TRIBUNHEALTH.COM - Puluhan bayi prematur di Gaza harus berjuang untuk hidup di luar inkubator.
Mereka kini hanya dibaringkan berjajar dengan alat medis seadanya.
Padahal seharusnya bayi prematur sangat membutuhkan inkubator.
Mereka adalah puluhan bayi yang berhasil diselamatkan dokter dari Rumah Sakit Al Shifa Gaza, 14 November 2023.
Sebagai informasi, RS Al Shifa adalah RS yang sudah kelimpungan karena serangan Israel.
Pada akhirnya mereka harus berhenti beroperasi lantaran kehabisan bahan bakar untuk generator serta obat-obatan.
RS Al Shifa sendiri kerap menjadi sasaran serangan Israel karena dianggap sebagai markas persembunyian Hamas.
Video detik-detik penyelamatan puluhan bayi prematur ini viral di media sosial, termasuk yang diunggah oleh media Aljazeera.
Baca juga: Pilu, Dokter di Gaza Pakai Gula dan Cuka untuk Bius Luka Pasien, Obat-obatan Habis
Mulai kehabisan stok oksigen

"Puluhan bayi prematur di RS Al Shifa telah dipindahkan ke satu satunya area fasilitas yang masih memiliki akses listrik," tulis Aljazeera dalam video tersebut.
Sayangnya, bayi-bayi itu sudah tak bisa diletakkan di inkubator karena keterbatasan suplai oksigen.
"Tapi para bayi tidak lagi di inkubator setelah kehabisan stok oksigen," tulisnya.
"Dokter mengatakan kondisi mereka kritis."
"Israel mengatakan mencoba mengevakuasi bayi itu, tapi (mengaku) dihalangi oleh Hamas yang disebut memiliki markas di bawah RS Al Shifa."
Karena tuduhan itulah RS Al Shifa kerap menjadi sasaran serangan Israel.
Padahal, pihak Hamas sebenarnya sudah membantah tuduhan itu.
Baca juga: Hujan Deras di Gaza Membuat Pengungsi Khawatir, Kasus Diare di Gaza Terus Meningkat
Bayi dan pasien gagal ginjal terancam dikubur massal

Satu per satu rumah sakit di Gaza, Palestina mulai berhenti beroperasi karena kekurangan bahan bakar generator dan obat-obatan.
Sebelumnya, bayi serta pasien gagal ginjal terancam akan 'dipindahkan ke kuburan massal' jika Israel terus menyerang.
Istilah itu sebenarnya adalah kiasan yang digunakan oleh Juru Bicara RS Al Aqsa Gaza, Khalil al-Dakran, ketika memberikan keterangan kepada media Al Jazeera.
Pasalnya, inkubator bayi serta mesin dialisis untuk cuci darah sangat bergantung pada aliran listrik.
Artinya, cepat atau lambat krisis bahan bakar akan merenggut nyawa para bayi yang mengandalkan inkubator untuk menunjang hidup.
Begitu pula para pejuang gagal ginjal yang mulai cemas mengenai jatah cuci darah mereka.
Terlebih lagi RS Al Aqsa adalah satu-satunya fasilitas untuk pasien ginjal di wilayah tengah Jalur Gaza.
“Jika listrik dan air padam dan bahan bakar habis, pasien akan dipindahkan ke kuburan massal jika agresi terus berlanjut,” al-Dakran memperingatkan.
“Dan dunia [hanya] menyaksikan,” lanjutnya dengan getir.
RS Batasi Durasi Cuci Darah

Rumah sakit tersebut mengalami lonjakan jumlah pasien sejak eskalasi baru-baru ini, dengan ribuan orang yang terluka berdatangan dan membebani kapasitas rumah sakit.
Selain itu, ketika ribuan pengungsi dari wilayah utara Gaza bermigrasi ke selatan, jumlah pasien meningkat, terutama mereka yang menderita penyakit kronis yang memerlukan pengobatan, seperti cuci darah untuk penyakit ginjal.
Rumah sakit harus membatasi waktu perawatan dialisis dari empat jam menjadi dua setengah jam, dan juga harus mengurangi frekuensi sesi dialisis pasien per minggu, kata al-Dakran.
Para pasien ketakutan, tidak hanya karena bom yang turun, tapi juga apakah mereka akan menerima perawatan yang mereka perlukan.
Baca juga: Lirik dan Terjemahan Lagu Gaza Tonight We Will Not Go Down, Dukungan untuk Palestina
“Saya menjalani cuci darah tiga kali seminggu, menunggu berjam-jam di jalan yang padat, ketakutan,” kata Maryam al-Jayar, seorang pengungsi, kepada Sanad.
“Kami menunggu lama, dari pagi hingga malam, untuk cuci darah. Sementara pemboman terus berlanjut," kata Nesma Sharir, seorang pasien ginjal lainnya.
"Sekarang cuci darah saya menjadi lebih pendek dan lebih jarang, ditambah lagi dengan kekurangan air dan listrik, proses dialisis itu sendiri tidak berjalan dengan baik dan dapat menyebabkan pembekuan darah."
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)