TRIBUNHEALTH.COM - Obesitas adalah kondisi yang menunjukkan berat badan yang berlebih.
Masalah berat badan berlebih ini bisa dialami oleh siapa saja.
Disebutkan oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik, Diana Suganda, obesitas ini bisa terjadi karena adanya stres eating.
Baca juga: Benarkah Obesitas Disebabkan karena Faktor Keturunan? Ini Penjelasan dr. Iswandi Darwin Sp.PD
Sering kali keadaan obesitas yang tengah dialami membuat penderitanya merasa tidak bisa menerima kondisinya.
Akhirnya melakukan tindakan ekstrem agar berat badannya bisa turun dengan cepat.
Seperti memuntahkan makanan (bulimia) hingga anoreksia (memiliki obsesi tubuh kurus).
"Kalau saya bilang gangguan makan ini seperti lingkaran, diawali obesitas lalu tidak suka bentuk badannya, lalu berlanjut ke gangguan lain," unkap Diana dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube KompasTV.
Stress Eating
Stress eating adalah keinginan untuk makan saat stres walau tidak ada rasa lapar.
Baca juga: Kelola Stres dan Konsumsi Makanan yang Sehat untuk Membantu Mengatasi Nyeri Haid, Begini Kata Dokter
Kondisi ini barangkali umum dialami oleh setiap orang ketika sedang mengalami tekanan psikis.
Keinginan makan ini cenderung berlebih dan tak memperhatikan kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi.
Akibatnya, seseorang yang tengah mengalami stress eating cenderung berisiko terkena banyak penyakit.
Diana memaparkan berbagai penyakit tersebut. Di antaranya:
1. Obesitas
salah satu penyakit yang bisa diderita imbas dari stress eating adalah obesitas.
"Segera ukur lingkar pinggang setelah dirasa sudah terlalu banyak makan," ujar Diana.
Baca juga: Waspada, Obesitas Merupakan Gerbang dari Beberapa Penyakit
2. Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi menjadi salah satu imbas bila sudah terkena stress eating.
3. Diabetes
Seseorang yang mengalami stress eating cenderung banyak makan-makanan manis.
Maka penyakit yang bisa dialami akibat stress eating adalah diabetes.
Identifikasi Rasa Lapar
Lapar adalah kondisi yang menunjukkan rasa ingin segera makan.
Merupakan suatu bentuk fisiologis yang normal, maka rasa lapar ini harus segera diatasi dengan pemberian makanan.
Baca juga: Tidak Asal Memberikan Obat, Ini Alur Penanganan yang Benar pada Busung Lapar
Namun tahukah Anda, rupanya tak selamanya lapar ini merupakan suatu kondisi fisiologis.
Ada pula rasa lapar yang muncul karena efek tekanan psikis, seperti stres.
Lalu bagaimana cara membedakannya?
Berdasarkan pernyataan Diana ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan untuk bisa mengidentifikasi. Seperti:
1. Intensitas
Pastikan intensitas lapar tersebut, lapar datang secara perlahan atau tiba-tiba.
Baca juga: Psikolog Sampaikan Cara Menyikapi dan Mengelola Stres ketika Kehilangan Pekerjaan
Keinginan makan yang datang tiba-tiba merupakan tanda emotional eating atau stress eating.
2. Cukup
Setelah mengonsumsi makanan, apakah sudah cukup merasa kenyang?
Jika perasaan tercukupi sudah ada dan muncul reaksi tubuh untuk berhenti, maka ini menandakan lapar yang datang adalah secara fisiologis.
Namun jika rasa lapar terus muncul, maka menjadi tanda stress eating.
Pemicu Stress Eating
Seseorang yang mengalami tekanan psikis akan cenderung mengonsumsi makanan tertentu dalam jumlah banyak.
Dalam hal ini, merujuk pada seseorang yang tengah mengalami emosional eating.
Dianda menyebutkan, bahwa penderita emosional eating cenderung akan banyak makan-makanan dengan rasa yang kuat. Seperti rasa manis atau asin.
Baca juga: Psikolog Sebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Terjadi 1 Bulan setelah Trauma
Bila sudah dilakukan, maka biasanya akan timbul rasa puas di dalam diri si penderita.
Walaupun sebenarnya tubuh tidak menginginkannya.
"Kita harus bedakan dahulu, lapar atau emotional/stres eating," ucap Diana.
Didukung oleh Dokter Jiwa
Karena meningkatnya nafsu makan pasca mengalami tekanan psikis, banyak yang mengatakan kondisi ini sebagai stress eating.
Adalah kondisi yang dikaitkan dengan perilaku makan.
Maka membuat seseorang yang stres cenderung akan banyak makan-makanan berkalori tinggi.
Lalu membuat seseorang yang mengalaminya akan merasa nyaman.
"Merasa lebih tenang dan stress bisa berkurang, padahal sebenarnya nggak," ungkap Andri yang merupakan dokter spesialis kesehatan jiwa.
Fakta Stres Picu Banyak Makan
Andri melanjutkan, seseorang yang sedang mengalami stres cenderung memicu hormon kortisiol mengalami peningkatan.
Baca juga: Miliki Penyakit Aritmia Dilarang Konsumsi Makanan Berlemak, Mitos atau Fakta? Dokter Menjawab
Akhirnya menghasilkan sinyal pada tubuh untuk terus mendapatkan asupan makanan.
Asupan makanan yang dimaksud seperti mengonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi.
"Jadi otak bilang 'yuk makan lagi makan lagi' padahal sebenarnya tubuh nggak butuh," sambung Andri.
Penjelasan Dokter Spesialis Gizi Klinik, Diana Suganda dan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Andri ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Kompas TV.
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)