TRIBUNHEALTH.COM - Ibu hamil bisa mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi selama kehamilan.
Bahkan hipertensi pada ibu hamil bisa terjadi pada mereka yang tak punya riwayat hipertensi sebelumnya.
Ini sebabnya Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan RS Nirmala Suri Sukoharjo, dr. Bambang Ekowiyono, Sp.OG, menekankan pentingnya mengontrol tekanan darah saat hamil.
Jika sudah diketahui memiliki hipertensi, ibu hamil perlu membatasi sejumlah aktivitas.
dr. Bambang menyebut segala aktivitas yang terlalu memicu kinerja jantung perlu dihindari sementara waktu.
Pasalnya aktivitas yang memicu detak jantung juga bisa memicu naiknya tekanan darah tinggi.
Baca juga: Leher Berdenyut Bisa Disebabkan Hipertensi, Waspada jika Disertai Gejala Lain

"Jadi aktivitas yang perlu dihindari pada trimester pertama aktivitas tidak boleh terlalu berlebihan ya. Karena kalau terlalu berlebihan ini akan memacu jantung untuk berdetak."
"Semakin heart rate meningkat pada seorang ibu hamil yang dia itu punya risiko terjadi peningkatan tensi otomatis akan menyebabkan tensinya semakin tinggi," katanya, ketika menjadi narasumber Healthy Talk TribunHealth.com.
Selain itu, ibu hamil juga perlu memastikan tubuh mendapatkan istirahat yang cukup dan menghindari stres.
"Kemudian yang kedua perlu istirahat yang cukup. Misalnya tidur tidurnya harus minimal ya 8 jam sehari, kemudian stress perlu dihindari."
"Jadi aktivitas-aktivitas yang cenderung menyebabkan kelelahan itu juga bisa menyebabkan terjadi peningkatan tensi."
"Kemudian perlu menghindari yang memicu misalnya terlalu asin itu juga perlu dipertimbangkan untuk mengurangi," tandasnya.
Baca juga: Dokter Obgyn Jelaskan Risiko Hipertensi pada Ibu Hamil, Sebabkan Stroke dan Kematian Janin
Penyebab hipertensi pada ibu hamil

dr. Bambang menjelaskan, terjadinya hipertensi pada ibu hamil berkaitan dengan pembentukan plasenta.
"Jadi, seorang ibu hamil ini bisa terjadi peningkatan tekanan ini biasanya itu disebabkan oleh karena proses pada plasentasi," katanya.
"Jadi proses pertumbuhan plasenta yang kurang bagus, sehingga menyebabkan pembuluh darah arteri menjadi kecil-kecil sehingga pada seorang ibu hamil yang cenderung dengan manifestasi seorang preeklamsia," paparnya.
Selain itu, adanya faktor lain seperti sejumlah penyakit juga bisa berkontribusi pada terjadinya hipertensi.
"Kemudian faktor yang kedua bisa oleh karena manifestasi memang seseorang itu mempunyai, misalnya diabetes melitus, penyakit metabolik, hipertensi, ataupun penyakit ginjal, itu juga bisa menyebabkan suatu peningkatan tensi pada seorang ibu hamil," pungkasnya.
Baca juga: Dokter Obgyn Jelaskan Ibu Hamil Bisa Mengalami Hipertensi meski Sebelumnya Tak Punya Riwayat
3 jenis hipertensi pada ibu hamil

1. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis adalah hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan dan berlanjut saat hamil.
Dalam artian, ibu hamil memang sudah mengalami kondisi ini sebelumnya.
"Kalau hipertensi kronis ini adalah suatu hipertensi yang memang sebelum kehamilan itu terjadi peningkatan tekanan darah," kata dr. Bambang.
"Jadi awalnya sebelum hamil seorang ibu itu mempunyai tensi tinggi kemudian berlanjut sampai dengan persalinan tensinya tetap tinggi, itu dikatakan suatu hipertensi kronis."
2. Hipertensi Gestasional
Pada hipertensi gestasional, terjadi peningkatan tekanan darah ibu pada usia kehamilan 20 minggu.
Padahal sebelumnya tekanan darah terbilang normal.
"Hipertensi gestasional jadi yaitu ibu hamil yang memang tensinya itu pada saat sebelum hamil itu normal."
"Kemudian pada usia kehamilan 20 minggu itu terjadi peningkatan tensi tapi tidak disertai dengan gejala-gejala yang lain."
Pada kasus ini, setelah persalinan tekanan darah ibu akan kembali normal.
Baca juga: 4 Penyebab Hipertensi pada Ibu Hamil, Termasuk Terjadinya Preeklamsia yang Bahayakan Janin

3. Preeklamsia
Sementara preeklamsia adalah meningkatnya tekanan darah pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu disertai gejala-gejala lainnya.
"Kemudian kalau suatu preeklamsia itu adalah suatu tekanan darah yang meningkat pada kehamilan lebih dari 20 minggu disertai dengan pemeriksaan laboratorium itu adanya suatu gejala preeklamsia," kata dr. Bambang.
"Salah satunya adalah protein urea, ataupun secara klinis kita bisa menemukan misalnya bengkak pada kaki, ataupun pemeriksaan tambahan lain."
"Misalnya pemeriksaan laboratoriumnya itu ada fungsi hati yang meningkat atau fungsi ginjalnya yang meningkat," pungkasnya.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)