TRIBUNHEALTH.COM - Tanpa disadari, penyakit stroke bisa mengintai siapa saja.
Seringkali penyakit stroke dianggap hanya bisa terjadi pada usia lanjut saja.
Nyatanya banyak usia muda mengalami gejala stroke maupun stroke ringan.
Seseorang dengan stroke perlu mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat agar tidak mengalami kejadian fatal.
Stroke merupakan kondisi medis yang menakutkan dan mengancam jiwa, namun begitu pasien mulai pulih, pasien akan mengalami dampak pada kualitas hidup yang disebabkan oleh kerusakan.
Risiko terkena stroke kembali dalam tahun pertama sebesar 12%-25%.
Baca juga: Tak Hanya Merapikan Gigi Saja, Behel Juga Berfungsi Menguatkan Antargigi
Terdapat banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan stroke dan rekurensinya seperti di antaranya hipertensi, merokok cigarette, disritmia jantung dan infark miokard, lemak darah, diabetes, kontrasepsi oral, alkohol, aktivitas yang kurang.
Dari penelitian melaporkan, obesitas merupakan faktor dominan, dan selain faktor dominan tersebut, terdapat 3 faktor yang secara signifikan mempengaruhi rekurensi stroke, yakni gangguan kardiovaskular, hiperkolesterolemia, dan aktivitas fisik.
Beberapa pasien mungkin masih memiliki faktor risiko kekambuhan stroke bahkan mereka telah keluar dari rumah sakit.
Karena pengobatan untuk stroke sangat terbatas dan defisit yang diakibatkan sangat memberatkan pasien, pencegahan stroke yang utama harus menjadi strategi penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat stroke.
Baca juga: Kebiasaan Negative Thinking Berasal dari Pikiran Sendiri, Begini Ulasan Praktisi Kesehatan Mental
Dengan pemahaman yang baik tentang faktor risiko stroke, modifikasi faktor risiko dapat ditargetkan pada kelompok dan individu yang berisiko sehingga dapat membantu mengurangi risiko kekambuhan stroke.
Banyak faktor risiko stroke yang sama dengan infark miokard dan penyakit vaskular yang menyebabkan kematian, sehingga modifikasi faktor risiko stroke juga menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas penyakit jantung.
Karena kesadaran yang lebih besar dan modifikasi faktor risiko, dimana sebagian besar melalui pengobatan tekanan darah, penurunan lebih dari 50% dalam angka kematian stroke telah terjadi dalam 20 tahun terakhir.
Skrining tekanan darah rutin harus disertakan dalam semua evaluasi, dan penderita hipertensi harus diterapi.
Baca juga: Perlunya Memperhatikan Warna dan Kondisi Gusi untuk Memastikan Kesehatannya
Kapan sebaiknya pasien stroke melakukan rehabilitasi medis?
Begini penjelasan dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K.
Nilla adalah seorang Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Konsultan.
Nilla Mengawali karirnya sebagai dokter umum di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar pada 2010.
Kemudian pada 2010 Nilla menekuni profesinya menjadi dokter rehabilitasi medik.
Pada tahun yang sama hingga saat ini, Nilla juga masih aktif menjadi Dosen Departemen kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-UNHAS.
Baca juga: Pentingnya Penggunaan Sunscreen untuk Mengurangi Risiko Terbentuknya Flek Hitam
Berkat kemampuannya, pada 2011 hingga 2013 ia dipercaya sebagai Kepala Seksi Pelayanan Medik Rawat Inap RSUP.dr Wahidin Sudirohusodo.
Dilanjutkan pada 2015 sampai 2019 menjadi Kepala seksi Pelayanan Medik Rawat jalan.
Karena pengalaman dan kemampuannya, pada 2019 hingga sekarang, ia berpraktek dan sekaligus menjabat sebagai Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP.dr.Wahidin Sudirohusodo.
Kompetensi yang dimiliki oleh Nilla tidak bisa diragukan.
Tercatat, berdasarkan daftar riwayat hidup yang diterima oleh Tribunhealth, dirinya telah menempuh berbagai jenjang pendidikan dan lulus dari sejumlah universitas ternama di Indonesia dan luar negeri.
Baca juga: Ragam Faktor yang Bisa Pengaruhi Tingkat Kesuburan Pria dan Wanita, Salah Satunya Faktor Genetik
Berikut di antaranya:
1. Profesi Dokter Umum Universitas Hasanuddin (2002)
2. Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2010)
3. Magister Kesehatan di Universitas Padjadjaran (2009)
4. Fellowship Pediatric Rehabilitasi (2016)
5. Konsultan Rehabilitasi Anak, Kolegium IKFR (2020).
Profil lengkap dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K bisa dilihat disini.
Baca juga: Ketahui Dampak atau Risiko Terburuk jika Gangguan Bipolar Tidak Bisa Dikendalikan
Pertanyaan :
Kapan sebaiknya pasien stroke melakukan rehabilitasi medis?
Anggra, Solo
dr. Nilla Mayasari, M.Kes., Sp.KFR-K menjawab :
Rehabilitasi pada pasien stroke dimulai sedini mungkin, karena pemulihan fungsional berlangsung sejalan dengan pemulihan neurologis dan berlanjut setelah lesi otak menetap.
Di mana fokus utama rehabilitasi medik adalah motor learning therapy (terapi latihan) dengan prinsip mobilisasi dini (mobilisasi sendi/transfer bertahap), posisi terapeutik dan latihan ADL personal.
Baca juga: Dokter Sebut Siklus Menstruasi Tidak Teratur Tanda Alami Penyakit PCOS
Pada fase akut pun sebaiknya sudah dimulai rehabilitasi medis di mana rehabilitasi dilakukan saat kondisi hemodinamik yang belum stabil, dengan tujuan meniminalisir gejala sisa dan membantu perfusi otak terjaga baik serta mencegah komplikasi.
Tujuan dari memposisikan pasien (posisi terapeutik) adalah untuk mencoba memicu pemulihan yang optimal dengan memodulasi tonus otot, memberikan informasi sensorik yang tepat dan meningkatkan kesadaran spasial, dan mencegah komplikasi seperti luka pada kulit akibat tekanan, kontraktur, nyeri dan masalah pernapasan dan membantu proses makan yang lebih aman.
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)