pandang ini tidak tepat.
Karena biar bagaimanapun ketika menikah dengan orang lain, dan saling mengenal dengan orang lain maka hal tersebut merupakan masa dimana kita mencoba memahami pola kebiasaannya, cara berkomunikasi, dan cara menyelesaikan masalah.
Prita Pratiwi S.Psi menyampaikan, yang perlu kita yakini adalah tidak ada satu orang pun didunia ini yang sempurna.
Baca juga: Proses Pergantian Gigi Bervariasi Setiap Orang, Keterlambatan Erupsi Beresiko Dialami Anak
Akhirnya terdapat frame atau sudut pandang bahwa "berubah demi saya" membuat kita menjadi tidak kritis ketika menjalani masa pacaran atau hubungan sebelum pernikahan.
Akan banyak pemakluman-pemakluman akan kebiasaan yang berkonotasi negatif, sehingga kita menjadi tidak tepat ketika mengenali pola interaksi dan pola penyelesaian masalah pasangan.
Saat pernikahan tersebut terjadi, pastinya berapa puluh kali lipat lebih muncul ketika berinteraksi dengan kita sebagai pasangan.
Ini disampaikan pada channel YouTube Tribun Jabar bersama dengan Prita Pratiwi, S.Psi., M.Psi. Seorang psikolog. Rabu (5/1/2022)
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)