TRIBUNHEALTH.COM - Emosi marah kerap kali dihubungkan dengan penyakit hipertensi alias tekanan darah rendah.
Tapi apakah benar keduanya saling berhubungan?
Terkait hal ini, dr Tan Shot Yen angkat bicara.
Dokter ahli gizi itu menyebut masalah ini dialogal, dalam artian memang bisa saling berhubungan.
"Apakah karena dia hipertensi jadi tukang marah, atau karena marah-marah kemudian jadi hipertensi?"
"Well, bisa dua-duanya," tegas dr Tan dalam program Malam Minggu Sehat Tribunnews.
Dokter Tan memulai penjelasannya dengan tipe orang marah, ada yang eksplosif dan tidak eksplosif.
"Pasif-agresif nih yang ngeri."
Baca juga: Benarkah Makan Timun, Pare, dan Seledri Bisa Turunkan Hipertensi?
Baca juga: Benarkah Makan Daging Kambing Bisa Sebabkan Hipertensi?

"Marah itu ada yang namanya mikul dhuwur mendhem jero (dipikul tinggi, dipendam hingga dalam). Dipendam."
Dua-duanya berpeluang bisa memicu hipertensi.
Pasalnya tubuh akan mengeluarkan hormon kortisol dan adrenalin.
Hormon inilah yang kemudian memicu detak jantung menjadi naik.
"Bayangkan kalau ini menjadi kebiasaan," kata dr Tan.
Dalam kesempatan tersebut, dr Tan juga menjelaskan soal stress.
Baca juga: Masih Percaya Ada Makanan yang Bikin Darah Rendah? Dokter Ahli Gizi Jelaskan Itu Hanya Mitos
Baca juga: Dokter Jelaskan 4 Klasifikasi Tekanan Darah Rendah, Salah Satunya Gara-gara Kerusakan Sistem Syaraf

Menurut dokter Tan, stress adalah kondisi ketika apa yang diharapkan berbeda dari apa yang terjadi.
Padahal seorang individu tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol dan mengubah.
"Nah problemnya kenapa orang stress, karena dia selalu ingin mengubah orang lain."
"Padahal mengubah orang lain itu hak perogratifnya Gusti Alloh," tegasnya.
"Yang bisa anda ubah siapa? Dirimu sendiri."
Penyebab Hipertensi

Dalam forum yang sama, dr Tan menjelaskan dua klasifikasi hipertensi.
"Klasifikasi hipertensi itu sebenarnya ada dua. Ada yang kite sebut sebagai primer, ada yang disebut sebagai sekunder," jelasnya.
Hipertensi primer, kata dr Tan, penyebabnya sulit untuk ditemukan.
"Primer ini hanya Tuhan yang tahu," kata dr Tan dengan nada bercanda.
"Ini kalau diusust biasanya ngga ketemu. Dengan catatan diusut dokternya sabar ya," lanjutnya.
Primer adalah ketika tidak diketahui penyebab hipertensi itu sendiri, atau disebut juga dengan idiopatik.
Namun, penyebab hipertensi paling banyak adalah yang sekunder.
"Artinya kita ketahui sebabnya. Misalnya nih, gaya hidup. Lebih banyak duduk, ngga olahraga, ngga ngapa-ngapain, kelompok rebahan."
Belum lagi ketika orang tersebut memiliki penyakit penyerta, katakanlah diabetes, ginjal, dan lain-lain.
"Ginjal itu besar kontribusinya dalam mengatur darah."
"Gara-gara hipertensi ginjalnya rusak, tapi bisa juga gara-gara ginjalnya bermasalah orangnya jadi hipertensi," jelas dr Tan.
Kemudian beberapa penyebab hipertensi yang lain adalah gangguan kelenjar tiroid, penyempitan pembuluh darah, obat-obatan, dan lain-lain.
Jika kondisi hipertensi tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin akan memicu sederet komplikasi masalah kesehatan.
Baca artikel lain seputar penyakit umum di sini.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)