Trend dan Viral

Bupati Maluku Tenggara Rudapaksa Gadis Pelayan Kafe, Beri Mahar Rp 1 M, Ortu Korban Cabut Laporan

Penulis: dhiyanti.nawang
Editor: dhiyanti.nawang
Kolase Bupati Maluku Tenggara Thaher Hanubun

"Sejak kasus ini dilaporkan, setiap hari penyidik mendatangi kediaman pelapor untuk melakukan pendampingan, namun pernah ditolak oleh orang tua pelapor dengan alasan pelapor ingin ketenangan," katanya.

"Hari Sabtu (9/9/2023) penyidik mendatangi kediaman pelapor, namun pelapor dan orang tua pelapor sudah tidak ada, keterangan dari salah satu keluarga yang menjaga rumah tersebut bahwa pelapor dan kedua orang tuanya sudah ke Jawa," tandasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pernikahan tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak.

Satu di antaranya komunitas pemerhati perempuan, Ina Mollucas Watch (IMW).

Baca juga: Ejakulasi Dini Dapat Disebabkan oleh Terganggunya Pembuluh Darah, Simak Kata Dokter Berikut Ini

Pihak IMW mengaku geram terkait kabar Thaher Hanubun menikahi korban pelecehan seksual.

Ketua Bidang Advokasi IMW, Hijrah mengatakan, jika kabar pernikahan tersebut benar, maka publik akan merasa kinerja polisi gagal dalam memberikan perlindungan kepada korban.

Padahal, perlindungan korban kekerasan seksual sudah tertulis dalam Pasal 42 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Informasi ini harus segera diklarifikasi kebenarannya oleh pihak Polda Maluku. Dimana saat ini keberadaan korban? Apakah benar korban berada dibawah kendali orang-orang yang punya keterkaitan dengan terduga pelaku? Apakah ada tindakan-tindakan yang menghambat proses hukum?," kata Hijrah.

Pihaknya juga mempertanyakan kinerja Kapolda Maluku dalam menegakkan UU TPKS dari sisi perlindungan korban.

“Apakah ada main mata dan membiarkan korban dibawah kendali pihak lain?” tanya Hijrah.

Baca juga: PNS dan PPPK Hanya Terima 1 Penghasilan Termasuk Tunjangan, Ini Skema Gaji Tunggal ASN Mulai 2024

Ia menambahkan, jika kepolisian tidak mampu melindungi korban, maka pihak kepolisian wajib mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Sehingga disini kami sedang mengukur kualitas penanganan institusi Polda Maluku dalam menyelidiki kasus ini sesuai ketentuan pasal-pasal yang ada, apakah polisi sebagai penegak hukum takluk dan tunduk ketika menghadapi posisi terduga pelaku yang memiliki jaringan kekuatan dan kekuasaan? Ini harus segera terjawab," tandasnya.

Andy Yentriyani selaku Ketua Komnas Perempuan mengatakan, cara pelaku menikahi korban merupakan modus untuk melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum.

"Modus kawin atau pernikahan seringkali ditemukan sebagai cara terlapor melarikan diri dari tanggung jawab secara hukum," ungkapnya.

Dalam UU PTSK pasal 10 secara tertulis menegaskan, gelagat ini sebagai bagian dari tindak pemaksaan perkawinan.

Baca juga: NASIB Novie Bule Kader PDIP Labrak Rocky Gerung, Aksinya Gerakan Pribadi Bukan Instruksi Partai

Ia menambahkan, jika kepolisian tak menemukan ada indikasi yang kuat untuk menghindari proses hukum, maka pihak berwajib bisa menggunakan pasal pemaksaan perkawinan tersebut.

“Terdapat pasal pemaksaan perkawinan dalam UU TPSK. Jika ada indikasi, kepolisian bisa menggunakan pasal itu. Apalagi tindak pemaksaan bukan delik aduan,” lanjutnya.

Pihaknya pun mendorong kepolisian untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh serta melihat adanya kemungkinan pemaksaan perkawinan.

“Kita mendorong kepolisian memeriksa laporan pertama dan melihat upaya pemaksaan perkawinan. Jika ada, harus diperiksa lebih lanjut,” pungkasnya.

Baca juga: RISIKO BESAR Hubungan Sedarah dengan Anak Kandung, dr. Boyke: Genetik Jelek Keluar Pada Kasus Inses

Klik di sini untuk mendapatkan referensi vitamin guna meningkatkan daya tahan tubuh.

(Tribunhealth.com/Serambinews.com)

Baca berita lainnya di sini.