Breaking News:

Trend dan Viral

Orangtua Siswa SD di Pangkalpinang Rogoh Kocek Rp 450 Ribu Demi Wisuda Anak di Hotel

Saat ini wisuda tidak hanya dilakukan saat kelulusan perguruan tinggi. Mulai dari anak TK hingga SMA/SMK melakukan wisuda sebagai kelulusan.

Penulis: Putri Pramestia | Editor: Putri Pramestia
kompas.com
Ilustrasi wisuda 

TRIBUNHEALTH.COM - Kini dunia pendidikan sedang dihebohkan mengenai polemik wisuda non-sarjana. Kegiatan perpisahan atau pelepasan alias tutup tahun bagi para siswa yang telah mennamatkan pendidikan, kini berubah nama menjadi wisuda.

Wisuda tersebut dinilai berlebihan, mengocek uang banyak dan mengurangi esensi wisuda lulusan perguruan tinggi.

Hal itu ternyata juga membuat para orangtua merasa resah, sebab biaya wisuda nyatanya merogoh kocek yang bisa dibilang tak murah.

Melansir dari laman Bangkapos.com, Tian (35) bukan nama sebarnya, salah satu di antara orangtua siswa SD di Pangkalpinang yang mengaku keberatan dengan tren wisuda sekolah TK hingga SMA yang marak dilaksanakan.

Baru-baru ini Tian terpaksa merogoh koceknya untuk membayar uang wisuda SD sang buah hatinya yang akan dilaksanakan di salah satu hotel di Pangkalpinang.

Ilustrasi wisuda
Ilustrasi wisuda (Kompas.com)

Baca juga: Info BMKG Gempa di Jawa Timur, Pusat Gempa Terkini di Mojokerto, Sidoarjo dan Surabaya

Ia mengaku keberatan, lantaran biaya yang dikeluarkan juga cukup banyak yakni hingga Rp 450 ribu per anak.

"Memang tidak memaksa, tapi alangkah kita orang tua kalau sama anaknya apa saja dikasih. Masa iya teman-temannya wisuda dia enggak? Tapi kalau ditanya keberatan atau tidak, jelas saja keberatan," sebut Tian kepada Bangkapos.com, Senin (19/6/2023).

Tian sangat menyayangkan harus ada kegiatan wisuda yang meminta anggaran kepada orangtua.

" Wisudanya di hotel, dari situ langsung dapat kue, makan dan baju wisuda. Kalau kita mau ngomong ini hanya gengsi sekolah saja, biar ala-ala semakin bagus semakin gengsi dimata sekolah lain," terangnya.

Padahal kata Tian, senilai uang tersebyt bisa dibelikan kebutuhan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.

2 dari 4 halaman

"Kalau kita pikir uang segitu sudah bisa dibelikan kebutuhan sekolah SMP nantinya kan. Apalagi ini untuk orangtua yang ekonominya rendah tentu sangat keberatan," tuturnya.

Baca juga: Rekomendasi 7 Film Indonesia Terbaik di Idlix, Tak Akan Bosan Berkali-kali Ditonton

Senada denga Tian, Atin (38) juga merasakan ketika anaknya lulus SMK. Ia juga diminta oleh pihak sekolah untuk membayar uang wisuda yang akan dilaksanakan di hotel.

"Kemarin biayanya sampai Rp350 Ribu kalau tidak salah, tapi namanya juga kebutuhan anak sekolah mau tidak mau lah. Meskipun kalau ditanya ya pasti keberatan uang segitu cukup banyak kalau dipikir," sebut Atin.

Diakuinya pihak sekolah memang tidak mewajibkan untuk ikut wisuda, tetrapi menurutnya ada kesan emmaksa orangtua untuk turut mendukung.

"Memang bahasa wajib itu tidak, tapi kalau anak kita tidak ikut gak mungkin juga kan? Jadi ada kesan sekolah memaksa orangtua," tuturnya.

Atin mengatakan, wisuda ala-ala perguruan tinggi tersebut beralasan agar siswa memiliki kenang-kenangan selama di sekolah.

"Padahal kenang-kenangan itu bukan hanya selama wisuda saja, tapi selama di sekolah itu sudang kenangan. Kami selaku orang tua sebetulnya tentu saja keberatan dengan tren ini," pungkasnya.

Ilustrasi wisuda
Ilustrasi wisuda (maker.tribunnews.com)

Baca juga: Sering Susah Tidur atau Alami Insomnia? Begini Ulasan dr. Zaidul untuk Mengatasi Masalah Tersebut

Dindikbud Kota Pangkalpinang Tegaskan Bukan Kewajiban

Erwandy, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Pangkalpinang menyebut persoalan wisuda anak TK hingga SMA, pihaknya sudah berkomunikasi dengan kepala sekolah untuk dijadikan bahan kajian.

Menurutnya, kegiatan wisuda mulai dari jenjang pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA ialah kegiatan yang bersifat opsional atau dalam kata lain boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan.

3 dari 4 halaman

"Karena tidak semua orang tua mampu untuk membayar biaya wisuda, karena wisuda ini dilaksanakan oleh sekolah hal itu terjadi karena ada kesepakatan antara pihak sekolah dan orang tua atau wali melalui komite atau Paguyuban. Sedangkan Dinas tidak pernah memerintahkan untuk pelaksanaan wisuda," sebut Erwandy kepada Bangkapos.com, Senin (19/6/2023).

Erwandy juga mengatakan, pihaknya tidak pernah menganjurkan untuk melaksanakan wisuda, seluruhnya dilakukan pihak sekolah. Dindikbud hanya menerima undangan untuk menghadisi acara kegiatan tersebut.

" Wisuda itu sebetulnya hanya seremonial untuk pembagian kelulusan saja. Intinya kami tidak pernah menganjurkan, wisuda itu bukan suatu kewajiban hanya opsional. Bahkan kami sempat menanyakan kepada pihak sekolah seperti apa wisuda ini, dan kami minta jangan sampai memberatkan orang tua," tuturnya.

Baca juga: Bukan untuk Membangun Kemajuan Desa, Mantan Kades Korupsi Rp 988 Juta Buat 4 Kali Nikah & Foya-foya

Kata Erwandy, selama ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang tidak pernah menerima aduan para orangtua yang keberatan mengenai pelaksanaan wisuda.

Diakuinya, polemik ini memang bukan cuma terjadi di Kota Pangkalpinang saja, tapi juga di seluruh daerah dan menjadi isu nasional.

"Karena kalau secara aturan sebetulnya memang tidak ada, hanya saja kadang wisuda seperti itu dianggap acara seremoni dan kenang-kenangan selama di sekolah. Jadi ada rasa kebanggaan sendiri ketika seorang anak berhasil menamatkan sekolahnya," ungkapnya.

Erwandy tak menampik, maraknya acara wisuda akhir-akhir ini dilakukan karena modernisasi yang sudah berbeda jika dibandingkan dengan dulu.

"Bisa jadi modernisasi, kalau zaman kita dulu hanya sekolah bagi kelulusan setelah itu main ke pantai. Tapi tidak bisa kita samakan zaman kita kemarin dengan tahun sekarang, tentu saja berbeda," terangnya.

Baca juga: Waspada, Hipertensi Dapat Merusak Ginjal jika Tak Mendapatkan Penanganan, Simak Penjelasan Dokter

Banyak Siswa KIP

Ketua Komisi IV DPRD Babel, Marsidi Satar mengatakan terkait tren wisuda dari tingkat TK hingga SMA perlu dievaluasi oleh sekolah dan Dinas Pendidikan.

4 dari 4 halaman

"Kalau kami Komisi IV segala apa menjadi keinginan masyarakat, seperti adanya wisuda. Apabila ditinjau dari segi manfaat paling sekedar motivasi. Bahwa mereka sudah selesai pendidikan. Tetapi kalau ditinjau biaya itu memberatkan orang tua," kata Marsidi Satar kepada Bangkapos.com, Senin (19/6/2023).

Politikus Golkar ini mengatakan, saat ini dirinya juga menerima keluhan dari sejumlah orangtua yang mengeluhkan terkait biaya wisuda kelulusan siswa.

"Sementara ekonomi masyarakat kita ini kurang bagus. Jadi kita berharap kalaupun ada keinginan jangan dibebankan kepada siswa yang tidak punya. Karena berdasarkan data banyak siswa kita memiliki kartu KIP," ujarnya.

Mereka yang memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah siswa/siswi yang menerima bantuan pemerintah masuk kategori miskin atau kurang mampu.

Baca juga: Rekrutmen Bersama BUMN: Nilai Tes SKD dan AKHLAK di Bawah Passing Grade, Otomatis Gugur?

"Artinya walaupun mereka mengikuti, ada rasa gengsi dan terpaksa harus ikut. Sehingga perlu ada pengertian pihak sekolah, dipelajari dahulu apakah siswa tidak mampu wajib mengikuti," terangnya.

Menurut Marsidi sah-sah saja, apabila ingin merayakan kelulusan siswa dengan acara wisuda. Tetapi baiknya jangan sampai memberatkan orang tua siswa terutama yang kurang mampu.

"Ini perlu dievalusi kembali, bukan ingin suudzon, ini bisa menjadi kegiatan atau juga proyek sekolah. Sehingga perlu dievaluasi, kami juga nanti akan mengkaji kembali dengan Dinas Pendidikan terutama untuk SMA/SMK, karena banyak keluhan orang tua yang keberatan," terangnya.

Ketua PGRI Sebut Tidak Perlu Berlebihan

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Bangka Belitung, Kunlistiani memberikan pandangan tentang acara wisuda di tingkat TK, SD, SMP, dan SMA yang memunculkan polemik di media sosial.

Kunlistiani menyampaikan momen yang dimaksud sebenarnya merupakan proses penyerahan kembali peserta didik ke orang tua masing-masing, setelah menempuh pendidikan pada waktu penyelesaian tertentu.

"Sekolah memiliki program penyerahan kembali peserta didik ke orang tua. Banyak istilah yang dipakai untuk acara itu mulai dari wisuda, ada yang menyebut, Purna Wiyata sampai dengan Pelepasan," ujar Kunlistiani saat dihubungi Bangkapos.com, Senin (19/6/2023).

Baca juga: Terungkap Deretan Ajaran Sesat Ponpes Al Zaytun Indramayu, Pemerasan, Makar, hingga Dugaan Pelacuran

Menurutnya, adanya kreasi untuk menghargai suatu momen itu sangat bagus dan penting karena masuk pada bagian sejarah hidup peserta didik setelah melewati berbagai kendala dalam proses menempuh pendidikan.

"Ketika mampu menyelesaikan itu, suatu yang berharga, momen inilah sebagai motivasi untuk pendidikan berikutnya. Apa lagi ketika beberapa waktu yang lalu kreativitas peserta didik dan sekolah terbelenggu dengan adanya covid," paparnya.

Hanya saja, dirinya berpendapat agar acara semacam itu sebenarnya tidak perlu berlebihan dan harus dibicarakan bersama antara orang tua dengan pihak sekolah. Sehingga tidak timbul adanya keberatan yang kemudian tujuan dari diadakan acara tersebut bisa tercapai.

"Untuk tingkatan pendidikan sekolah dasar dan menengah saya pikir tidak perlu menggunakan jubah dan toga. Dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang disepakati, tempat pelaksanaan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan sekolah," ucap Kunlistiani.

Terakhir, ia mengatakan, apapun itu namanya, pelepasan untuk tingkatan TK, SD, SMP, SMA/SMK adalah momen sejarah hidup yang tidak terlupakan, sehingga berkreasi untuk menghargainya adalah hal yang sangat baik.

"Hanya tidak perlu berlebihan. Dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang disepakati," pungkasnya

(TribunHealth.com/PP)

Selanjutnya
Tags:
Tribunhealth.comberita viralviral di media sosialViralWisudaorangtuahotel Cromboloni Dhawank Delvi Syakirah
BERITATERKAIT
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved