TRIBUNHEALTH.COM - Salah satu dosa besar dalam dunia pendidikan adalah kekerasan.
Meski demikian, jumlah korban kekerasan di sekolah masih menyentuh angka yang tidak sedikit.
Lebih lanjut, kekerasan merupakan perilaku yang menimbulkan kerugian fisik dan psikis pada korban.
Hal ini tidak hanya dilakukan melalui tindakan fisik saja, namun juga dapat berbentuk ungkapan verbal ataupun kekerasan seksual.
Berdasarkan catatan Pusdatin KPAI 2024, ditemukan 114 kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan. Dari data tersebut, tercatat 35 persen korban memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Besarnya dampak yang disebabkan dan tingginya angka kekerasan menjadikan hal ini sebagai permasalahan yang krusial.
Oleh karenanya, berbagai upaya preventif dan kuratif perlu dilakukan. Salah satunya melalui pemberdayaan warga sekolah menjadi agen pencegahan dan penanganan kekerasan.
Tidak hanya diperuntukkan kepada guru maupun orang tua saja, tetapi juga kepada siswa yang berpotensi menjadi korban atau saksi tindak kekerasan di sekolah.
Seperti yang telah dilakukan oleh Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Semarang di SD Negeri 01 Bogor, Cawas, Klaten.

Adapun tim pengabdian terdiri dari Fatma Kusuma Mahanani, S.Psi., M.Psi., Sukma Adi Galuh Amawidyati, S.Psi., M.Psi., Andarini Permata Cahyaningtyas, S.Pd., M.Pd., Noor Said, S.T., Aina Aulia Firdaus, Sandya Sarira Ayu, Nur Fitria Almaira, serta melibatkan pihak mitra yaitu Warsini Yohana Fransiska, S.Pd.SD., dan Arif Budi Prayitno, S.Pd.
Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk membentuk peer support pada siswa guna mencegah dan menangani kekerasan di sekolah.
Kegiatan yang dilakukan meliputi sesi menonton film bersama, Focused Group Discussion, dan permainan interaktif.

Sesi menonton film bersama dilaksanakan melalui penayangan vidio edukasi mengenai kekerasan di sekolah.
Kemudian, Tim Pengabdian memandu siswa-siswi SD Negeri 01 Bogor untuk merefleksikan isi vidio yang telah ditonton dan berdiskusi mengenai pengertian, bentuk, dampak, serta peran yang harus diambil ketika melihat atau mengalami kekerasan.
Dalam upaya membentuk peer support dan meningkatkan pemahaman terkait dengan materi yang diberikan sebelumnya, sesi permainan interaktif dilakukan melalui team project.
Antusiasme dan pemahaman siswa-siswi terlihat dari partisipasi aktif yang ditunjukkan selama pelaksanaan sesi.

“Saat melakukan diskusi maupun permainan grup interaktif, saya agak kaget dengan besarnya antusiasme yang ditunjukkan oleh anak-anak. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang baik. Karena anak-anak bisa mengikuti dan menikmati proses transfer knowledge yang dilakukan,” ujar Fatma Kusuma Mahanani, S.Psi., M.Psi.
Menanggapi hal tersebut, Warsini, selaku kepala sekolah SD Negeri 01 Bogor juga merasa senang. Ia mengungkapkan, adanya kegiatan ini dapat menjadi salah satu alternatif solusi dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah.
Rilis Universitas Negeri Semarang