TRIBUNHEALTH.COM - Rokok memiliki berbagai dampak terhadap kesehatan orang yang mengkonsumsinya.
Satu di antaranya adalah membuat tubuh menjadi kurus.
Terkait hal ini, dokter, filsuf, ahli gizi komunitas, dr Tan Shot Yen memberi penjelasan.
"Nah ini alasan, bahwa kalau saya merokok begini nggak gemuk, tapi begitu saya berhenti ngerokok, waduh kok berat badan malah naik lagi," kata dr Tan dalam program Malam Minggu Sehat Tribunnews.com, Sabtu (20//3/2021).
"Mendingan rokok aja biar enggak jadi gemuk itu," kata dr Tan menjelaskan pola pikir yang umum terjadi di masyarakat.
Padahal cara berpikir yang seperti itu kurang tepat.
"Sebetulnya itu salah, karena apa? Karena rokoknya itu bukan mencegah anda tidak makan, tetapi dia adalah stimulan yang sekaligus menekan selera makan," tandas dr Tan.
Selain hilangnya selera makan, rokok bisa memicu penuaan dini dan penyakit degeneratif.

Baca juga: Ingin Berhenti Rokok? Simak 5 Tahap Perubahan Perilaku Pecandu Rokok Ini
Baca juga: Asap Rokok Sebabkan Gangguan Tumbuh Kembang, Dokter: Cacat Lahir hingga Stunting
"Karena tadi ya, penyempitan pembuluh darah, masuknya karbonmonoksida dengan segala macam resikonya, termasuk hipertensi, penyakit jantung, pembuluh darah, dan stroke tentu saja."
Dalam forum yang sama, dr Tan juga menjelaskan rokok bisa memicu penyakit kanker.
Namun tak sebatas kanker paru-paru, sebagaimana diyakini banyak orang.
Rupanya rokok bisa menyebabkan kanker saluran napas, saluran cerna, kanker mulut, lambung, kandung kemih, bahkan kanker leher rahim.
Tegaskan Tubuh Tak Butuh Rokok

Dalam kesempatan tersebut, dia tak menampik jika rokok memang masalah yang terus ada.
Padahal, tubuh manusia sebenarnya tidak membutuhkan rokok.
"Jadi memang rokok itu sepanjang masa, selalu menjadi masalah."
"Kalau ditanya sebetulnya manusia butuh enggak, enggak," tandasnya.
Memang kebiasaan menghisap tembakau sendiri sudah ada di berbagai penjuru dunia sejak zaman dulu.
Kendati demikian, era hari ini sudah berbeda.
Sekarang sudah banyak sekali penelitian tentang rokok, yang menunjukkan berbagai bahayanya.
Harusnya, hal itu bisa menjadi titik balik untuk berhenti merokok.
"Tapi kecanduannya yang manggil, itu yang repot. Jadi kalau kita mau telusuri zaman dulu mau di Cina, mau di Amazon, di peradaban Indian di Amerika Selatan, Maya, mereka juga punya kebiasaan kayak hisap tembakau dan sebagainya."
"Tapi yang nomor satu sekali, yang perlu kita pahami, bahwa zaman sekarang kita sudah mempunyai banyak sekali penelitian, yang memang menunjukkan bahwa rokok itu lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya."
Tetapi kondisi di lapangan tidak demikian.
Perokok muda Indonesia justru termasuk yang paling banyak.
Baca juga: Mengenal Third-Hand Smoke, Residu Rokok yang 20 Kali Lebih Berbahaya pada Bayi
"Itu yang pertama. Dan kedua adalah kita mulai berpikir bahwa di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, perokok ini mempunyai masalah karena perokok mudanya makin banyak."
"Jadi kalau Anda lihat perokok termuda yang paling banyak di dunia itu justru Indonesia."
"Ngerinya bukan main gitu loh ya."
Menurut dr Tan, masalah tersebut masih agak kompleks dan panjang.
Pertama, masih banyaknya iklan tentang rokok di pinggir jalan.
Baca juga: Soal Pecandu Rokok yang Makin Tinggi di Indonesia, Dokter: Ini Sudah Tidak Berkaitan dengan Medis
"Betapa liarnya iklan yang ada di tanah air kita itu. Jadi kalau seandainya ada di Jalan Raya Thamrin-Sudirman DKI memang gak bakal ada ya. Tapi mestinya kalau pemimpin daerah itu pada apa turun gitu ya ke Jalan Raya Bekasi, tempat saya, Jalan Raya Serpong Waduk itu yang namanya iklan rokok itu bukan main."
Bahkan sampai ada iklan rokok yang mencantumkan harga perbatang.
"Menurut saya itu udah nggak sopan sama sekali ya. Jadi boleh dibilang bahwa iklan, kalau diteliti iklan rokok sudah mulai mundur jamnya lebih malam."
"Tetapi kalau seandainya di jalan raya masih begitu masif, kok saya rasa itu akan menjadi counter attact."
Apa lagi harga rokok di Indonesia terbilang murah.
"Hanya sekitar hitungan 1000-1500 rupiah perbatang."
"Itu anak kecil aja bisa beli dan Indonesia nggak punya kontrol 'siapa' yang penting kan kalau jualan di warung di warung anak-anak dateng, anak remaja, anak sekolah, mau beli masa dibilang 'Dek mana ktp-nya kam?'" keluh dr Tan.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)