TRIBUNHEALTH.COM - Indonesia menduduki peringkat ketiga untuk negara dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi di dunia menurut laporan WHO tahun 2021, setelah China dan India.
Pada tahun 2021 diperkirakan terdapat 824.000 kasus TBC di Indonesia dan 7.921 di antaranya terkonfirmasi TBC Resistan Obat (TBC RO).
Pada tahun yang sama, di Provinsi DKI Jakarta terdapat 685 pasien yang terdiagnosis sebagai TBC Resistan Obat (TBC RO) dan sebanyak 108 orang di antaranya berdomisili di wilayah Kota Administratif Jakarta Utara.
Dari 108 orang tersebut hanya 58 orang diantaranya yang memulai pengobatan TBC RO (sumber data: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, April 2022).
Masih rendahnya angka memulai pengobatan TBC RO disebabkan oleh beberapa faktor, masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengobatan TBC RO dan akses layanannya, serta faktor lainnya termasuk sosial ekonomi pasien.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan angka mulai pengobatan TBC RO.
Baca juga: dr. Ginanjar Benarkan Jika Tuberkulosis Berpotensi Menjadi Salah Satu Faktor Risiko Kanker Paru-paru

Salah satunya adalah dengan pelibatan komunitas dalam mendukung pasien agar memulai dan menjalani pengobatan sampai sembuh melalui konseling pra pengobatan serta edukasi baik kepada pasien maupun keluarga pasien.
Ike Nimah Tatimu (57) adalah salah satu anggota masyarakat yang terketuk hatinya untuk terlibat dalam pendampingan pasien TBC RO sejak tahun 2013.
Sampai saat ini, Ibu Ike masih terlibat aktif memberikan pendampingan di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Langkah Ibu Ike sebagai kader, berawal dari tetangga yang meninggal karena infeksi TBC.
Ia penasaran tentang penyakit TBC, yang saat itu diyakini sebagai penyakit turunan oleh lingkungannya.
Hal inilah yang memotivasi beliau untuk mencari informasi lebih banyak tentang penyakit ini. Keingintahuan tersebut disambut oleh Puskesmas, yang kemudian memintanya untuk mengikuti pelatihan mengenai TBC.
Sejak saat itu, Ibu Ike aktif terlibat dalam pendampingan pasien TBC.
“Walau ada resiko sebagai kader TBC yang bisa tertular (TBC) pada keluarga, tapi keluarga saya sangat mendukung kegiatan pendampingan pasien TBC yang saya lakukan” ujar beliau.
Baca juga: Sepeda untuk Penyemangat Pasien Tuberkulosis Resistan Obat (TBC-RO) Menuntaskan Pengobatan
Salah satu hal penting yang menjadi bahan edukasi Bu Ike dalam mendampingi pasien adalah bagaimana cara mengurangi resiko penularan TBC.
Beliau selalu menganjurkan agar pasien selalu menggunakan masker, menjaga jarak, melakukan perilaku hidup bersih dan sehat serta mendorong pasien untuk memulai pengobatan TBC.
Dengan memastikan pasien TBC berobat sembuh, maka sumber penularan bagi lingkungan dapat dihilangkan.
“Peran sebagai kader TBC ini sudah mendarah daging dan saya tidak bisa lepas dari kader TBC. Saya harus menolong orang yang terkena penyakit TBC, sampai sembuh. Mereka membutuhkan kader untuk memberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga bahwa penyakit TBC ini dapat disembuhkan dengan meminum obat secara teratur dan bukan sakit turunan atau sakit guna-guna,” kata Ibu Ike.
Pendampingan pasien yang dilakukan oleh Ibu Ike bukanlah perjalanan yang mulus tanpa kendala.
Terkadang Bu Ike mendapatkan penolakan dari pasien, namun dari pelatihan dan pengalamannya, Ibu Ike memahami perlunya pendekatan khusus kepada pasien agar pasien dapat memahami dan menerima informasi serta edukasi yang diberikan sehingga pasien mau berobat sampai sembuh.
Baca juga: Daftar Gejala Penyakit TBC, Sebabkan Nyeri Punggung jika Bakteri Mulai Menyebar ke Tulang Belakang

Selain aktif sebagai pendamping pasien TBC, Ibu Ike juga aktif terlibat dalam kegiatan advokasi, terutama dalam kegiatan Musrembangda.
Beliau ikut serta dalam rembuk warga di di tingkat RW pada tanggal 16 Januari 2022, dengan mendorong pendanaan untuk pendampingan pasien TBC RO di Jakarta, khususnya di kelurahan Warakas, di mana Ibu Ike berdomisili.
Kontribusi langsung masyarakat dalam meningkatkan komitmen pendaan merupakan salah satu peran penting yang diharapkan dari berbagai golongan agar pendaan berkesinambungan tersedia untuk mendukung kegiatan program TBC di wilayah terkait.
“Saya senang karna dengan peran saya sebagai kader, saya bisa membantu banyak orang untuk terbebas dari TB” lanjut beliau, sebelum menyampaikan harapannya agar eliminasi TBC di Indonesia tahun 2030 dapat diwujudkan dengan kerjasama yang kuat antara pemerintah dan masyarakat.
PRESS RELEASE Yayasan Pejuang Tangguh (PETA) - JAKARTA, 20 April 2022
Baca berita lain seputar kesehatan di sini
(TRIBUNHEALTH.COM)