7 Manfaat Rutin Makan Brokoli, Stabilkan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Ahmad Nur Rosikin
Ilustrasi brokoli untuk kesehatan paru-paru

Meningkatkan kesehatan tulang

Kalsium dan kolagen bekerja sama untuk membuat tulang kuat.

Lebih dari 99% kalsium tubuh terdapat di tulang dan gigi.

Tubuh juga membutuhkan vitamin C untuk memproduksi kolagen.

Kabar baiknya, keduanya keduanya hadir dalam brokoli.

Vitamin K memiliki peran dalam pembekuan darah, tetapi beberapa ahli juga menyarankan bahwa vitamin K dapat membantu mencegah atau mengobati osteoporosis.

Orang dengan kadar vitamin K rendah mungkin lebih mungkin mengalami masalah dengan pembentukan tulang.

Mendapatkan cukup vitamin K dari makanan dapat membantu menjaga kesehatan tulang.

Ilustrasi - sayur brokoli (Pixabay)

Meningkatkan kesehatan kekebalan tubuh

Vitamin C adalah antioksidan yang memberikan berbagai manfaat.

Ini mendukung sistem kekebalan tubuh dan dapat membantu mencegah kanker, penyakit kardiovaskular (CVD), katarak, dan anemia.

Dalam bentuk suplemen, vitamin C juga dapat membantu mengurangi gejala flu biasa dan mempersingkat waktu pilek berlangsung.

Meningkatkan kesehatan kulit

Vitamin C membantu tubuh memproduksi kolagen, yang merupakan sistem pendukung utama sel dan organ tubuh, termasuk kulit.

Sebagai antioksidan, vitamin C juga dapat membantu mencegah kerusakan kulit, termasuk kerutan akibat penuaan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa vitamin C dapat berperan dalam mencegah atau mengobati kondisi kulit seperti herpes zoster dan kanker kulit.

Baca juga: 6 Makanan Kaya Vitamin C, Berperan Penting untuk Melawan Radikal Bebas

Menurunkan kadar gula darah

Brokoli rendah indeks glikemik, yang artinya tidak menyebabkan lonjakan kadar gula darah.

Kompas.com melansir, brokoli yang dipotong atau dikunyah bisa mengeluarkan senyawa sulforaphane yang sudah terbukti bisa meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan gula darah, dan biomarker stres oksidatif.

Makan brokoli juga bisa menurunkan risiko diabetes tipe 2 pada orang-orang sehat, meskipun penelitian lebih lanjut masih diperlukan.

Halaman
123