TRIBUNHEALTH.COM - Tanpa disadari, seseorang yang memiliki fisik sehat terkadang tidak menggambarkan bahwa kondisi mentalnya juga sehat.
Sebenarnya tidak banyak indvidu memiliki mental yang katakan benar-benar sehat.
Gangguan pada mental yang dialami seseorang tidak hanya halusinasi saja, tetapi gangguan mental seperti delusi juga dikatakan gangguan mental serius.
Perlu bahwa baik halusinasi ataupun delusi dapat terjadi ketika otak memproses suatu hal yang sebenarnya tidak terjadi.
Delusi merupakan keyakinan yang dipegang secara kuat namun tidak akurat, dimana keyakinan tersebut tanpa bukti.
Seseorang mengalami delusi misalnya seseorang merasa diikuti oleh orang lain, merasa menjadi target dicelakai, atau merasa menjadi target di santet oleh orang lain.

Baca juga: Mengenal Varises, Pembuluh Darah Berukuran Besar dan Berbentuk seperti Jaring Laba-laba
Masih banyak masyarakat mengganggap bahwa delusi dan halusinasi adalah kejadian yang sama, ternyata kedua hal tersebut berbeda.
Halusinasi adalah indra melihat namun yang dilihat bukan yang seharusnya dilihat.
Sedangkan delusi lebih ke keyakinan yang salah.
Delusi bisa sembuh tentunya dengan membangunkan kesadaran yang benar.
Berpikir logis dan realistis membuat orang terhindar dari delusi.
Delusi bisa sembuh dengan berpikir rasional, berlatih menerima kenyataan hidup saat ini, berlatih memecahkan masalah, berlatih berusaha, dan mengisi aktivitas sehari-hari dengan kegiatan positif mulai dari belajar, kuliah, bekerja, olahraga, beribadah, berteman, berkomunikasi dengan oranglain dan kegiatan positif lainnya.
Baca juga: Benarkah Varises Dipicu Karena Sering Menggunakan High Heels? Simak Tanggapan dr. Londung
Seseorang yang mengalami delusi bisa diajak berbicara mengenai kebenarannya namun butuh proses.
Akar masalah bagi orang delusi juga perlu dipecahkan mulai dari melatih skill tertentu.
Seseorang yang memiliki banyak skill dan keterampilan maka memungkinkan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kalau delusi masih ringan bisa sembuh, gangguan sedang biasanya bisa kambuh, serta yang berat mudah kambuh.
Sangat tergantung kondisi individu yang bersangkutan.
Adakah tips untuk mencegah terjadinya delusi pada seseorang?
Berikut adalah penjelasan Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi. (Psikolog di www.praktekpsikolog.com). Seorang psikolog keluarga dan pendidikan anak.
Baca juga: Pentingnya Mengetahui Cara Agar Tubuh Tetap Fit dan Tidak Lemas Saat Puasa
Kini dirinya telah memiliki sebuah yayasan yang bernama Praktek Psikolog Indonesia.
Saat ini yayasan yang Adib dirikan telah tersebar di berbagai wilayah.
Ia bertugas di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia Cabang Tangsel.
Saat ini juga menjadi Koordinator untuk cabang Bintaro-Jaksel, Rawamangun-Jaktim, Pondok Aren-Tangsel, Cileungsi-Perbatasan Bogor Bekasi, Semarang, Makassar dan Surabaya.
Sebelum berpraktek di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, ia sempat praktek di Yayasan Cinta Harapan Indonesia selama kurang lebih 3 tahun.
Riwayat Pendidikan Adib Setiawan:
- S1 Psikolog UIN Jakarta 2001-2005
- S2 Profesi Psikolog Universitas Tarumanegara Jakarta 2007-2009
Baca juga: Diah Mahmudah, S.Psi Paparkan soal Sisi Anak-anak yang Ada di Dalam Diri Seseorang
Pengabdian Masyarakat:
- Relawan medis di Rumah Sakit Dr. Suyoto Kementerian Pertahanan pada 2020 selama 2 bulan
- Relawan bencana alam di Selat Sunda bidang psikologi pada Desember 2018 - Januari 2019
- Relawan psikolog di Yayasan Cinta Harapan Indonesia Autism Center 2008-sekarang
Profil lengkap Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi. bisa dilihat disini.
Pertanyaan:
Adakah tips untuk mencegah terjadinya delusi pada seseorang?
Anggra, Solo
Baca juga: Prodi Terapi Gigi FKG Unhas Gelar FGD Sinkronisasi Capaian Pembelajaran Lulusan
Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi menjawab:
Tips pertama dilatih memecahkan masalah.
Kedua, biasakan diri matang atau dewasa sesuai usianya.
Ketiga, jangan dimanja.
Ke-4, hadapi bullying.
Ke-5, latih banyak skill mulai dari bersepeda, mengendarai motor, mengendarai mobil, berolahraga, berkomunikasi dengan oranglain, berbelanja, dimana latih seseuai usia.
Ke-6, tidak mendapatkan kekerasan dari orangtua, sering didengar masalah yang dihadapri dan memiliki teman.
Ke-7, tidak mudah tersinggung.
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)