TRIBUNHEALTH.COM - Lari memang olahraga yang pada dasarnya bisa dilakukan semua orang.
Kendati demikian, tetap ada hal yang perlu diperhatikan.
Salah satunya adalah intensitasnya, yang berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan selama olahraga.
Lantas, bagaimana menentukan intensitas lari yang tepat?
TribunHealth.com pernah menanyakan hal ini pada dr. Mustopa, Sp.PD, AIFO-K, FINASIM.
dr. Mustopa merupakan seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam, yang berpraktik di RS Nirmala Suri Sukoharjo.
Jawaban dokter
Berikut ini jawaban dr. Mustopa dalam kutipan langsung:
“Kalau intensitas, jadi gini, intensitas itu kan kita lari memang sesuai dengan umur ya.
Ada kita pakainya seperti zona denyut jantung.
Satu lagi, Mbak kalau lari kita butuh jam ya. Ya, sebenarnya enggak wajib.
Cuma jam jam smartwatch itu kita butuhkan, gak harus yang mahal, yang murah pun banyak.
Itu penting untuk mendetect heart rate kita pada saat lari.
Karena heart rate itu sebagai patokan kita dalam mengetahui, oh kita tubuh kita sudah enggak kuat nih.
Baca juga: Dokter, Apa Saja Persiapan Sebelum Melakukan Olahraga Lari?
Kita lihat heart rate kita, oh ternyata tinggi sekali, kurangi.
Jadi kita bisa memantau zona bahaya ataupun zona merah yang memang harus kita waspadai.
Nah, kalau baru awal kita sebaiknya dengan zona denyut jantung yang memang ada rumusnya, Mbak.
Rumusnya biasanya kita pakai rumusnya itu 220 dikurangi usia gitu.
Jadi, kalau misal usianya sekitar 40 tahun, nah itu kan 220 kita kurangi 40 sekitar 180 denyut jantung, itu maksimal.
Jadi kalau kita umur 40 tahun, kita mau lari itu jantung maksimal kita 180 dengan rumus yang tadi.
Cuma kan enggak mungkin kita harus lari sampai 180 denyutnya.
Cepat banget, Mbak.
Nanti berbahaya ke jantung.
Nah, kita pakai zonanya targetnya sekitar 60 persen sampai 75?ri denyut jantung maksimal tadi.
Misalnya tadi maksimalnya 180, berarti kita bisa gunakan denyut jantung sekitar 110-an lah. 110 sampai 135.
Nah, itu tahunya dari mana? Ya, dari smartwatch tadi.
Kita lari. Oh, enggak boleh lebih dari 135.
Nah, itu lari yang memang santai ya.
Kalau saat ini kan sering orang nyebut mau lari apa lari pelan. Kalau lari pelan kan nyebutnya agak malu juga ya, nyebutnya easy run.
Nah, easy run itu khasnya ya tadi kita dindung jantungnya berada di zona dua atau zona yang hijau biasanya terus atau biru.
Atau kita ketika lari itu misalnya berdua akan teman nih.
Nah, lari kita masih bisa bicara tanpa terengap-engap.
Nah, itu berarti kita di zona easy run gitu.
Tapi kalau kita lari kita ngomong aja enggak enggak kuat, ngap-ngap lah itu berarti kita bukan easy run lagi tuh.
Itu sudah mulai zonanya sudah naik gitu.
Makanya ee untuk intensitas kita lihat heart rate-nya tadi itu penting.
Itu Mbak kalau kalau untuk pemula, apalagi dengan kondisi medis tertentu hati-hati gitu Mbak.”
Profil dr. Mustopa
dr. Mustopa merupakan dokter spesialis penyakit dalam.
Mustopa lahir di Surakarta, 7 Januari 1988.
Saat ini, ia sedang menjalankan praktek di dua rumah sakit (RS).
Di antaranya yaitu:
- RS Nirmala Suri Sukoharjo
- RS PKU Muhammadiyah Sukoharjo
Sebelum berprofesi sebagai seorang dokter, dirinya sempat mengenyam berbagai jenjang pendidikan.
Berikut riwayat pendidikan yang telah ditempuh:
- SD 2 Al-Islam Jamsaren Surakarta
- SMP Negeri 4 Surakarta
- SMA Negeri 1 Surakarta
- S1 dokter di Fakultas Kedokteran UNS
- S2 pendidikan Dokter spesialis penyakit dalam di fakultas kedokteran UNS
Sebagai seorang dokter spesialis, ia telah menyelesaikan dua karya ilmiah yang telah dipublikasikan.
Di antaranya seperti:
- Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) Dibanding Metilprednisolon Terhadap Kadar Antibodi Dsdna Mencit Model Nefritis Lupus dengan Induksi Pristan
- Efek Antifungi Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium Aromaticum L.) terhadap Pertumbuhan Trichophyton Mentagrophytes secara In Fitro.
Simak penjelasan lengkap dr. Mustopa dalam Healthy Talk “Jangan Cuma Flexing Strava! Kenali Tips Aman Lari” lewat tayangan berikut.
(TribunHealth.com)