TRIBUNHEALTH.COM - Stunting adalah kekurangan gizi kronis dalam jangka waktu lama yang dialami oleh anak.
Akibatnya, pertumbuhan anak menjadi terganggu.
Dampak hal itu bisa terlihat dari kondisi fisik yang kurang ideal.
Selain itu, penderita stunting juga lebih rentan terhadap penyakit.
Namun, Dokter spesialis gizi klinik, dr. Diana Suganda, menyebut stunting bisa dideteksi dini.
Hal itu ia sampaikan ketika menjadi narasumber dalam program Ayo Sehat yang tayang di YouTube Kompas TV.
dr. Diana mengatakan, cara yang paling tepat adalah dengan rajin kontrol ke dokter.
Baca juga: dr. Roro Rukmini : Stunting Bisa Terjadi ketika Anak Masih di Dalam Kandungan dan Setelah Dilahirkan
Baca juga: Stunting, Masalah Serius yang Bisa Diminimalisir Sejak Masa Kehamilan

"Dari lahir, pasti kita kontrol. Nanti ada grow chart-nya. Nanti timbangannya berapa, tinggi badannya berapa, lingkar kepala pun diukur," paparnya.
"Nah apabila masih sesuai dengan kurva berarti anda bagus nih pertumbuhannya, tumbuh kembangnya," tandasnya.
Karenanya, penting bagi orangtua untuk rajin melakukan kontrol tumbuh kembang anaknya.
Dengan demikian, apabila terjadi hal-hal yang tidak ideal maka bisa langsung mendapat tindakan yang tepat.
"Misalnya udah umur segini, ternyata tinggi badannya kurang, atau berat badannya kurang."
"Maka sudah harus dilakukan terapi dong, makannya diatur. Karena sangat berpengaruh dari sisi nutrisinya," papar dr. Diana.
Pengaruhi perkembangan otak

Baca juga: Gejala Demam Bedarah dan Komplikasinya, Bisa Sebabkan Kerusakan Otak hingga Kematian
Baca juga: Bahaya Komplikasi Kencing Manis Mengancam Jantung, Otak, Bahkan Kesehatan Ginjal
dr. Diana menjelaskan, ketika terjadi malnutrisi pada anak sangat mungkin berpengaruh pada perkembangan otak.
Pasalnya usia 0-2 tahun adalah usia emas pertumbuhan otak.
Pada jangka panjangnya, hal ini akan berdampak pada kehidupan selanjutnya.
Anak bisa menjadi kurang fokus dan konsentrasi pada masa sekolah.
Bahkan kecerdasannya bisa di bawah rata-rata.
Kemudian, misalnya ketika anak mengalami kekurangan kalori, maka pertumbuhan fisiknya akan terganggu.
"Mestinya tingginya sekian, akhirnya lebih pendek," katanya.
Stunting di Indonesia

Baca juga: dr. Tan Shot Yen Jelaskan Manfaat Telur, Bisa Cegah Stunting jika Dikonsumsi Sejak MPASI
Di Indonesia sendiri tingkat prevalensi stunting mencapai 27,5 persen pada tahun 2016.
Pada tahun 2018 naik menjadi 30,8 persen.
Kemudian angka kembali turun menjadi 27,67 persen pada tahun 2019.
Saat ini stunting termasuk permasalahan serius yang harus diwaspadai terkait tumbuh kembang anak.
Pasalnya, dampak dari kondisi kekurangan gizi ini tak main-main.
Terlebih lagi pada kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Ekonomi yang kacau kemungkinan akan menurunkan kualitas asupan anak-anak pula.
Akibatnya, stunting diprediksi bakal naik lagi selam pandemi.
Dampak

Dampaknya bisa dibagi menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
Untuk jangka pendek, stunting bisa menyebabkan:
- Perkembangan otak terganggu
- Kecerdasan berkurang
- Pertumbuhan fisik terganggu
- Metabolisme dalam tubuh mengalami gangguan.
Dampak jangka panjang:
- Menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar
- Menurunnya kekebalan tubuh dan mudah terserang penyakit
- Berisiko terkena diabetes, obesitas, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, bahkan disabilitas pada usia tua.
Baca berita lain tentang kesehatan umum di sini.
(TribunHealth.com/Nur)