TRIBUNHEALTH.COM - Kasus insomnia melonjak di tengah pandemi Covid-19.
Fakta tersebut dibahas dalam program Ayo Sehat Kompas TV edisi Kamis (1/7/2021).
Bahkan, beberapa hali menggunakan istilah coronasomnia atau covidsomnia.
Istilah itu merujuk pada masalah tidur akibat tekanan hidup selama pandemi Covid-19.
Sebagai gambaran, kasus insomnia di Inggris melonjak dari 1/6 penduduk menjadi 1/4 penduduk.
Kasus yang sama juga terjadi di China.
Selama lockdown, angka insomnia naik dari 14,6 persen menjadi 20 persen.
Baca juga: Dokter Menjelaskan Penyebab Nyeri Kepala yang dirasa setiap Bangun Tidur
Baca juga: Cara Mengatur Waktu Makan dan Tidur ketika Menjalankan Puasa Menurut Ahli Gizi

Sementara pencarian kata insomnia di laman situs Google naik 58 persen dibandingkan waktu yang sama sebelum pandemi. Insomnia adalah gangguan mutu tidur.
Insomnia sendiri memiliki beberapa gejala sebagai berikut.
- Sulit memulai tidur
- Mudah terbangun saat tidur dan sulit tidur kembali
- Mudah tidur tapi bangun terlalu dini
- Selalu bisa tidur namun tidak mencapai fase tidur dalam atau nyenyak
Akibatnya Saat bangun tidur penderita insomnia merasa lelah dan mengantuk.
Baca juga: Penggunaan Lampu Saat Tidur dapat Mengganggu Irama Hormon, Dokter: Menambah Risiko Terjadinya Acne
Baca juga: Dok, Bagaimana Cara Mengatasi Kebiasaan Tidak Tidur di Malam Hari?

Konsekuensinya, saat beraktivitas pagi hingga siang mudah mengantuk dan mudah marah.
Jika insomnia berlangsung dalam jangka panjang, maka rentan menimbulkan penyakit degeneratif seperti jantung dan stroke.
Orang dewasa membutuhkan waktu tidur minimal 7-9 jam setiap malamnya.
Kurangnya waktu tidur akan berdampak serius pada kesehatan kita, seperti:
Sistem kekebalan tubuh yang melemah
- Meningkatkan berat badan
- Risiko diabetes meningkat
- Mempengaruhi kesehatan mental
Baca artikel lain seputar kesehatan umum di sini.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)